Karina menatap lelaki yang ada di depannya dengan tatapan tak kalah tajam dengan lelaki itu.
"Apa lo?"
Setelah adu tatapan yang berujung kekalahan...
Yah, bisa ditebak Kerina lah yang kalah, sampai-sampai Kerina bertanya dalam hatinya, "Nih orang nggak sakit apa natap gitu terus?"
"Merinding juga lama-lama dekat orang aneh. Ih, tatapannya kayak mau bunuh gue aja. Lebih baik gue cepat-cepat kabur dari sini."
Belum sempat selangkah pun Kerina melangkahkan kakinya untuk pergi, tangannya sudah dicegat oleh lelaki yang ada di depannya.
"Lepas nggak."
"Xaviar," bisik Xaviar tepat di telinga Kerina. Dari jauh, mereka tampak seperti sedang berciuman.
Setelah itu, Xaviar pergi dari sana dengan senyum miringnya.
Kerina masih terpaku di tempat, karena ini pertama kalinya dia berada dekat dengan laki-laki lain dengan jarak setipis itu. Bahkan deru napasnya terasa menggelitik lehernya.
Kerina belum sadar dari kekagetannya sebelum ada yang menepuk punggungnya.
"Ke, ngapain diam aja?" tanya Karina pura-pura tidak tahu.
Karina melihat semua kejadian itu, dari mobil ayahnya masuk ke pekarangan sekolah sampai kejadian yang mungkin membuat banyak orang mengira mereka berciuman. Namun, jika diperhatikan lagi, mereka hanya berbicara sedikit intim.
"Kakak... Ah, udahlah. Antar Keke ke tempat kapsek."
"Keke kelas unggul, kalau Kakak di kelas paling receh."
"Oh yaudah, antar Keke ke kelas. Jangan banyak tanya, Keke lagi kesal."
Karina hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Kerina, kembarannya.
Jika orang melihat Karina dan Kerina, dipastikan mereka hanya mengira bahwa mereka adalah teman dekat. Mereka kembar tidak identik. Malahan, Kerina lebih sempurna dari Karina. Kerina lebih cantik, imut, polos, bahkan sangat pintar dan jenius. Sedangkan Karina hanya seperti limpahan rengginang saja—wajahnya saja seperti antagonis. Wajahnya juga nggak ada yang bisa dibanggakan. Prestasi? Nggak ada. Karina hanya hebat dalam bidang olahraga saja. Cita-citanya pun nggak tentu, karena Karina tidak memiliki bakat apa pun selain olahraga.
Dengan wajah "antagonis" Karina, dia sering dituduh bersalah jika ada masalah atau berantem, baik di lingkungan keluarganya maupun sekolah.
Bahkan dengan wajahnya ini, Karina belum punya teman. Beda lagi jika itu Kerina, buah... Banyak banget, malah teman-temannya sampai berlebihan.
Karina berharap di sekolah barunya tidak ada lagi konflik yang terjadi, atau orang-orang yang menuduhnya dan mengadu domba dengan kembarannya.
Seperti saat ini, Karina bisa mendengar hujatan-hujatan para "netizen" yang tidak menyenangkan di telinganya.
"Is, caper banget tuh."
"Lihat tuh, dari wajahnya aja kelihatan niat jahatnya."
"Iya... Antagonis tuh."
"Jangan temenan sama tuh orang deh, nanti kita cuma dimanfaatin doang."
Yap, begitulah beberapa hujatan yang diberikan para netizen. Sebenarnya, Karina ingin berteriak, "Emang apa urusan sama lo-lo pada? Malahan ogah gue temenan sama mulut-mulut cabe!" Namun, diurungkan karena mood-nya lagi hancur dan juga malas.
Hanya bisa bersabar menunggu azab yang akan diberikan untuk para netizen yang hanya bisa berkata menuduh dan menjelekkan tanpa bukti.
"Oh, ya, Ke. Ini kelas Keke. Kalau gitu, Kakak ke kelas Kakak dulu, ya," pamit Karina tanpa menunggu balasan Kerina.
Karina harus berjalan lebih jauh untuk sampai ke kelasnya, karena kelasnya berada di paling ujung, dekat taman belakang sekolah. Intinya, kelasnya berada di pelosok-pelosok. Tidak ada yang akan datang ke sana jika bukan anak kelas itu.
Bagaimana Karina tahu? Jawabannya, Karina sudah melihat denah sekolah.
Karina menatap pintu kelasnya yang tertutup.
"Tok... Tok..."
