"Nona, ini terlalu berbahaya," ungkap Naeyra khawatir.
"Tidak apa Naeyra. Sepertinya aku kenal dengan tempat ini dari penglihatan, kamu tunggu di sini ya. Pergilah dan lari sejauh mungkin jika sampai besok aku tidak kembali," jelas Harin.
"Nonaaa, kumohon, sebaiknya kita bersembunyi selamanya saja. Nyonya meminta saya untuk menjaga anda dengan baik," pinta Naeyra. Ia pikir, tuan puterinya sudah berubah dan menghilangkan kebiasaan cerobohnya. Akan tetapi, ternyata Naeyra salah. Tuan puterinya malah makin menjadi dengan menyelinap ke rumah keluarga jenderal peperangan hanya untuk mempertanyakan suatu hal konyol baginya.
Harin bercerita jika dirinya dan Nathan datang dari kehidupan lain, padahal jelas-jelas, Harin selalu bersama dengan Naeyra setiap hari. Jendral Nathan pun sudah belasan tahun menjadi pemimpin peperangan. Naeyra berpikir, sepertinya Nona Harin masih linglung akibat demam hebat yang menyerangnya dua hari ini.
"Naeyra, ini cara satu-satunya aku mencari jawaban kenapa aku ada di sini. Kamu tunggu saja okay?!" Harin melepaskan genggaman lengan Naeyra yang mencoba untuk menahannya supaya tidak menunjukan jati diri.
Lagipula, Harin datang dengan tujuan berbeda. Naeyra tidak perlu khawatir jika Nathan mengetahui dirinya putri pewaris keluarga Narendra. Harin akan berhati-hati. Ia hanya ingin tahu, apa Nathan mengalami hal sama seperti yang dialami dirinya. Terlempar masuk ke dalam cerita ibunya saat mereka menghadapi maut.
Harin melambaikan tangan ketika ia masuk ke dalam pintu rahasia yang ada di taman keluarga Virendra Fael
menuju kamar Nathan. Naeyra akan berjaga di sana sampai tuan puterinya kembali.
Sedangkan Harin, ia mengusap peluh yang baru saja menetes setelah melakukan perjalanan jauh dari Ibukota ke kediaman Virendra Fael via jalan kaki. Terlalu mencolok baginya bila menaiki kereta kuda.
Lalu kini, Harin menyusuri lorong yang berliku dengan bermodal sebatang lilin yang menerangi jalannya. Semakin dalam dan berliku, entah kenapa, dada Harin rasanya semakin berdegup kencang.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia bisa merasakan hidup dengan berjalan normal dan tubuh yang sehat, cantik serta bugar. Harin merindukan tubuh seperti ini setelah bertahun-tahun disiksa ibu tirinya.
Harin mengatur napasnya perlahan, setelah menempuh perjalanan beberapa ratus meter, ia kini sampai di pintu, tepat di balik dinding tersebut merupakan kamar Nathan berada.
Harin tidak tahu apa pembunuh yang mencoha menyergap Nathan sudah ada atau tidak. Dipenglihatannya, mereka menyerang ketika bulan sudah menampakkan diri penuh. Sedangkan sekarang, bulan masih tertutup awan. Artinya, mereka belum masuk ke kamar Nathan dan menyergap dia ketika Nathan tertidur.
Harin lantas membuka perlahan pintu kamar rahasia Nathan. Bersama dengan melebarnya pintu dan mata Harin yang membelalak kuat, sebab ia langsung disuguhkan dengan lima mayat segar yang bermandikan darah di hadapannya.
Sedetik kemudian, pedang bau anyir menempel dengan cepat di leher Harin yang tidak bisa berkutik. Nathan menatap dingin wanita yang masuk ke dalam kamarnya ini adalah wanita yang ia lihat tadi sore. Pelipis Nathan berkeringat setelah ia bertarung sengit dengan para pendekar ahli pedang.
"Siapa yang mengutusmu?!" tanyanya penuh penekanan.
"Na–nathan... Ini aku, Harin. Wanita yang kamu beli dari ibu," ucapnya gugup.
"Aku tidak membeli wanita," timpalnya. Harin menatap mata psikopat yang sungguh menunjukkan jika ia tidak mengenal Harin sama sekali.
"Tapi kamu yang membawaku pada kematian dan datang kemari," jelasnya. Nathan menaikan satu alis bingung, ia bersiul memberi tanda kepada pengawalnya untuk masuk ke dalam ruangan.
Harin membelalak sebab Naeyra sudah tertangkap, pisau juga mengacung bersiap menembas lehernya. Sampai pelayan tuan Puteri Narendra ini menangis ketakutan tatkala melihat Harin.
