*•.¸♡ HAPPY READING ♡¸.•*
Di suatu tempat yang merupakan parkiran terbengkalai, sebuah mobil masuk dan langsung menyembunyikan keberadaanya karena banyak orang-orang bertubuh besar dan juga berseragam rapi yang kini mengejarnya
"Oh no!. We lost him!."
"Look again or master will kill us!"
Pria yang bersembunyi itu menghela nafas lega saat para bodyguard itu berpencar dan meninggalkan parkiran. Merasa sudah aman dia berniat untuk pergi tapi mobilnya sama sekali tidak mau menyala
Sampai dia mendongak dan terkejut melihat seorang pria berambut putih yang memakai kacamata dengan sebuah keris di tangannya
"There you are, coward."
Pria itu menjerit panik, dengan keputusasaan dia segera keluar dari mobil yang tidak mau menyala. Tapi ketika sudah hampir berhasil keluar dari tempat parkiran, para bodyguard itu sudah mengepung sehingga ia tak bisa melarikan diri lagi
Hingga terdengar suara pria berambut putih tadi yang berlari dan...
SRAKK
"Argh!"
Tes... Tes...
Pria itu muntah darah dan mencoba memegang perutnya yang semakin berdarah, hingga akhirnya dia tak sanggup lagi dan ambruk. Terakhir yang ia lihat adalah pria berambut putih tadi membersihkan darah di kerisnya dengan wajah santai dan para bodyguard yang menertawakan kematiannya yang menyedihkan
"Poor man. Hey you!. Take him and finish as planned."
"Yes sir!"
Sebuah telpon berdering dan pria itu mengangkatnya selagi anak-anak buahnya menyelesaikan masalah
"Saya sudah selesai disini dan akan segera kembali sekarang."
Mobil-mobil itu segera keluar dari tempat parkiran terbengkalai dan melintas di jalan yang sepi, karena sekarang sudah tengah malam dan semua orang tertidur
Lambat laun akhirnya mereka sudah sampai di sebuah kantor paling tinggi di London. Para bodyguard masuk lewat bawah tanah sementara pria berambut putih tadi lewat jalan biasa, ketika sampai di lantai paling atas dia bertemu dengan seorang pria yang wajahnya tidak terlalu kelihatan karena minimnya cahaya
"Malam tuan."
"Kau menyelesaikan tugasmu dengan baik?. Pak Adrian."
Adrian Gallagher, salah satu wakil direktur utama di KB. Melihat nama belakangnya saja sudah tahu kalau dia merupakan ayah dari Benjamin Gallagher
"Iya tuan muda. Orang yang main-main dan mengkhianati anda tentunya harus diberi pelajaran." Adrian sama sekali tak berani mengangkat kepalanya ketika pria bernama Liam Arkatama itu meliriknya tajam
"Kalau begitu ku harap kau tak melakukannya pada KB maupun perusahaan ku juga."
"Tentu saja tuan muda." Liam melirik dan mengangkat tangannya bermaksud mengusir
Adrian yang paham itu membungkuk kemudian keluar dengan wajah datar. Dia segera pergi dari sana dan masuk ke mansionnya
"Akh memuakkan!"
Para pembantu dan pelayan disana menunduk takut sambil membersihkan barang-barang yang dilempar Adrian
"Dasar anak muda, dia dan ayahnya sama saja!. Lihat saja, aku tak akan diam karena sudah berani menganggapku rendah!"
~•~
Dua hari sebelum keluar dari rumah sakit...
"Lya, malam ini ibu gak bisa nemenin kamu dulu gapapa kan?. Keponakan ibu gak mau ditinggal sendiri soalnya." Alis kiri Lya terangkat
"Keponakan atau anak?"
"Keponakan. Kamu tau lah ibu paling kurang beruntung soal cari jodoh. Betulan gapapa kan?" Lya mengangguk dan memperhatikan wanita itu yang meninggalkan ruangannya
'Lagipula aku gak pernah minta ditemenin sih'
Lya mengangkat pundaknya kemudian berbaring sambil memainkan handphonenya. Suara notifikasi muncul tiba-tiba
"Apa ini?" Lya membaca pesan itu dan terkejut sampai terduduk
"Kakak mengirimkan uang?. Bagaimana dia tau aku disini?"
Lya menengok ke arah pintu saat ada seseorang yang mengintip dari arah jendela tapi ketika mereka bertatapan sekilas orang itu langsung kabur
Tak tinggal diam, Lya melompat turun dan melepas paksa infus di tangannya. Dia berlari keluar dan menemukan orang itu yang panik menekan tombol lift dengan cepat
Rumah sakit itu punya tangga tapi hanya akan dibuka ketika diperlukan dan menjadikan lift sebagai sarana naik dan turun
"Hey!" Lya menarik kerah belakang orang itu tanpa peduli orang-orang yang kini terkejut dengan mereka
"Siapa kau?. Jawab!"