Tidak ada jawaban. Dengan ragu-ragu, Karina membuka pintu itu.
Dan ternyata...
"APA APAAN INI..." teriak Karina saking terkejutnya dengan bentuk kelas yang seperti kapal pecah, bahkan melebihi gudang.
Lihatlah kursi dan bangku berserakan tak menentu, bahkan ada yang patah. Papan tulis bolong-bolong sudah sangat mirip dengan keranjang. Dinding banyak coretan yang sangat acak-acakan. Ditambah banyak puntung rokok yang berserakan di lantai. Udara pun sudah sangat tercemar dengan bau rokok.
Karina hanya bisa terdiam melihat keadaan kelasnya yang sungguh mengerikan.
Karina tidak menyangka di sekolah ternama ada kelas seperti ini. Sungguh di luar nalar.
" Puk... "
" Santai aja lihatnya kawan "
Karina menoleh kesamping, menatap lelaki yang menepuk pundaknya dan merangkul pundaknya.
" Iya jangan horor gitu... Ini ruangan sebagai markas sementara kita saat di sekolah kawan "
" Ayo masuk, kita perkenalkan kelas yang sangat luar biasa "
" Lo sebagai penghuni baru kelas ini, gue dan kita semua ucapkan selamat datang.... "
Karina masih loading... Tidak tahu harus berkata apa.... Membiarkan dirinya di seret masuk ke kelas yang sangat luar biasa yang baru pertama kali di lihatnya.
" Selamat datang..... "
" Nama lo siapa? "
" Hah... Gue... " tanya Karina yang masih loading dengan keadaan.
" Iya kawan, udah jangan kaget gitu wajahnya..... "
" Ah... Maaf hehehe "
Karina menjawab dengan kikuk, merasa malu dengan ekspresi yang di keluarkannya.
" Nama lo siapa? "
" Karina Zain"
" Oh lo dari keluarga Zain "
" Iya " jawab Karina masih kikuk, karena di tatap para lelaki yang ada sekitar 6 orang.
" Perkenalkan nama gue Galaksi "
" Gue Fino "
" Cakra "
" Gue Nino panggil Babe aja "
" Gue Kelvin anak bapak sama emak "
" Gue Jildan pacarnya Nisa Sabyan "
" SALKEN " ucap Karina dengan senyum canggungnya.
" Oh ya ini beneran kelas Xl.11! " tanya Karina masih tidak yakin.
" Ini memang kelas kita , bukan gudang "
" Ah... Bukan itu maksudnya, emang guru nggak marah apa lihat keadaan kelas modelan gini !"
" Enggak kawan, guru pernah masuk ke kelas ini hanya sekali setelah itu meraka hanya makan gaji buta " jawab Jildan dengan wajah santainya.
Karina melotot mendengar perkataan Jildan, sekali lagi Karina di buat shock.
" Terus berapa orang anak murid kelas ini!?"
" Kita aja kawan dan lo murid perempuan pertama yang masuk kelas ini kawan " jawab Kelvin dan lagi - lagi merangkul pundak Karina.
" Hah... Beneran.... "
Karina melotot tidak percaya, gimana hidup sekolahnya jika seperti ini.
" Udahlah kawan dari tadi melotot mulu, yok kita - kita ajak lo ke surganya sekolah " ajak Galaksi dengan merangkul Karina.
"Ih nggak usah rangkul -rangkul "
Karina cukup risih dengan rangkulan dari tadi hanya diam, itu karena Karina lagi mode shock dan juga Loading dengan keadaan.
" Santai aja kawan, kita nggak bakalan aneh - aneh kok, yah walaupun bentuk kita ini kaya brandal an yah kan bro " ucap Nino lalu menyenggol Cakra.
" Hem... Jangan melihat orang dari penampilannya "
" Mantap itu bro đź‘Ť"
Fino memberikan jempol pada Cakra.
" Jarang gue lihat Cakra bicara bijak, biasanya hanya Hem.. Hem... Emang lagi nyanyi lagu Nisa Sabyan" ucap Galaksi brak - brakan.
" Tu orang beda, dia itu masa waktu tenggang hidupnya tuh.. Tinggal sebentar, makanya harus irit "
" Prak... "
" Aduh..Sakit anjing . "
" Santai bro, lo aja yang mulutnya lemas banget " ujar Jildan pada Kelvin.
" Heh... Enak aja lo teplok kepala gue, jadi bodoh gue gimana?"
" Lah kan lo udah bodoh " cibir Jildan pada Kelvin dengan senyum mengejeknya.