"Huwaaa Nona, syukurlah," rengek Naeyra. Nathan mengorek telinganya, sebab suara nyaring Naeyra telah memecahkan kesuyian yang seharusnya jadi malam berarti untuk Nathan beristirahat. Harin mengulas senyumnya sembari mengusap punggung Naeyra untuk menenangkan pelayan pribadinya ini sungguh khawatir jika Harin mati.
Nathan sudah mendapatkan jawaban yang sangat tidak memuaskan dari Harin. Bila wanita ini akan memikirkannya semalaman mengenai ajakan dia untuk menikah. Nathan jadinya mempersilahkan dia untuk pulang dan bertemu lagi esok.
"Mau kuminta pengawal mengantar kalian?" tawar Nathan.
"Tidak, kamu tidak boleh tahu dimana kami tinggal. Kamu juga sudah berjanji tidak akan mengutus siapapun untuk mengikuti kami. Pegang kata-katamu," tegas Harin.
Nathan menganggukkan kepala, ia mempersilahkan Harin dan pelayannya keluar lewat pintu rahasia dan besok, Nathan akan menunggu Harin di kamarnya lagi untuk mendengarkan keputusan wanita tersebut menikah atau tidak dengannya.
Walau Harin terhenyak saat ia mendapat penglihatan jika pembunuh bayaran akan datang kembali menerjang Nathan malam ini.
Nathan yang memperhatikan raut wajah wanita ini pun segera mengedarkan pandangannya. Apa yang membuat Harin terkejut sekarang ini.
"Kenapa?" tanya Nathan.
"Penyusup lagi, lima orang," sahut Harin.
"Nona?! Anda tidak boleh—"
"Aku sudah mengetahuinya, Naeyra. Itu alasan mengapa kalian masih hidup sampai sekarang. Karena kemampuan Nonamu aku butuhkan," potong Nathan. Naeyra menundukkan kepala, berbicara dengan panglima perang memang terasa mengintimidasi sekali.
"Dari arah mana?" tanya Nathan.
"Atap, tapi aku tidak yakin. Penglihatanku tadi pun salah. Kulihat mereka menyusup saat bulan terang sempurna. Tapi ternyata, masih tertutup awan pun mereka sudah menyusup," jelas Harin.
"Penglihatanmu tadi salah?" Harin mengangukkan kepala.
"Nona sudah tidak mendapat penglihatan semenjak kepala keluarga wafat. Baru muncul kembali beberapa hari lalu sebelum Nona demam tinggi," jelas Naeyra.
"Apa penglihatanmu salah karena efek samping dari demam?" tanya Nathan kepada Harin yang juga menggaruk kepalanya bingung.
"Apa efek samping dari sakit?" tanya Harin kepada Naeyra. Nathan memejamkan matanya sabar. Tuan puteri satu ini sepertinya agak bodoh, dia bahkan bertanya mengenai kekurangan dan kelebihan kemampuan yang ia miliki pada pelayannya.
"Saya kurang tahu Nona, karena yang harusnya mengetahui itu adalah nona sendiri," jawab Naeyra. Pembicaraan ketiganya pun terpecahkan tatkala terdengar sayup-sayup suara dari atap sana. Nathan menengadah, ia mencoba untuk menelisik posisi para penyusup yang ada di atasnya.
"Kita bahas besok, pergilah sekarang, ambil jalan memutar ke kanan untuk sampai distrik Lyly, itu masih wilayahku dan lebih cepat lewat sana," jelas Nathan perlahan.
Ia menutup pintu rahasia untuk membiarkan Harin dan pengawalnya pulang dengan aman. Nathan lantas meraih pedangnya dengan siaga pada atap dimana suara tersebut semakin nyaring terdengar.
Sampai suara kucing yang mengeong telah berhasil membuat Nathan berdecak sebab ia pikir itu adalah musuh.
Nathan membelalakan mata tatkala kaca jendela tiba-tiba diterobos lima pembunuh bayaran yang datang secara terang-terangan menantang dirinya.
"Eih, penglihatannya benar salah. Datang dari jendela ternyata, bukan atap," keluh Nathan.
***
Keesokan harinya, Harin masih menimbang jawaban Nathan untuk menikah dengannya. Naeyra menyetujui Harin untuk menikah dan membalaskan dendam keluarga Narendra, sepertinya itu hal yang tidak mustahil dilakukan jika berkubu dengan keluarga Virendra.
Hanya saja, Naeyra merasa tidak yakin Harin akan selamat bila ikut campur masalah keluarga Virendra. Janji Nathan pun sepertinya tidak tahu apa bisa mereka pegang atau tidak.
Takutnya, Nathan pun hanya menginginkan harta kekuasan Harin saja, dan mengelabui tuan puterinya. Perlu banyak hal yang patut dipertimbangkan dahulu karena di kehidupan sebelumnya pun Nathan memilih senjata di banding seorang wanita. Harin harus lebih banyak berhati-hati terhadap pria ini.
"Sepertinya aku punya rencana cadangan jika Nathan menipuku, kita setujui saja rencananya dahulu bagaimana?" usul Harin.
"Saya pengikut Nona, keputusan tetap ada pada anda," sahutnya. Naeyra yang tengah mengepel lantai ini memperhatikan tuan Puterinya memasak. Ini perdana sekali, Naeyra melihat nonanya ingin memasak sendiri.
Padahal aktivitas favorit Harin di kehidupan sebelumnya adalah memasak dan berbelanja bahan makanan.