"Tuan... Saya mohon jangan sakiti Nona, biar saya yang menanggung kesalahannya. Kami hanya rakyat biasa yang ingin merasakan keindahan taman keluarga besar. Tolong biarkan saya saja yang mendapatkan hukuman," pinta Naeyra.
Ia menyatukan kedua lengannya, memohon ampunan kepada Nathan yang sama sekali tidak melihatnya dan berfokus menekan Harin.
"Siapa yang mengutus kalian?!" tekannya. Harin malah terpaku diam tatkala memperhatikan Naeyra yang memohon. ini pertama kalinya Harin merasakan ada orang yang lebih mementingkan nyawanya di banding dirinya sendiri. Naeyra benar-benar mengabdikan hidupnya untuk dia.
"Bi-biar aku jelaskan, tolong lepaskan dia," pinta Harin.
"Tidak Nona! Nyawa anda tidak sebanding dengan saya," ucapnya geger. Nathan juga nampak berpikir ketika ia tidak bisa melepaskan pandangan dari Harin yang bahkan nampak tidak gemetar sama sekali saat pedang masih mengacung di lehernya.
Nathan pun memberikan tanda kepada pengawalnya untuk membawa Naeyra kembali keluar. Teriakan Naeyra terdengar sangat lantang ketika ia memberontak, tidak ingin meninggalkan tuan puterinya.
Harin menghela napas tegar, ini bukan waktunya dia untuk merasa terharu dengan kesetiaan Naeyra. Ia lantas memberanikan diri menatap balik Nathan yang ternyata tidak mengetahui kenapa Harin bisa ada di sini. Nathan sepertinya tidak mempunyai ingatan yang sama dengannya.
Nathan lantas menjauhkan pedangnya serta mempersilahkan Harin masuk ke dalam kamar dengan sopan.
"Kenapa tiba-tiba, tidak berhati-hati?" tanya Harin bingung. Sebagai seorang panglima perang, Nathan terlalu mudah mempercayai ketidakberdayaan seseorang.
"Aku anjing lapangan, bisa kuendus mana musuh atau bukan. Lagipula kau dipanggil nona dan punya abdi yang setia. Darimana keluargamu berasal?" tanyanya.
Nathan menutup kembali pintu rahasia yang seharusnya hanya di ketahui dirinya. Entah berapa lama wanita ini mengekori Nathan sampai hafal betul jalan menuju kamarnya.
Sedangkan Harin, ia malah melemas. Sekarang dirinya tidak tahu tujuan ia datang kemari untuk apa. Nathan sendiri pun tidak mengenal dirinya.
"Jujur padaku, dulu kamu punya perusahaan makanan beku kan sebelum datang kemari? Kita berasal dari kehidupan sebelumnya, kau sungguh tidak ingat, Nathan?" tanya Harin.
Nathan nampaknya tidak terkejut dengan pertanyaan yang Harin lontarkan, magis memang masih ada sampai sekarang. Tapi yang Nathan tahu, hanya ada segelintir cenayang yang tersisa dan bisa berpergian ke berbagai kehidupan. Setelah pembasmian keluarga Narendra sepuluh tahun lalu, keberadaan mereka semua menjadi misteri.
"Aku baru berpulang dari perang setelah enam bulan, jangan buat aku berpikir keras," ucapnya. Nathan mendudukan diri lega di samping kasur. Ia meregangkan semua otot-ototnya setelah menghabisi pembunuh bayaran. Harin lantas segera menghampiri Nathan yang spontan bersiaga memegang kembali pedangnya.
"Lihat aku, memang kita baru bertemu satu kali sebelumnya. Tapi aku yakin kamu ingat aku," pinta Harin. Ia mendekatkan wajahnya kepada Nathan yang mencoba untuk meladeni nona satu ini. Ia mencoba mematri atensi intens seraya mengingat wajah yang memang baru pertama kali ia temui.
"Bagiku, ini pertama kali kita bertemu," jawabnya. Harin menghela napas kasar, ia menggigit jemarinya bingung harus apa setelah ini kalau memang Nathan tidak mengingatnya.
"Giliran aku yang bertanya, darimana kau tahu jalan rahasia masuk ke kamarku?" tanya Nathan.
"Pikiranku," sahut Harin begitu saja. Harin terlalu cemas, bagaimana cara ia menjalani kehidupan di sini jika Nathan pun tidak ingat dirinya.
"Kau keturunan Narendra?" Sontak saja, hal tersebut membuat Harin membeku. Ia berhenti mengigit jemarinya sebab jawaban yang ia beri malah membuat putera kedua keluarga Virendra mengetahui jati dirinya.
