Pada saat yang sama, Edward tengah berdiri di sisi lain pintu kamar tidur Natalia. Meski tak disengaja, dia mendengar rintihan penuh nafsu Natalia melalui pintu, yang diikuti dengan jelas oleh nama kakaknya: Lucien. Oh Natalia, kau telah tumbuh menjadi sangat nakal... mungkin aku harus yang mengajarimu..., pikir Edward sambil tersenyum licik. Setelah menunggu rintihan orgasmenya mereda, dia mengetuk pintu kamar dengan pelan. "Natalia. Ini Edward... aku akan masuk..." Tanpa menunggu jawabannya, dia mendorong pintu terbuka.
Saat aku mendengar suara Edward, aku langsung lepas dari fantasiku dan cepat-cepat melilitkan handuk di sekitar tubuh telanjangku tepat waktu sebelum pintu terbuka dan pamanku yang percaya diri itu melangkah masuk. Edward adalah adik bapakku dan memimpin semua laboratorium yang dimiliki oleh perusahaan keluarga kami. Meskipun aku mengakui bahwa mampu memimpin bisnis di usia 33 tahun sangat mengesankan, aku tidak pernah merasa nyaman dengannya. Kehadirannya selalu membuatku gentar dan dia tampaknya mempunyai talenta untuk menempatkan aku dalam situasi yang tidak nyaman termasuk sekarang: Aku telanjang dengan hanya handuk yang melilitku dan dia sekarang duduk di sebelahku di atas ranjang. Selain penampilan luarnya mirip Lucien hingga dia bisa dianggap sebagai kloningan yang lebih muda; tidak ada yang mirip di antara kedua saudara ini.
"Aku senang kau memutuskan untuk magang denganku di lab. Aku akan melakukan yang terbaik agar pengalaman tersebut menyenangkan bagi belajarmu, Natalia," ujar Edward dengan senyum manis di bibirnya sambil mengelus bahu telanjangku. Kemudian dia menjelaskan peranku di lab yang meliputi membantunya mengawasi beberapa proyek riset dan bertindak sebagai sekretaris pribadinya. Seiring berjalannya waktu, aku menjadi semakin sadar akan kurangnya pakaianku dan kedekatannya...
"Nah, itu saja. Sudah larut... aku harus kembali sekarang. Kamu bisa selalu menghubungiku jika ada pertanyaan. Jangan khawatir, aku akan menjagamu dengan baik karena bapakmu telah mempercayakanmu padaku," bisiknya sekali lagi di telingaku lalu berdiri dari ranjang. Aku mengucapkan terima kasih dengan senyuman terbaik yang bisa kutampilkan dan dia keluar dari pintu. Huh! Bagaimanapun aku berhasil melewati itu. Bekerja dengan Edward akan menjadi pengalaman belajar yang membuka mata bagiku... kan?
---Kembali ke masa sekarang---
Baru seminggu setelah aku memulai magang dengan Edward, kita melakukan itu... di kantornya! Pikiranku kembali ke masa kini saat aku fokus menjaga keseimbangan sambil berjalan menuju mobil Edward agar dia bisa mengantarku pulang. Dengan setiap langkah, aku bisa merasakan nyeri yang menyakitkan di antara kaki dan kelembapan benih yang dia tanam semakin basah meresap keluar ke celana dalamku dan menuruni paha bagian dalamku. Tidak... Aku perlu cepat pulang dan membersihkan diri.
Akhirnya, saat yang kudread telah tiba. Aku sekarang berdiri di depan pintu mobil mewah Bentley milik Edward. Aku bisa melakukannya... tidak seorang pun harus mengetahui apa yang terjadi hari ini... terutama Lucien. Aku menghirup napas dalam, membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang berbahan kulit merah di samping pamanku.
Saat aku duduk dan menutup pintu, Edward bergerak mendekat untuk mencuri ciumanku. Dia perlahan-lahan memasukkan lidahnya ke dalam mulutku seolah-olah menuntut kepemilikan sambil tangan kanannya meremas payudara kanan dengan kuat. Aku memalingkan kepala untuk menghindari ciumannya dan mencoba melepaskan tangannya dari payudaraku.
"Berhenti! Tolong... tidak lagi!" Aku memprotes keras.
"Tubuhmu sangat sensitif, haruskah kita bermain lagi di mobilku, keponakanku yang manis?" bisik Edward dengan nada menggoda ke telingaku membuat tubuhku bergetar kemudian dia memasukkan tangannya ke bawah rokku menyingkap selangkangan celana dalamku untuk langsung mengelus lubang basahku. Tubuhku terhuyung di bawah tangannya karena memekku masih sensitif dari permainan sebelumnya dan desahan lembut keluar dari bibirku.
"Jangan sentuh aku!...mmhhh ahh." Protesku terhenti oleh jari basahnya yang masuk ke mulutku memberiku rasa cairan cinta kita yang bercampur. Rasanya sangat manis dan berbau kuat akan seks kita. Dia mengeluarkan jarinya sambil tertawa puas dan membawa jari-jarinya ke bibirnya sendiri.
"Tubuh kita sangat cocok. Kau tidak setuju, Natalia? Aku penasaran seperti apa raut wajah Lucien jika dia tahu aku membuatmu orgasme begitu hebat dua kali hari ini?... atau bahwa kau sangat ingin bercinta dengan dia sampai-sampai kau menjeritkan namanya saat masturbasi?" dia bertanya sambil menatap dalam ke mataku dengan wajahnya hanya beberapa inci dari wajahku. Aku merasa seperti Lucien yang sedikit lebih muda sendiri yang bertanya padaku...
