"Aku mencintaimu," bisik Sintia, suaranya masih menyimpan kelembutan kasih sayang.
Alis Lucian berkerut tak percaya.
"A-Apa?" ia berhasil berkata, nadanya turun hampir berbisik, matanya membesar seolah baru saja menerima kejutan terbesar yang bisa dibayangkan.
"Aku bilang—"
"Jangan." Ia mengangkat tangannya, menggelengkan kepala saat ketidakpercayaan melandanya. Dia jelas-jelas berbohong. Tak ada yang terasa nyata darinya. Sikap baiknya, senyumannya, bahkan kata-katanya—semuanya terasa seperti ilusi kejam. Sejenak, dia hampir terperdaya oleh aktingnya.
"Yang Mulia," Sintia melangkah lebih dekat, tinjunya menggenggam karena gugup. Apakah dia telah membuat kesalahan? Apakah dia salah? Apakah dia belum memiliki perasaan apa pun untuknya? Dia percaya bahwa di balik baju besinya, dia mulai merasakan sesuatu selain kebencian.