Chereads / The Wrong Kind of Love / Chapter 3 - CHAPTER 2

Chapter 3 - CHAPTER 2

Keesokan harinya Elina berjalan menuju sekolah dengan semangat. Di tangannya, dia membawa kue coklat yang dia buat sendiri, berharap bisa menyenangkan hati Demian. Sejak pagi, dia sudah membayangkan bagaimana senyum Demian saat menerima kue itu.

Namun saat tiba di kelas Elina melihat Demian dan  berfikir untuk menyapanya tetapi Elina merasa bingung melihat perubahan sikap Demian. Di dalam hatinya, muncul berbagai pertanyaan. "Apa yang terjadi padanya?" pikirnya. 

Saat pelajaran dimulai, Elina mencoba untuk mendekati Demian. Dia ingin tahu apa yang membuatnya berubah. Namun, setiap kali Elina mencoba berbicara, Demian hanya menjawab sepatah dua patah kata dan terlihat menghindar.

Setelah sekolah, Elina memutuskan untuk menunggu Demian di luar kelas sambil membawa kue coklat di tangannya karna Demian sangat menyukai kue coklat. Ketika Demian keluar, Elina menghampirinya dengan hati-hati. "Demian, ada yang salah?" tanyanya dengan lembut sambil membawa kue coklat di tangan mungilnya.

Demian terdiam sejenak, tampak berjuang dengan pikirannya. Akhirnya, dia menghela napas dan berkata, "Maaf, Elina. Aku hanya... merasa tidak enak hari ini."

Elina merasakan ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar perasaan tidak enak. "Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, aku di sini untuk mendengarkan," tawarnya dengan tulus.

Demian menatap Elina, dan untuk pertama kalinya, dia terlihat sedikit lebih tenang. "Sebenarnya, aku merasa tertekan dengan banyak hal. Kadang-kadang, sulit untuk berbagi," ungkapnya.

Elina mengangguk, memahami bahwa setiap orang bisa mengalami masa-masa sulit. "Kita bisa melewatinya bersama. Ingat, kamu tidak sendirian, ohiya aku membuatkan ini untukmu" kataku, berusaha memberikan dukungan dan memberikan kue coklat yang ada ditanganku kepadanya.

Demian menatap kue itu sejenak, lalu sedikit tersenyum meski masih ada kesedihan di matanya. "Wow, terima kasih, Elina. Kue coklat favoritku," jawabnya pelan.

Elina merasa bahagia mendengar itu. "Aku harap ini bisa membuatmu merasa lebih baik. Apa kau mau mencobanya sekarang?" tanyanya, menawarkan potongan kue.

Demian mengangguk, dan saat Elina menyuapkan kue itu ke mulutnya, wajahnya terlihat sedikit lebih cerah. "Enak sekali! Kamu jago bikin kue," puji Demian, dan Elina merasakan hatinya berdebar.

Momen kecil itu membuat suasana di antara mereka menjadi lebih hangat. Elina merasa lega melihat Demian mulai membuka diri lagi. "Kalau kamu butuh teman untuk bicara, aku di sini," katanku dengan tulus.

Demian menatap Elina, dan untuk pertama kalinya, dia terlihat lebih tenang. "Aku tahu. Terima kasih, Elina. Kue ini benar-benar membantu," ujarnya, kali ini dengan senyum yang lebih tulus.

Elina merasa harapannya mulai tumbuh. Mungkin, dengan sedikit dukungan, Demian bisa kembali seperti dulu, dan siapa tahu, perasaan yang lebih dalam bisa terbangun di antara mereka.

Dengan perlahan, Demian mulai membuka diri. Mereka berbincang hingga senja di depan kelas, dan Elina merasa lega bisa membantu. Di dalam hati, Elina berharap bahwa setelah hari itu, Demian bisa kembali menjadi dirinya yang ceria dan, mungkin, membuka peluang bagi perasaan yang lebih dalam di antara mereka.