"A-aku hanya mengantar paket!" Laki-laki itu menunjuk sebuah kotak yang ia taruh di depan kamar inap Lya
"Kalau begitu kenapa kau langsung lari begitu?. Kurir juga habis mengantar paket paling tidak memastikan paketnya sampai di tangan yang memesan kan?" Laki-laki itu menelan ludahnya merasa terpojokkan
"Hentikan, kau membuat adikku takut." Lya melirik tajam laki-laki lainnya yang datang. Si kurir tadi melepaskan tangan Lya dan berlari ke belakang kakaknya
"Apa sih, aku benci kejutan. Kalau kau mau berkelahi denganku, ayo."
Laki-laki itu tersenyum dan menatap sekeliling dimana banyak orang yang memperhatikan mereka. Akhirnya dia berhasil membujuk Lya untuk duduk di kursi lobi
"Pertama-tama aku Sandi Rajendra dan ini adikku Andreas Rajendra. Kau Lilyana Maharani kan?. Kenapa menyembunyikan nama keluargamu?"
Lya terbelalak dan menarik kerah baju Sandi dengan wajah marah
"Siapa lo bangsat?" Sandi tersenyum dan melepas tangan Lya
"Kami orang yang dikirim kakakmu, Galileo Maharaja Arsaloka."
~•~
"Permisi."
Semua perempuan yang berada di kelas saat itu menengok
"Eh?. Cari siapa ya kak?" tanya Echa
"A-anu-."
"Oh Arga!" Sang empunya nama terkejut dan menengok pada Nathan yang mendekat dengan senyum lebar. Tapi kehadirannya justru membuat Arga takut dan langsung kabur dari sana
"Eh dia kenapa?" Echa dkk mengangkat pundaknya tak tahu menahu
"Kakak sendiri kesini ngapain?"
"Oh aku mau ketemu Lya, soalnya aku udah janji mau ngajarin dia di perpus pas jam istirahat. Mana dia?"
"Lho dia udah nunggu di perpus duluan tuh dari tadi," kata Echa membuat Nathan cengo tapi sedetik kemudian langsung berlari pergi
"Aneh ya, anak yang berkelahi dengan brutal di kelas kita bahkan lebih berbahaya dari gengnya Austin tapi saat ini malah belajar." Echa melirik dan tersenyum
"Ketua kelas, kau dekat dengannya kan?
"Hm?. Kalau aku sih tentu saja menganggapnya sebagai teman dan dekat. Tapi kalau menurutnya ... mungkin dia berpikir wajar kalau aku perhatian karena jadi ketua kelas."
Semuanya saling tatap menyadari Echa yang menunduk sendu, mereka semua kemudian memeluk ketua kelas mereka itu
Tak terasa jam matkul selesai. Echa menunduk sedih saat Lya langsung keluar kelas begitu saja padahal awalnya dia mau pulang bersama
'Kamu gak boleh takut begini Echa!. Dia itu kan temanmu!'
Echa menguatkan tekadnya kemudian mengambil tas dan segera berlari keluar tepat ketika Lya menuruni tangga
"Lya!" Sang empunya nama menengok datar
"Kenapa?"
"Gak kok hehe, kita keluar bareng ya."
Lya menatap bingung tapi kemudian membiarkan, ketika keluar rupanya kota mereka sedang dilanda hujan deras. Karena tak ada topik yang dibahas, Echa menawarkan makanan dan juga barang yang ia jual di toko online
"Yang ungu lucu." Mendengar itu mata Echa berbinar dan memperlihatkan seluruh gantungan boneka yang ia jual
"Mukanya juga beda-beda lho!. Kamu bisa taruh nama kamu disitu, oh ya aku ada harga teman kalau kamu mau hehe." Lya tersenyum kecil melihat Echa yang mencoba berbaur dengannya berbeda dengan teman-teman lain dikelas
Lambat laun karena Echa yang terus memulai pembicaraan, tak terasa hujan mulai mereda. Mereka berdua segera meninggalkan kampus
Tak disangka rumah Echa dan tempat les Lya berada di satu komplek yang sama dan harus melewati bawah jembatan terlebih dahulu. Lya tiba-tiba berhenti mengejutkan Echa
"Ohh ini ya. Cewek mata empat yang berani banget mau nguasain kampus kita."
T͇O͇ ͇B͇E͇ ͇C͇O͇N͇T͇I͇N͇U͇E͇>͇>͇>͇
~••Sneak Peek••~
"Kalau gue kesana juga gak ngerubah apa-apa kan?. Dan lagi, bukan Lya yang dalam bahaya. Tapi mereka."
ENJOYYY(~ ̄³ ̄)~