Hari itu, kelas XII-1 IPA lagi-lagi diserbu oleh pelajaran Matematika, yang biasanya jadi momok buat sebagian besar siswa. Terutama Axkis, yang selalu mencari cara untuk mengalihkan perhatian dari tugas-tugas yang memberatkan.
"Baiklah, anak-anak, kita mulai bab baru tentang gerak parabola. Kalian harus fokus, ya!" ucap Bu Jasmin, guru muda yang baru setahun mengajar di SMA Bintang Nusantara, dengan semangat. Bu Jasmin terkenal dengan suara cerianya yang selalu berusaha menghidupkan suasana, tapi kadang malah jadi bahan tawa anak-anak.
"Gerak parabola? Gerak hatiku yang melengkung karena lapar, Bu!" Axkis langsung menyelipkan komentar itu, sambil menguap lebar dan melirik jam. "Aduh, istirahatnya jam berapa sih, Bu?"
"Tapi Kis, baru juga pelajaran dimulai. Mana bisa langsung istirahat?" Dina, yang duduk di samping Axkis, membalas dengan tawa kecil.
"Gerak parabola, ya, berarti harus melengkung, dong. Kalau hatiku, melengkung ke arah perut yang kelaparan!" Axkis berseru dengan semangat, meski di dalam hatinya sudah mulai berontak karena rasa lapar yang tak tertahankan.
"Ya, ya, lo emang selalu bisa bikin kelas ini jadi lebih rame." Dina, gadis berkacamata yang dikenal pintar dan kadang suka agak serius, menggelengkan kepala sambil tersenyum lebar.
Di samping Axkis, Tari, teman lainnya, cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil mencoba untuk tetap fokus. Tapi susah banget kalau Axkis lagi ngomong.
"Woy, Kis, perut lo kayaknya bunyi lebih kencang dari suara Bu Jasmin, deh!" Dina akhirnya nggak tahan dan menertawakan Axkis, sambil mencolek bahunya pelan.
"Heh, lo nggak denger, perut lo juga ikut konser sama perut gue? Mau gue bawa mic dan nyanyiin lagunya langsung di depan kelas?" jawab Axkis dengan ekspresi super serius, seakan-akan dia adalah penyanyi rock yang siap tampil di panggung.
Kelas yang tadinya sunyi seketika meledak dengan tawa. Bu Jasmin, yang masih berusaha menjelaskan materi tentang gerak parabola, nyaris kehilangan konsentrasi. "Aduh, kalian ini, ya… udah, yuk fokus, jangan ngebanyol terus," kata Bu Jasmin dengan cemberut kecil, namun suaranya tetap terdengar ceria.
"Ssst! Jangan ribut. Lo tuh lebih cocok jadi MC acara lawak daripada anak IPA, Kis!" Dina menambah candaannya sambil melempar bola kertas kecil ke arah Axkis.
Axkis langsung nangkep bola itu dengan refleks, berdiri dengan gaya cool, dan kemudian menunjuk ke arah Dina sambil berkata, "Woy, kutu kampret! Lo kira gue nggak bisa balas ya? Coba gue balikin nih bola kertas ke lo!"
Dengan wajah penuh percaya diri, Axkis langsung melempar bola kertas itu, tapi alih-alih mengenai Dina, bola itu malah melayang dan PLAK! langsung kena kepala Bu Jasmin!
"AXKIS!!!" Bu Jasmin langsung menatap tajam ke arah Axkis, matanya hampir melotot. "Ini kelas atau sirkus? Kamu pikir kelas ini tempat main-main?"
"Hehe… maaf, Bu, itu bola kertasnya lompat sendiri… mungkin efek gerak parabola, Bu!" jawab Axkis dengan wajah polos, berusaha terlihat tidak bersalah.
Sekeliling kelas langsung pecah dengan tawa yang makin keras. Bu Jasmin, yang sudah mulai kehabisan kesabaran, cuma bisa menghela napas panjang. "Axkis, satu kata lagi, saya suruh kamu maju ke depan dan menggambar gerak parabola di papan!"
Axkis langsung melirik ke Tari dengan panik. "Gila, kalau gue maju, gerak parabola gue bakal berubah jadi zig-zag, takut kena omel!" katanya pelan.
Tari tertawa kecil, menahan geli. "Berani banget lo tadi ngelawan Bu Jasmin. Tapi kepala lo masih aman, kan?"
Axkis menepuk kepalanya yang terasa berat, "Aman sih, kepala gue. Tapi harga diri gue udah melengkung kayak grafik sumbu Y!"