Melihat Elina yang sudah membuatkan kue coklat untuknya Demian tiba-tiba terpikir untuk mengajak Elina pulang bersama dan bibirnya tanpa sadar mengucapkan "Elina, mau pulang bareng tidak? Aku bisa antar," tawarnya dengan nada ceria, berusaha menunjukkan kepercayaan diri meski hatinya berdebar.

Elina terkejut sejenak, lalu senyum manis menghiasi wajahnya. "Boleh, Demian! Senang sekali," jawabnya, membuat hati Demian bergetar bahagia.

Perjalanan pulang mereka dimulai dengan obrolan ringan. Demian berusaha mencairkan suasana dengan mengajukan berbagai pertanyaan seperti. "Kamu ada rencana weekend ini?" tanyanya, sambil mengendarai motornya dengan Elina di gonceng di belakangnya.

"Belum ada sih. Mungkin cuma istirahat di rumah. Kenapa? Ada rencana seru?" Elina menjawab, matanya bersinar penasaran.

Demian berpikir sejenak, "Aku rencana akan nonton film baru. Mungkin kita bisa nonton bareng kalau kamu mau."

"Sounds fun! Aku suka film!" Elina terlihat antusias, dan Demian merasa senang bisa membuatnya bersemangat.

Mereka terus berbincang, saling bertukar cerita tentang hobi dan impian. Demian bercerita tentang kecintaannya pada musik dan bagaimana dia belajar bermain gitar. Elina, dengan penuh perhatian, membagikan kisah tentang idol favoritnya dan Kpop yang merupakan lagu favoritnya. Setiap tawa dan senyuman yang mereka bagi membuat keduanya semakin dekat.

Setelah beberapa saat motor yang dikendarai Demian tiba di rumah Elina. Saat berhenti, Elina menatap Demian dengan tulus. "Terima kasih sudah mengantar, Demian. Aku senang bisa pulang bareng," katanya lembut.

"Sama-sama, Elina. Senang bisa menghabiskan waktu denganmu dan Terima kasih untuk kue coklatnya aku sangat menyukainya" balas Demian, merasa hangat di dalam hati.

Elina tersenyum, namun ada sedikit keraguan di matanya. "Tapi jangan lupa hati-hati di jalan, ya," dia menambahkan, khawatir.

"Pastinya. Kamu juga, Elina! Jangan terlalu larut nonton drama koreanya, nanti bisa begadang," Demian menggoda, membuat Elina tertawa.

Setelah mengucapkan selamat tinggal, Demian melangkah pergi dengan perasaan penuh. Seketika, dia merasa dunia di sekitarnya lebih berwarna. Setiap langkah yang diambilnya terasa lebih ringan, dan senyum Elina terus terbayang di benaknya. 

Di sisi lain, Elina merasa bahagia dan bersemangat. Dia menutup pintu rumahnya sambil tersenyum lebar. Selama perjalanan pulang, dia tidak hanya merasa nyaman, tetapi juga merasakan ada sesuatu yang baru tumbuh di antara mereka. 

Saat Demian tiba di rumah, dia masih teringat momen-momen kecil yang mereka lalui. Hatinya berdebar-debar memikirkan Elina, dan perasaannya semakin kuat. Dia tahu bahwa pertemuan itu bukan hanya kebetulan; itu adalah awal dari sesuatu yang lebih dalam.

Malam itu, saat berbaring di tempat tidurnya, Demian tidak bisa berhenti memikirkan Elina. Dia menyadari bahwa dia sudah mulai merasakan ketertarikan yang lebih dari sekadar teman saling mengisengi. Elina adalah seseorang yang membuatnya merasa nyaman, dan dia ingin mengenalnya lebih jauh. 

Begitu pula dengan Elina, yang sebelum tidur, teringat akan senyuman Demian dan bagaimana obrolan mereka mengalir dengan begitu alami. Dia merasakan kehangatan yang belum pernah dia alami sebelumnya dan berharap bisa bertemu lagi segera.

Keduanya, tanpa menyadarinya, telah mengambil langkah pertama menuju sebuah hubungan yang mungkin akan mengubah hidup mereka selamanya. Momen kecil itu, yang dimulai dengan ajakan pulang bersama, telah menanamkan harapan dan impian baru di dalam hati masing-masing.