Saat Tyrell berpikir semuanya akan berjalan lancar, sebuah gerakan mencurigakan dari arah kanan menarik perhatiannya. Ia merasa seperti sedang diawasi, tetapi kali ini lebih dari sekadar perasaan biasa. "Arthur, ada sesuatu yang aneh. Sepertinya kita tidak sendirian di sini," katanya sambil menunjuk ke arah pohon raksasa yang menjulang tak jauh dari mereka.
Arthur menoleh ke arah yang ditunjuk Tyrell, namun tak sempat melihat apa-apa ketika Tyrell tiba-tiba menarik tangannya. "Kita harus pergi ke sana," desak Tyrell. Tanpa banyak bertanya, Arthur mengikuti langkahnya.
Mereka berlari melintasi padang terbuka, tetapi keberadaan mereka tidak luput dari perhatian. Suara gemerisik dari hutan mulai terdengar, dan beberapa bayangan kecil bermunculan di antara pepohonan.
Monster-monster itu keluar satu per satu. Arthur segera mengenali bentuk mereka, Goblin. Ukurannya kecil, namun jumlahnya banyak, dan senjata primitif di tangan mereka cukup untuk membuat siapa pun gentar. Mereka mengepung Tyrell dan Arthur dari segala arah.
"Tyrell, kita dikepung!" seru Arthur panik.
Namun Tyrell tampak tenang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu memandang Arthur dengan keyakinan penuh. "Serahkan ini padaku. Aku ingin mencoba sesuatu."
"Apa? Di tengah situasi seperti ini? Kita seharusnya melarikan diri!" protes Arthur.
"Percayalah padaku," jawab Tyrell singkat. Ia menarik Arthur untuk berdiri di belakangnya, sementara kedua tangannya mulai bergerak, membentuk pola yang seakan mengendalikan angin di sekitar mereka.
Tyrell memejamkan mata, mengingat kembali apa yang pernah ia alami di alam bawah sadarnya. Sejak kecil, ia memiliki kemampuan untuk menciptakan perisai angin, dan ia tahu bahwa perisai itu cukup kuat untuk menahan peluru dari pistol modern.
Namun kali ini, Tyrell ingin meningkatkan kemampuannya. Ia berusaha mempercepat pergerakan partikel angin, menciptakan perlindungan yang lebih kuat.
Perlahan, angin mulai berputar di sekitar mereka, menciptakan distorsi yang membuat udara di sekitar Tyrell dan Arthur bergetar. "Tetap diam di sini, Arthur. Pelindung ini akan menjaga kita," katanya dengan suara yang agak gemetar, antara gugup dan bersemangat.
Arthur hanya bisa terdiam, terkejut melihat apa yang dilakukan Tyrell. Ia menyaksikan bagaimana goblin-goblin yang mendekat langsung terhempas begitu menyentuh perisai angin itu.
Tubuh-tubuh mereka terpental dengan keras, beberapa bahkan terlempar hingga ke pepohonan terdekat. Suara tulang yang patah dan senjata yang terjatuh bergema di udara.
Seketika, suasana menjadi sunyi. Arthur memandangi tubuh goblin-goblin yang tergeletak tak berdaya, beberapa kehilangan anggota tubuhnya.
Tapi sebelum mereka sempat bernapas lega, suara langkah kaki mendekat dari arah lain. Kali ini bukan monster, melainkan empat orang manusia yang tampak seperti pemburu. Mereka memegang senjata dan mengenakan pakaian tempur ringan.
Salah satu dari mereka, seorang pria dengan rambut pendek berwarna hitam, berbicara dengan nada serius. "Kalian berdua, apa yang kalian lakukan di sini? Daerah ini terlalu berbahaya bagi orang-orang biasa."
Tyrell menurunkan perisai anginnya, tubuhnya sedikit gemetar akibat energi yang baru saja ia gunakan. "Kami tidak sengaja melewati daerah ini," jawabnya, berusaha terdengar tenang meskipun napasnya masih tersengal.