"Naeyra, bisa belikan aku bumbu tambahan?" tanya Harin. Sepertinya ia cukup asing dengan bahan masakan yang ada di hadapannya. Harin harus bisa lebih eksplor dengan semua yang ada di jaman kerajaan ini. Ia penasaran dan ingin memasak semua makanan yang terasa asing baginya.
"Tentu Nona, saya akan kembali secepatnya." Naeyra pun segera pergi keluar untuk membeli kebutuhan yang Harin minta. Walau ia dilanda kebingungan yang tidak berkesudahan.
Setidaknya, Harin merasa cukup senang hidup di sini. Ia bisa melakukan apapun yang dirinya mau. Tidak lama kemudian, ketukan pada pintu rumahnya berhasil memecahkan kesenangan Harin dalam memasak.
"Woah, cepat sekali kamu membeli—" perkataan Harin terhentikan tatkala ia mendapati presensi yang masuk ke rumahnya bukanlah Naeyra. Melainkan Nathan Virendra Fael yang telah melanggar perjanjian.
"Nathan?!"
"Bukan, serigala," sahut Nathan lelah. Ia lekas mendudukan diri di kursi meja makan tatkala Harin menghampiri seraya berkacak pinggang—tidak terima bila ada tamu tak diundang masuk ke rumahnya.
"Kamu melanggar perjanjian untuk tidak mengikuti aku pulang, Nathan!" sarkasnya.
"Aku tidak melanggar perjanjian, kau lama. Makanya aku yang datang," sahut Nathan.
"Lalu darimana kamu tahu aku tinggal di sini!" amuknya.
"Ehey, tuan puteri. Kau menunjukan diri di sana." Nathan menunjuk balkon, tempat dimana Harin melihat Festival hari kemarin. Ini hanya tebak-tebakan Nathan saja, ia pikir Harin hanya menginap di sini, namun ternyata tuan puteri bodoh ini menetap.
Nathan mengulas senyumnya saat melihat Harin tertegun sembari menatap balkon dimana ia berpapasan dengan Nathan kemarin. Tidak terpikir olehnya bila Nathan akan menyusul ke sini.
"Eih, kau tidak sepintar dugaanku," ungkap Nathan kecewa.
"Perhatikan bicaramu," timpal Harin tidak terima. Perhatian keduanya terbuyarkan dengan air sup yang menetes ke tungku pembangkaran. Harin dengan sigap segera menghampiri tungku dengan menarik beberapa kayu bakar.
"Woah, aku baru melihat Tuan puteri memasak. Apa pelayanmu pergi jalan-jalan?" ungkap Nathan.
"Aku bukan tuan puteri," sahut Harin. Ia mengangkat panci panas tersebut dan segera menaruhnya di atas meja. Harin menarik mangkuk untuk dirinya makan sebab Harin melewatkan sarapan.
"Aku juga mau," pinta Nathan.
"Tentu, saya akan menganggap tuan muda mengemis makanan kepada rakyat. Silahkan tuan," seloroh Harin. Nathan menyeringai ketika ia disodorkan semangkuk sup ayam perdana yang dibuatkan oleh tuan puteri Narendra.
"Bagaimana dengan ajakanku?" tanya Nathan.
"Tentu, ayo menikah. Tapi aku ada syarat tambahan," jelas Harin.
"Apa?"
"Walau kita suami isteri, tidak ada kewajiban untuk aku melayanimu di atas ranjang, tidak ada kekerasan fisik, dan situasi apapun yang kita hadapi, kamu harus berdiskusi denganku. Lalu, aku tidak akan menyerahkan sedikitpun hartaku," jelasnya.
"Deal," sahut Nathan.
"Secepat itu?!" Nathan mengangguk, ia menyeruput sup ayam yang terasa lezat sekali di lidahnya. Ini rasa yang baru pertama kali Nathan rasakan.
"Kau tidak mau hartaku yang banyak?!" tanyanya tidak percaya.
"Kau bodoh? Untuk apa mengiming-imingi hartamu banyak jika takut diambil. Lagipula aku santai jika urusan ranjang, kujamin kau yang akan minta duluan. Aku tidak akan memaksa jika kamu tidak mau. Tapi aku akan berusaha membuat kamu minta kutelanjangi. Oh astaga! Apa yang kau tambahkan di dalamnya? Ini enak sekali," ungkap Nathan.
Ia menyodorkan mangkuknya untuk Harin isi kembali, padahal orang yang kelaparan di sini belum mencicipi masakannya sendiri.
"Syukurlah kalau kamu tidak mau hartaku," ungkap Harin.
"Bukan tidak mau, tepatnya aku tidak butuh. Harta rampasan perang cukup menumpuk di gudang. Kalau kamu mau tambahan harta, ambilah semaumu," timpalnya sombong.
Harin berdesis untuk jawaban menyebalkan dari pria angkuh ini. Ia mengisi kembali mangkuk Nathan yang nampak bersemangat dengan masakannya. Jujur, Harin ikut merasa senang dengan reaksi Nathan terhadap makananya.
"Adalagi persyaratanmu?"
"Itu dulu," jawab Harin.
"Okay, kusiapkan kontraknya setelah makan. Kita menikah besok."
"Hah?! Secepat itu?"
"Pemiihan kepala keluarga sebentar lagi, kita tidak bisa buang-buang waktu. Besok sore, kau akan resmi pindah ke kediamanku. Menjadi Harin Virendra Fael."
To Be Continued...