"Ah, lo sih! Makanya jangan asal ngomong!" Dina menimpali dengan senyum nakal. Tak lama kemudian, bola kertas kembali terbang dari arah Dina dan... KERRR! Ngena banget di rambut Axkis.
"Eh, rambut lo ada bonus, tuh! Kertas bekas ujian remedial gue," kata Dina dengan tawa yang nggak bisa dibendung, sambil menunjuk ke arah rambut Axkis yang kini penuh dengan bola kertas.
Axkis langsung berdiri dengan ekspresi dramatis. "Oke! Ini udah keterlaluan! Gue bakal balas dendam!" ujarnya, memegangi dadanya dan berakting seperti pahlawan yang siap bertarung.
"AXKIS!!!" Bu Jasmin teriak, kali ini lebih keras dan penuh emosi.
"Iya, Bu, saya diam sekarang… Tapi mereka yang mulai duluan!" jawab Axkis sambil menunduk malu, walaupun sebenarnya dia masih menahan tawa.
"Kalau kamu nggak mau ikut gerak parabola keluar kelas, lebih baik kamu diem!" Bu Jasmin ucapkan dengan nada lebih lembut, tapi tetap penuh dengan tekanan.
"Eh, Bu, gerak parabola itu melengkung, jadi masa gue harus keluar sambil lompat-lompat gitu?" jawab Axkis sambil mencoba melucu lagi, melihat kesempatan untuk membuat kelas tertawa lagi.
Seluruh kelas langsung pecah dengan gelak tawa, sementara Bu Jasmin cuma bisa menggelengkan kepala, menyerah untuk menertibkan kelas. "Ya ampun, Axkis... gue nyerah deh," gumam Bu Jasmin, sambil menatap langit-langit kelas, berusaha sabar.
---
Setelah Kelas Selesai:
Begitu bel berbunyi dan kelas selesai, Axkis langsung keluar dengan langkah cepat, mengomel panjang lebar ke teman-temannya di luar kelas.
"Lo semua parah banget! Gue udah kayak badut sirkus di kelas tadi! Udah gitu, gue jadi target utama Bu Jasmin! Huh!" Axkis ngeluh, matanya melotot penuh frustrasi. "Kenapa gue selalu jadi sasaran empuk? Kan gue udah berusaha nggak nyenggol orang, tapi tetep aja kejadian."
Tari, yang udah biasa dengan kelakuan Axkis, cuma tertawa pelan. "Tapi lo hebat, Kis. Berkat lo, kelas tadi nggak ngebosenin sama sekali. Kita semua pada ngakak!" ucapnya, sambil ngelus pundak Axkis pelan.
Axkis cemberut sebentar, lalu tersenyum kecil. "Ya sudahlah, mungkin emang bakat gue bikin kelas lebih hidup. Tapi besok, lo yang maju kalau Bu Jasmin ngamuk, ya!" jawabnya, berusaha tegar meski masih ada rasa malu di hati.
"Oke, deal! Tapi gue nggak janji, Kis," Dina menjawab, suara setengah bercanda, sambil mengangkat tangan tanda janji.
Axkis mendesah pelan, "Ya udah, gue bakal jadi pahlawan kelas lagi. Tapi abis ini, traktir gue bakso, atau lo gue jadikan grafik parabola beneran!" katanya dengan nada serius, padahal di dalam hatinya udah kepikiran kalau ini bakal jadi momen lucu selanjutnya.
Dina dan Tari saling pandang, lalu serentak berkata, "Deal!" dengan senyum lebar. Mereka berdua nggak bisa menahan tawa setelah mendengar kalimat Axkis itu.
---
Hari itu, meskipun pelajaran Matematika berjalan penuh dengan tawa dan chaos, nggak ada yang bisa menyangkal kalau Axkis benar-benar sukses membuat kelas menjadi lebih hidup. Tidak hanya karena kelakuannya yang konyol, tapi juga karena sikapnya yang selalu bisa membuat teman-temannya tertawa meski dalam situasi apapun.
"Eh, Kis, abis ini lo beneran traktir kita, ya?" tanya Tari sambil mengedipkan mata.
"Tunggu dulu, ini masih bisa jadi bahan perundingan. Tapi kalau kalian nggak mau bayar, berarti kalian harus siap jadi bagian dari grafik parabola gue!" jawab Axkis sambil menggoyangkan jari di udara dengan ekspresi penuh kemenangan.
Semua orang tertawa, dan seolah-olah dunia jadi lebih cerah karena kebersamaan mereka yang penuh canda tawa .