Pria itu memandang mereka dengan curiga. "Kalian sepertinya bukan orang biasa," katanya sambil melirik ke arah sisa-sisa goblin di sekeliling mereka.
Arthur yang sejak tadi diam akhirnya membuka mulut. "Kami hanya sedang mencari seseorang yang kami curigai sedang mengawasi kami dari balik pohon itu," jelasnya sambil menunjuk ke arah pohon raksasa yang terlihat di kejauhan.
Salah satu dari pemburu, seorang wanita dengan rambut pirang yang diikat ke belakang, mengangguk. "Kalau begitu, kita punya musuh yang sama. Kami sedang mengejar goblin-goblin ini, tapi jika ada seseorang yang bersembunyi di balik pohon itu, kami juga ingin tahu siapa dia."
Tyrell memandang mereka dengan tatapan serius. "Kalau begitu, mari kita cari tahu bersama."
Keempat pemburu itu saling bertukar pandang sejenak sebelum akhirnya mengangguk setuju. Tyrell, Arthur, dan kelompok pemburu itu mulai bergerak menuju pohon raksasa, meninggalkan lapang terbuka yang penuh dengan tubuh goblin yang berserakan. Di tengah perjalanan, Tyrell masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.
Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan kemampuan anginnya, sesuatu yang belum sepenuhnya ia pahami. Namun untuk saat ini, ia memilih untuk fokus pada tujuan mereka, mencari tahu siapa yang sedang mengawasi mereka.
Saat Arthur dan Tyrell berusaha bertahan dari serangan goblin di tengah lapangan terbuka tanpa perlindungan apa pun, situasi semakin memburuk. Goblin-goblin itu terus berdatangan dari segala arah, membuat mereka tidak punya banyak pilihan selain berpikir cepat.
Tyrell, yang mampu mengingat semua pengetahuan ilmiah dan magisnya dengan jelas, segera merenungkan sesuatu. Jika ia dapat mengendalikan atom dan partikel seperti oksigen, hidrogen, serta nitrogen, mungkinkah ia juga mampu memanipulasi cahaya?
Dengan cepat, Tyrell teringat akan partikel foton, komponen sub-atomik cahaya. Ia mencoba memecah atom ringan seperti oksigen untuk mencari foton di dalamnya, sebuah proses yang secara ilmiah hampir mustahi.
Tapi dengan kekuatan magisnya, ia bisa melakukannya. Dalam waktu kurang dari dua detik, ia berhasil mempelajari karakteristik foton dan mulai memanipulasinya. Tyrell menciptakan indeks bias negatif, membelokkan cahaya di sekitar mereka. Dengan ini, ia dan Arthur seolah-olah menghilang dari pandangan siapa pun.
Arthur, yang terkejut dengan apa yang terjadi, hanya bisa diam sambil mencoba memahami situasi. Tyrell meletakkan tangannya di mulut Arthur untuk memastikan ia tidak mengeluarkan suara. "Tetap diam. Kita tidak terlihat sekarang," bisik Tyrell pelan.
Dari tempat persembunyiannya, Tyrell memperhatikan empat orang manusia yang baru saja tiba di tempat itu. Salah satu dari mereka, seorang pria dengan jubah panjang dan tongkat di tangan, berbicara dengan nada bingung. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Semua goblin ini mati, tapi kita tidak melihat siapa yang melakukannya."
Seorang wanita muda yang berdiri di dekatnya menjawab dengan nada frustrasi, "Jika kau bertanya pada kami, kami pun tidak tahu. Apa kau kira kami melihat pelakunya?"
Pria ketiga, seorang ksatria berbadan besar yang mengenakan armor lengkap, mengamati medan di sekitarnya dengan tatapan tajam. "Seseorang baru saja menggunakan sihir angin di sini. Ini bukan pekerjaan sembarangan."
