"...Kamu mendanai sekolah ini untuk mempersiapkan anak masa depanmu bersekolah di sini? Aku pikir kamu bilang kamu tidak ingin punya anak," godaku saat aku duduk di ranjang susun.
"Aku memang tidak ingin. Garis keturunan terkutuk ini mati bersamaku," ucap Zak Hitam tanpa berusaha menyembunyikan rasa malis di suaranya. Rupanya, leluconku tidak sesuai selera dia.
Dia duduk di sebelahku dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Rambut blond lembutnya menggelitik pipiku dan aku tersenyum dalam kebahagiaan. Jika aku tahu tempat ini masih ada dan dijaga dengan cara ini, aku pasti sudah memohon pada Zak untuk membawaku kembali ke sini lebih cepat dan lebih sering.
"Apa rencanamu? Kamu pasti punya rencana hari ini, kan?" tanyaku saat bermain dengan untaian rambut blond terangnya. Aku menyukai rambut Zak dan rasanya saat aku membelai rambut itu dengan jariku. Dia akan mendekap lebih erat setiap kali aku melakukannya.