Pupil Finnian menyempit menjadi belahan, mirip dengan milik ular, dan dengan keheningan yang menyeramkan, ia mencabut sepasang gunting dari dada penjaga, tanpa menunjukkan penyesalan atas apa yang telah ia lakukan.
Ia bangkit dari lantai dan berbalik menghadap Esme, cengkeramannya pada gunting semakin erat. Matanya yang dingin dan tak berperasaan menatap mata Esme, seolah-olah ia adalah orang asing, seseorang yang gagal ia kenali.
Esme berdiri terpaku, badai emosi menerpa dirinya – kebingungan, ketakutan dan ketidakpercayaan. Jelas bahwa ia berniat menyerangnya selanjutnya, dan dia tahu tak ada pelarian jika ia berhasil meraihnya. Namun, dia tidak bisa membawa dirinya untuk lari darinya.
Mata biru yang dulu berkilau dengan sukacita saat menatapnya kini kosong tanpa kehangatan, digantikan oleh nafsu buas. Ia menatapnya seolah dia adalah mangsa, korban yang tak berdaya yang darahnya ia nantikan untuk tumpah. Senyum sadis tiba-tiba membentuk bibir kecilnya, dan gunting itu diangkat.