Keempat orang itu mulai bergerak, mengikuti jejak yang ditinggalkan Tyrell dan Arthur. Tyrell menyadari bahwa mereka semakin dekat dengan tempat persembunyian mereka. Ia berbisik pada Arthur, "Jika kita ketahuan, kau siap bertarung melawan mereka, bukan?"
Arthur, yang jantungnya berdebar kencang, mencoba menenangkan dirinya. "Aku siap... meskipun aku belum terlalu mahir menggunakan kekuatanku."
Tyrell tersenyum tipis. "Tapi kau ini juara internasional bela diri. Percayalah pada kemampuanmu."
Arthur terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Benar juga. Aku bisa melakukannya."
Namun, saat keempat orang itu hampir sampai di tempat mereka, salah satu dari mereka, seorang pria dengan penampilan seperti seorang penyihir tingkat tinggi, menghentikan langkahnya. "Tunggu. Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Pemimpin goblin itu… barang yang kita cari ada padanya."
Keempatnya segera berbalik arah dan mendekati tubuh besar pemimpin goblin yang tergeletak tak jauh dari sana. Salah satu dari mereka membuka tas yang dibawa oleh pemimpin goblin itu, mengeluarkan sebuah benda berbentuk seperti buku. Buku itu dihiasi dengan ornamen-ornamen kuno yang berkilauan, tampak sangat berharga dan misterius.
"Mereka membawa ini," ujar penyihir itu dengan nada puas. "Sekarang, tidak ada alasan untuk tetap di sini. Kita harus pergi sebelum sesuatu yang lain muncul."
Tyrell dan Arthur hanya bisa menghela napas lega. Keempat orang itu memutuskan untuk pergi, membawa buku misterius tersebut. Tyrell melonggarkan pelindung anginnya, memastikan situasi aman. "Sepertinya mereka sudah pergi. Aku tidak merasakan keberadaan siapa pun lagi," ucapnya.
Arthur akhirnya bisa bernapas dengan bebas. "Yang tadi itu benar-benar menegangkan. Aku pikir kita akan ketahuan."
Tyrell tersenyum kecil. "Benar. Kali ini kita benar-benar melewati pengalaman hidup dan mati."
Keduanya mulai melanjutkan perjalanan, berjalan menyusuri jalan setapak yang membawa mereka menjauh dari lokasi pertarungan tadi. Dalam perjalanan, Arthur mencoba memecah keheningan. "Tyrell, tadi kau mengatakan sesuatu tentang ingatan yang kembali saat kita melewati portal itu. Apa maksudmu?"
Tyrell terlihat termenung sejenak, lalu berkata, "Aku teringat sesuatu yang sangat penting. Rasanya seperti sebuah kenangan lama, tapi juga sesuatu yang baru. Aku merasa ada hubungan antara diriku, portal itu, dan dunia ini."
Arthur mengerutkan dahi. "Jadi… kau pikir ini semacam reinkarnasi?"
Tyrell menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu pasti. Tapi aku merasa harus mencari jawaban di dunia ini. Berbicara soal reinkarnasi, apa kau percaya bahwa kita punya kehidupan sebelumnya?"
Arthur berpikir sejenak, lalu berkata, "Mungkin saja. Kadang aku merasa ada semacam benang takdir yang menghubungkan kita ke dunia ini. Fenomena yang terjadi belakangan ini juga membuatku percaya bahwa ada lebih banyak hal daripada yang kita pahami."
Tyrell tersenyum samar. "Mungkin kau benar. Yang pasti, aku harus menemukan jawaban. Ingatanku mungkin kunci untuk memahami semua ini."
Keduanya terus berjalan, mencoba mencerna apa yang baru saja mereka alami. Tyrell yakin perjalanan mereka baru saja dimulai, dan dunia ini menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang bisa ia bayangkan.