"Bu-bukan, aku pergi saja..." Harin dengan cepat langsung berlari menuju pintu keluar, walau sebelum hal tersebut terjadi, Nathan keburu cepat menarik Harin dan menjatuhkannya di atas kasur.
Nathan mengungkung tuan puteri yang diburu semua orang karena membawa semua harta kekayaannya. Tapi ternyata, sekarang dia ada di hadapan Nathan dan datang dengan sendirinya.
Nathan menyeringai tatkala Harin menahan dada pria ini. Takutnya, Nathan malah menimpa dia dengan tubuh besar dan kekarnya.
"Hanya keluarga Narendra yang mempunyai penglihatan," ucap Nathan.
"Keluarga Jay juga memilikinya, itu sebab keluarga Narendra tersingkirkan," sahut Harin begitu saja. Ada emosi dalam dirinya yang Harin sendiri tidak bisa kendalikan. Mungkin karena memang statusnya adalah bagian dari keluarga Narendra. Ia jadinya ikut tersinggung ketika Nathan menyebut keluarganya.
"Keluarga Jayirendra tidak akan nekat datang kemari, kami mempunyai janji tertulis," sahut Nathan. Harin memalingkan wajahnya, berserobok pandang lebih lama dengan Nathan membuat Harin kebingungan sendiri. Aura Nathan penuh sekali dengan penekanan.
"Kenapa datang padaku?" tanyanya.
"Aku hanya butuh jawaban yang aku tanyakan," sahut Harin.
"Aku tidak pernah berkenalan dengan wanita manapun termasuk wanita yang aku tiduri. Aku baru mendengar nama Harin karena penobatan tuan puteri Narendra ke masyarakat belum dilakukan sampai akhirnya keluarga itu dicari banyak musuh. Aku juga baru pertama kali bertemu denganmu," jelasnya.
"Berarti aku tidak ada lagi urusan denganmu," sahut Harin kecewa. Ia mencoba mendorong dada Nathan untuk menjauh dari atasnya. Akan tetapi Nathan masih saja diam di tempat.
"Mungkin dua kali." Sontak, hal tersebut membuat Harin menatap penuh harap kembali padanya.
"Kapan?! Dikehidupan yang sebelumnya?!" tanya Harin bersemangat.
"Satu lagi sore tadi, di balkon lantai dua ibukota distrik Lyly," jelasnya. Harin lagi-lagi menghela napasnya kasar. Ia kecewa sekali dengan jawaban Nathan.
"Apa yang kau harapkan dariku?" tanya Nathan.
"Sudah tidak ada. Aku mau pergi, lepaskan aku," pinta Harin.
"Keluarga Jay yang menjembak Ayahmu dan membunuh dia. Bukan keluarga Narendra yang memulai duluan penyerangan," ungkap Nathan. Harin berdesir panas seketika tatkala mendengar perkataan Nathan. Hatinya tetiba sakit dan amarah mencuat hebat sampai ia meremat baju tidur putih Nathan yang memperhatikan reaksi Harin.
'Kenapa aku semarah ini? Apa karena aku puteri semata wayang Narendra?' pikiran Harin berkecamuk, ia benar-benar tidak bisa mengendalikan emosi hatinya sekarang ini.
"Ibumu juga dibunuh oleh pembunuh bayaran Jayirendra."
"Kenapa kau mengatakan semua ini?" rintih Harin. Tidak kuat rasanya Harin menahan air mata. Dadanya sangat sesak sekali.
"Ayo menikah denganku, akan kubalaskan dendam keluargamu," jelas Nathan menggebu.
"Apa?!"
"Gantinya, bantu aku jadi kepala keluarga. Menikahi puteri pewaris Narendra akan menjadikan aku setara dengan saudara yang lain," pintanya.
"Aku tidak mau berurusan dengan ketiga keluarga besar. Aku berencana berpergian menikmati hidup," tolak Harin.
"Hanya sampai itu saja, sampai aku jadi kepala keluarga dan kau membalas perbuatan keluarga Jay. Sampai saat itu saja, setelahnya kau boleh pergi, bagaimana?" tawarnya.
Dada Harin semakin berdegup kencang, sepertinya tuan Puteri Narendra menginginkan pembalasan yang setimpal untuk keluarganya. Harin juga masih belum mengetahui kenapa dirinya ada di sini. Ia masih belum menemukan tujuan ibunya ini apa.
"Bagaimana bisa aku mempercayaimu? Aku tidak punya pegangan jika memang kamu akan membalaskan dendam keluarga Narendra," ucap Harin.
"Kontrak, kita buat kesepakatan dan menikah dalam kontrak. Okay? Ayo menikah denganku puteri Narendra."
To Be Continued...