Chapter 2: Kedalaman Langit Merah
Suara sirine masih menggema di udara ketika Nathan Cole berlari menyusuri jalan yang hancur. Celestium, kota yang dulunya menjadi simbol peradaban manusia, kini berubah menjadi medan perang penuh kehancuran. Gedung-gedung runtuh seperti kartu domino, dan api menyala di setiap sudut, membakar jejak-jejak kejayaan teknologi umat manusia.
Baju tempur Nathan menyala lembut dengan pola biru elektrik, menyatu dengan malam yang dipenuhi bayang-bayang monster. Helmnya menyampaikan laporan taktis dengan nada monoton.
"Status medan: ancaman level tinggi. Energi plasma 82%. Kesehatan optimal."
Nathan melirik sisi jalan, melihat seorang wanita berlari sambil memeluk anak kecil. Mereka hampir tersandung puing-puing, dikejar oleh makhluk bersayap besar yang mengepakkan sayap seperti bilah logam tajam.
Tanpa ragu, Nathan mengangkat plasma rifle-nya dan menarik pelatuk. Energi biru melesat, mengenai punggung monster itu hingga meledak menjadi serpihan. Wanita dan anak itu berbalik dengan wajah penuh rasa syukur, tetapi Nathan hanya mengangguk singkat sebelum melanjutkan langkahnya.
Di tengah kehancuran, Nathan menemukan Rory Anders, berdiri di atas reruntuhan sambil menembakkan senapan otomatis ke arah segerombolan monster kecil berbentuk laba-laba dengan kaki-kaki runcing.
"Nathan! Kau terlambat pesta!" teriak Rory, meskipun senyum getir di wajahnya menunjukkan kelelahan yang tak bisa disembunyikan.
"Ini bukan pesta yang aku tunggu-tunggu," jawab Nathan, mengangkat senjatanya dan bergabung dengannya.
Mereka bertarung bahu membahu, tetapi serangan monster semakin intens. Monster besar berbentuk mirip ular laut dengan kepala bersayap muncul dari balik kabut, meluncur ke arah mereka. Nathan menyalakan peluncur plasma di lengannya, melepaskan ledakan langsung ke kepala monster itu.
"Kerusakan target: 40%."
Sistem helm Nathan terus melaporkan status pertempuran, tetapi fokusnya terganggu oleh sesuatu yang tak biasa. Monster itu mengaum, tetapi bukan sembarang suara. Ada pola yang terdengar seperti... kata-kata.
"Rory, dengar itu?" Nathan bertanya, matanya tajam memerhatikan monster yang hampir roboh.
"Dengar apa? Aku cuma dengar jeritan sialan itu!"
Namun, Nathan mendengar lebih jelas sekarang. Monster itu mengeluarkan suara seperti desisan, tetapi membentuk kalimat yang jelas: "Hentikan... eksperimen... Bukan musuh..."
Nathan tertegun, dan momen keraguannya dimanfaatkan oleh monster. Makhluk itu mengayunkan ekornya, menghantam tanah di depan mereka hingga Nathan dan Rory terlempar ke belakang.
"Bangun, Cole! Fokus!" bentak Rory.
Nathan menggeram dan menembakkan serangan terakhir, menghancurkan monster itu menjadi debu. Tetapi kata-kata tadi terus berputar di pikirannya. Apa maksudnya?
---
Di markas militer Celestium, suasana lebih tegang daripada medan perang. Layar holografik menampilkan peta kota yang dipenuhi indikator merah, tanda invasi yang meluas. Dr. Elric Vaughn berdiri di tengah ruang kontrol, dikelilingi oleh para teknisi dan perwira militer.
Nathan dan Rory masuk, baju tempur mereka penuh dengan bekas pertempuran.
"Dr. Vaughn!" Nathan memanggil dengan nada mendesak. "Kau harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sini. Dari mana makhluk-makhluk ini berasal?"
Dr. Vaughn menghela napas panjang, wajahnya tampak sepuluh tahun lebih tua dari sebelumnya. "Kami... kami membuka portal ke dimensi lain. Teknologi yang seharusnya membawa umat manusia ke puncak evolusi ternyata membuka pintu bagi makhluk-makhluk ini. Mereka menyebutnya Dimensi Abyssal."
Nathan mengepalkan tinjunya. "Kau tahu risikonya, tapi tetap melakukannya?"
"Teknologi itu tidak sepenuhnya dimengerti oleh siapa pun," Dr. Vaughn menjawab, nadanya penuh penyesalan. "Tapi apa yang kita temukan di sisi lain... itu lebih besar daripada apa pun yang bisa dibayangkan umat manusia."
Nathan ingin mendesak lebih jauh, tetapi alarm lain berbunyi.
"Portal baru terdeteksi. Lokasi: Sektor Utara."
Dr. Vaughn menoleh dengan mata penuh kepanikan. "Itu titik utama! Jika mereka membuka portal besar di sana, seluruh kota akan musnah."
Nathan segera bergerak. "Aku akan ke sana."
"Sendirian? Itu misi bunuh diri!" Rory berseru.
Nathan menoleh, wajahnya keras. "Aku tidak peduli. Aku harus melindungi kota ini."
---
Di Sektor Utara, Nathan tiba di pusat kehancuran. Sebuah portal besar berputar di udara, memancarkan cahaya ungu dengan pola seperti rune kuno. Monster-monster keluar tanpa henti, dan Nathan hanya bisa menggertakkan giginya.
"Bantu aku, Sistem. Aku tidak bisa melawan ini sendirian."
Sistem helmnya menyala, tetapi kali ini nadanya berbeda—bukan monoton seperti biasanya, melainkan dingin dan tajam.
"Program pengendalian fase kedua dimulai. Selamat datang di eksperimen."
Nathan merasakan aliran energi yang kuat di tubuhnya. Sistemnya mengaktifkan sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah ia gunakan sebelumnya. Namun, perasaan itu bukan kekuatan belaka. Ada sesuatu yang mengintai di dalam dirinya, sebuah suara lain yang hampir seperti... makhluk hidup.
Ketika Nathan menyerang monster-monster itu, pertempurannya lebih efektif dari sebelumnya. Tetapi, setiap serangan plasma yang ia lepaskan terasa seperti menguras lebih dari sekadar energinya.
Di tengah pertempuran, Nathan melihat sesuatu yang tidak ia duga—Lena, berdiri di dekat portal.
"Lena! Apa yang kau lakukan di sini?"
Lena tidak menjawab. Matanya tampak kosong, tetapi dia mengangkat tangannya, dan rune di portal berubah warna.
"Lena, hentikan!"
Namun, sebelum Nathan bisa mendekatinya, sebuah ledakan besar terjadi. Portal runtuh, tetapi tidak sebelum menghisap Lena dan makhluk-makhluk yang ada di sekitarnya.
Nathan hanya bisa berdiri di sana, terpaku pada kehancuran yang ditinggalkan. Suara Sistem di helmnya terdengar lagi, kali ini lebih menakutkan.
"Subjek prioritas hilang. Tahap ketiga akan dimulai."
Nathan menjatuhkan senjatanya, jantungnya terasa seperti dihancurkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Dan mengapa sistem baju tempurnya seolah tahu lebih banyak daripada dirinya?
---
"Akhir"