Di bawah langit kelabu Tokyo, Yoshi Ryotaro berdiri di tengah kerumunan penggemar yang memanggil namanya, wajahnya masih mencoba menyesuaikan diri dengan sorotan dunia yang mendadak tertuju padanya.
Di tempat lain, jauh di kota kecil di sebuah negara, Hikari Sachiko menatap layar ponselnya, melihat wajah Ryotaro untuk pertama kalinya—sebuah potret yang tanpa disadarinya akan mengubah hidupnya selamanya.
Dunia mereka terpisah ribuan mil, namun takdir sudah mulai menulis kisah yang akan mempertemukan mereka.
Ryotaro menghela napas panjang saat ia memasuki mobil hitam yang telah menantinya. Sorakan dan kilatan kamera masih membekas di telinganya, membuat kepalanya sedikit pening.
Popularitasnya meroket setelah perannya dalam drama terbaru, tetapi di balik layar, ia merasa kehilangan arah. Hidupnya yang dulu sederhana kini berubah menjadi panggung yang tak pernah mati lampu. Ia rindu akan sesuatu yang nyata, sesuatu yang tak dibuat-buat.
Sementara itu, di sudut kecil kamarnya, Sachiko menutup layar ponselnya dengan senyum tipis. Teman-temannya terus membicarakan Ryotaro, aktor muda yang sedang naik daun, tetapi baginya itu hanya sekadar hiburan setelah hari panjang di kantor. Ia tak pernah membayangkan hidupnya yang biasa-biasa saja akan bersinggungan dengan gemerlap dunia hiburan.
Namun, dunia ini penuh dengan kebetulan yang tak terduga. Sebuah kesempatan kecil, seperti angin yang membawa daun jatuh ke tempat yang tepat, akan membawa Sachiko pada kebahagiaan yang selalu ia impikan.
--
Siang itu, ponsel Keiko bergetar pelan di meja dapurnya yang beraroma harum kaldu miso. Dengan malas, ia meraih perangkat itu di tengah kesibukannya mencuci mangkuk. Namun, detik berikutnya, tangannya terhenti. Matanya melebar saat nama yang terpampang di layar membuat jantungnya melonjak tak karuan.
Akira membalas story-mu!
Sederhana, hanya empat kata, tetapi cukup untuk membuat Keiko terdiam di tempat. Seperti kilat, ia segera menghapus tangannya dengan kain lap dan membuka pesan tersebut. Akira. Sang Akira. Aktor muda Jepang yang karismanya bisa membuat satu negara tergila-gila, dan diam-diam, Keiko juga salah satu di antara penggemarnya.
"Keiko, aku bisa mati!" teriak Sachiko, suaranya menggetarkan ponsel di speaker ketika Keiko akhirnya menghubunginya dengan napas terengah-engah.
"Astaga, Sachiko! Dia benar-benar membalas story-ku! A-K-I-R-A!" Keiko hampir kehilangan kata-kata, sementara Sachiko di seberang telepon tidak kalah heboh.
"APA?!" Sachiko langsung bangkit, ponselnya nyaris terjatuh dari tangannya. Sebagai penggemar berat dunia hiburan Jepang, kabar itu sama mengejutkannya dengan memenangkan undian perjalanan ke Tokyo.
"Sungguhan?? Kei, Ini takdir! Jika Akira bisa membalas story-mu, siapa tahu Ryotaro suatu hari nanti akan notice aku juga!"
Ryotaro. Nama itu menyulut semangat baru dalam percakapan mereka. Sachiko, gadis kantoran biasa dari sebuah negara lain, tak pernah menyangka hidupnya bisa terasa lebih berwarna hanya karena seseorang seperti Ryotaro. Seorang aktor muda Jepang yang sedang naik daun, dengan senyum memikat dan pesona yang memancarkan kehangatan dari layar kaca.
Malam itu, di tengah gelak tawa dan obrolan tanpa henti, mereka tak pernah menyangka bahwa pesan sederhana dari Akira akan menjadi awal dari serangkaian peristiwa yang menghubungkan kehidupan mereka dengan cara yang tak terduga.
-
Setelah pesan pertama yang dikirimkan Akira, Keiko dan Sachiko terus membicarakannya, tak henti-hentinya membahas kemungkinan-kemungkinan yang ada. Namun, kejutan tak berhenti di situ, karena Kazuki, lawan main Akira dalam proyek terbaru mereka, juga mengirim pesan kepada Keiko. Pesan tersebut membawa keajaiban baru bagi mereka, sebuah tanda bahwa dunia yang mereka kenal kini semakin terhubung dalam cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Keiko merasa bingung, namun juga tak bisa menahan kegembiraannya. Pesan dari Kazuki, yang selama ini hanya bisa dilihatnya di layar televisi, kini terasa begitu nyata. Keiko dan Sachiko saling bertukar pandang, seolah tak percaya dengan kenyataan yang terjadi di depan mata mereka. "Ini terlalu bagus untuk jadi kenyataan," kata Keiko, hampir berbisik. Sachiko hanya bisa tersenyum, memahami perasaan temannya yang sedang dibanjiri oleh kebahagiaan dan kecemasan sekaligus.
Malam itu, di kamar kecilnya yang penuh dengan poster Ryotaro, Sachiko duduk sambil menggenggam ponselnya erat-erat. Ia merasa jantungnya berdegup kencang, hampir seperti sedang menonton adegan klimaks drama favoritnya.