"Bagaimana kau tahu? Tidak... Tolong, kau tidak boleh memberitahunya," aku memohon sambil air mata menggigit mataku. Apapun kecuali itu! Aku mencintai Lucien dan meskipun kita tidak ditakdirkan bersama, aku tidak ingin dia melihatku sebagai pelacur menjijikkan. Aku tidak ingin dia mengetahui tentang nafsu pervertku terhadapnya atau bahwa adiknya telah meniduriku...
"Dinding punya mata dan pintu punya telinga, Natalia... Aku tidak akan mengatakan apa-apa selama kau terus menghiburku. Meskipun aku berharap kita bisa bermain lagi sekarang, aku pikir bapakmu sedang menunggumu," ujar Edward sambil berpura-pura mendesah menyesal saat mulai mengemudi membawaku pulang.
...
Aku sudah kembali ke rumah. Akhirnya. Perjalanan dengan Edward, untungnya, tidak terjadi apa-apa. Setelah memasuki rumah, pembantu-pembantuku menyambutku dan memberitahu bahwa bapak menungguku di ruang makan. "Tolong bilang padanya bahwa aku akan turun sebentar lagi... setelah aku berganti," perintahku kepada pembantu dan segera menuju ke kamarku.
Air panas dari shower di kulitku terasa sangat menyenangkan. Aku menggosok tubuhku dengan upaya untuk menghilangkan sentuhan dan bau lelaki itu dari kulitku. Aku sedikit membuka kakiku dan menempatkan kepala shower di antara kaki. Aku mendesah sedikit saat air hangat menyentuh klitoris bengkakku. Aku mengelus pembukaan memekku dengan jari untuk membersihkan cairan lengket Edward dan merasakan sedikit nyeri yang mengingatkanku pada ukuran anggota virilnya yang besar. Dia menembakkan begitu banyak beban di dalamku... haruskah aku minum pil?
Aku mengusir pikiran tentang Edward dari benakku saat aku merasakan mata mulai pedih dengan air mata dan bergegas berdandan untuk makan malam dengan bapak. Lucien memberiku senyum hangat saat aku duduk di hadapannya. Senyumnya menghangatkan hatiku dan aku memandang ke dalam mata hijau zamrudnya.
"Akhirnya, hari Jumat. Bagaimana minggu pertamamu dengan Edward? Apakah kau menemukan pekerjaannya menarik?"
"...Ya. Aku masih tidak yakin jika aku suka bekerja di laboratorium tapi... sejauh ini semuanya berjalan... baik." Aku tidak bisa melanjutkan. Aku tidak ingin membicarakan Edward. Titik.
"Apakah Edward memperlakukanmu baik? Dia bisa sedikit... asertif kadang-kadang, tapi kau bisa yakin dia yang terbaik di bidangnya. Aku yakin kau bisa belajar banyak pelajaran berharga dengan tetap berada di sisinya," Lucien melanjutkan memuji adiknya sambil terus makan. "Apa kau merasa sakit? Kau terlihat cukup lelah hari ini... mungkin kau harus tidur lebih awal?"
Lucien berjalan ke sisiku dan meletakkan tangannya di dahiku sambil menatap wajahku dengan penuh kekhawatiran. Sentuhannya selalu lembut seperti biasanya.
"Aku baik-baik saja... kau tidak perlu khawatir," jawabku dengan suara yang lemah saat aku tenggelam dalam kedalaman mata zamrud Lucien.
"Kupikir begitu. Sebelum aku lupa, aku ingin memberitahumu bahwa akhir pekan depan kita akan pergi berlayar dengan Angela. Aku pikir akan menyenangkan bagi kalian berdua untuk semakin akrab dan kita semua bisa mendapatkan sedikit sinar matahari. Aku harap kau bisa ikut," jelas Lucien dengan nada datar.
Oh betul... di atas semua kekacauan ini, ada wanita itu: Angela. Tunangan Lucien, yang terakhir kulihat sedang liar mengendarai kontolnya...
"Ya! Tentu saja, aku akan ada di sana! Aku tidak sabar untuk pergi berlayar denganmu. Sudah lama sekali kita tidak pergi bersama setelah semua ini," jawabku dengan antusiasme palsu. Meskipun kali ini kita tidak akan berdua saja dalam perjalanan itu, tambahku di dalam pikiranku. Percakapan ini jelas tidak mengarah ke arah yang kuinginkan dan aku merasa ingin pergi untuk membersihkan pikiranku... Oh iya... Zak.
"Sebenarnya aku baru saja ingat bahwa aku merencanakan malam nonton film dengan Zak di rumahnya. Aku harus segera pergi, aku tidak ingin dia menunggu terlalu lama. Sampai jumpa Lucien!" kataku dan dengan mengumpulkan keberanian aku mencium pipi Lucien, tindakan yang tidak pernah kulakukan bertahun-tahun sejak aku menyadari perasaanku terhadapnya. Aku berbalik dan berjalan keluar dari rumah besar kami menuju rumah besar di sebelah.
Lucien menontonnya pergi dengan ekspresi cemas di wajahnya. Aku rasa dia masih terikat dengan teman masa kecilnya itu setelah semua waktu ini ya?
--Bersambung…