"Sudahkah Daniel pergi?" Ryan bertanya cemas saat seorang anggota staf lewat.
Terror memantul di wajah anggota staf itu, namun dengan mata tertunduk ke lantai, ia mengangguk. "Ya, dia baru saja pergi dengan barang-barangnya."
Rahang Ryan mengeras mendengar jawaban itu. Dia tahu dia telah meminta Daniel untuk pergi, tetapi dia tidak pernah berpikir Daniel akan menyetujuinya tanpa perlawanan.
Tanpa sepatah kata pun, Ryan kembali ke kantornya dan menutup pintu dengan keras. Suara itu membuat semua orang di luar terkejut tetapi tidak ada yang berani mengucapkan sepatah kata pun.
Di dalam kantor, Ryan terus berjalan mondar-mandir. Pikirannya saat itu adalah pusaran emosi yang lengkap — amarah, rasa bersalah, dan sedikit perasaan yang dia menolak untuk menyebutkan. Dia berhenti tiba-tiba, menatap layar yang menampilkan diskusi online tanpa henti yang terus-menerus menolak kemungkinan pertunangannya dengan Arwen.