"Jadi, Kei, kamu benar-benar akan menyampaikan salamku pada Ryochan melalui Akira?" tanyanya dengan nada tak percaya, tapi matanya bersinar penuh harap.
Keiko tertawa kecil dari seberang telepon. "Iya, iya. Aku akan bilang. Tapi jangan berharap dia langsung membalas, ya? Aku juga tidak tau dia akan peduli atau tidak."
Sachiko tersenyum, menatap poster besar Ryotaro di dindingnya. "Tidak apa-apa. Jika dia tau ada penggemar dari negara yang jauh, itu udah lebih dari cukup untukku."
Keiko hanya menghela napas sambil memutar matanya. Namun, di balik sikapnya yang santai, ia merasa sedikit gugup. Bagaimana jika Ryotaro benar-benar merespons?
Beberapa jam kemudian, Keiko akhirnya memberanikan diri mengirim pesan pada Akira, mengawali percakapan dengan lelucon ringan sebelum menyelipkan pesan tersebut.
"Ngomong-ngomong, salah satu sahabatku, Sachiko, penggemar beratnya Ryotaro. Jika ada kesempatan, sampaikan salam, ya? Dia akan histeris jika tahu aku menyampaikan ini padamu!"
Tidak butuh waktu lama, balasan Akira masuk, membuat Keiko nyaris menjatuhkan ponselnya.
"Oh, sahabatmu juga penggemarnya? Aku akan sampaikan pada Ryotaro. Dia pasti senang mendengarnya. Jika kamu memiliki pesan lain, katakan saja!"
Keiko membaca pesan itu berulang kali, senyumnya melebar. Tanpa sadar, ia menjerit kecil, membuat beberapa pelanggan restoran tempatnya bekerja menoleh.
Ketika ia memberi tahu Sachiko tentang respons Akira, teriakan lain menggema dari ujung telepon. "Keiko, aku tidak percaya ini! Akira benar-benar mau menyampaikan salamku pada Ryotaro? Ini seperti mimpi!"
Namun, baik Keiko maupun Sachiko tak menyangka bahwa salam sederhana itu akan membuka pintu menuju sesuatu yang lebih besar. Bagi Ryotaro, pesan itu datang di waktu yang tepat—di tengah kesepiannya sebagai aktor muda yang terus dikejar popularitas. Dan bagi Sachiko, itu adalah awal dari pertemuan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Keesokan harinya, Ryotaro sedang duduk di ruang tunggu studio setelah sesi pemotretan yang melelahkan. Ia membolak-balik ponselnya tanpa minat, hingga sebuah notifikasi masuk dari Akira.
"Hei, Ryochan. Aku baru mendapat pesan dari seorang teman dari negara tetangga. Ternyata dia memiliki sahabat yang sangat menyukaimu. Namanya Sachiko. Dia mengatakan Sachiko mengirim salam, dan dia akan histeris jika tahu aku benar-benar menyampaikan ini padamu."
Ryotaro tersenyum kecil membaca pesan itu. Negara tetangga, ya. Sebuah negara yang tak pernah ia kunjungi, namun belakangan semakin sering ia dengar dari penggemarnya. Membayangkan seseorang di tempat yang jauh menyebut namanya dengan penuh semangat, entah kenapa membuat hatinya hangat.
Ia mengetik balasan singkat. "Terima kasih sudah memberitahu ku, Akira. Jika ada waktu, aku ingin tahu lebih banyak tentang dia."
Akira, yang sedang bersantai di apartemen bersama Kazuki, terkekeh membaca balasan Ryotaro. "Sepertinya Ryotaro tertarik, Kazuki," katanya, melirik pasangannya yang sedang sibuk memberikan makan kucing Akira .
Kazuki mengangkat alis. "Tertarik dengan siapa? Penggemar dari negara itu?"
"Entahlah," jawab Akira sambil tersenyum penuh arti. "Tapi aku rasa ini akan jadi cerita menarik."
Disisi dunia lain, Sachiko terus menggoda Keiko untuk mengecek pesan balasan dari Akira. "Kei, bagaimana? Dia sudah menyampaikan pada Ryotaro belum? Aduh, aku deg-degan banget, nih!"
Keiko mendesah. "Sachi, sabar. Akira itu sibuk. Lagipula, aku sudah mengirim pesan. Jika ada balasan, aku pasti akan memberitahumu."
Namun, dalam hati, Keiko sebenarnya juga penasaran. Ia membuka aplikasinya dan mendapati pesan baru dari Akira. Dengan cepat, ia membacanya.
"Sudah aku sampaikan pada Ryotaro. Dia mengatakan terima kasih. Mungkin lain kali dia akan mengirim pesan, siapa tahu? :)"
Keiko menutup mulutnya, nyaris menjerit. "Sacchi!" panggilnya dengan nada penuh antusias.
"Apa? Apa?!" Sachiko nyaris menjatuhkan ponselnya.
"Ryotaro menjawab salammu!"
Sachiko terdiam sejenak sebelum akhirnya meledak dalam teriakan bahagia. "Astaga! Keiko! Ini serius? Aku tidak percaya ini!"
Di saat yang sama, jauh di Tokyo, Ryotaro menatap jendela studionya, memikirkan nama Sachiko. Entah kenapa, ia merasa ingin tahu seperti apa gadis yang begitu menghargainya dari kejauhan. Dan mungkin, itu adalah awal dari sesuatu yang lebih dari sekadar rasa ingin tahu.