Chereads / Klaim Perawan Sang Binatang / Chapter 22 - Tidak Murni - Bagian【2】

Chapter 22 - Tidak Murni - Bagian【2】

Sebuah suara vokal yang panjang dan bergejolak menyerupai suara melolong tercipta dari pelepasan suara nyaring tinggi diikuti gerakan cepat lidah dan uvula ke depan dan belakang. Suara gabungan itu melemahkan lututku, terlalu luar biasa kuatnya.

(Ratu Kami telah menginjakkan kaki di tanah kami!)

Fobos dan aku berjalan mendaki jalur yang telah disiapkan bagi kami, dengan obor yang terpasang tinggi di kedua sisi kami. Dia berjalan dengan percaya diri di sebelah kiriku dengan kepala terangkat tegak, Alfa menemani aku melewati kerumunan yang membungkuk dan berlutut di tanah untuk memberi hormat kepada kami.

Dua tahta mengisi ruang di depan kami, tahta yang terbuat dari tulang dan tengkorak-tengkorak hewan. Itu menanamkan teror dalam diriku sementara diberkati bulan berdiri di depan tahtanya sementara aku berusaha duduk di sebelah kanannya.

Serigala-serigalanya berdiri berbalik menghadap kami dengan wajah mereka dilumuri cat putih, aku hanya bisa membedakan mata mereka yang bercahaya saat mereka menelitiku. Fobos dengan cepat memegang pergelangan tangan kiriku dan mengangkatnya ke udara sambil aku mengerutkan mata, terkejut dengan tindakannya yang tak terduga.

"Přinesl jsem ti tvou královnu, jak jsem slíbil!" Dia berseru seraya aku mengecilkan diri mendengar suaranya yang telah aku rindukan. Dewi, suaranya memikat. Begitu dalam luar biasa dan serak. Suaranya memiliki nada yang menggoda dan rendah, hampir memanggil. Panggil aku dengan nama itu dengan suaramu, Fobos.

(Aku telah membawakanmu Ratu seperti yang telah aku janjikan!)

Aku tidak memiliki ide sama sekali tentang apa yang dia katakan tapi tampaknya baginya sebuah kebanggaan dalam perkenalannya jadi aku tidak akan mempertanyakannya. Serigalanya menyalak dengan hidung terangkat ke arah bulan yang berawan, sebuah kesempatan yang penuh sukacita menurut mereka. Aku mengira mereka akan membenciku karena aku adalah satu-satunya wanita dengan kulit pucat dan rambut keemasan, aku sangat berbeda dari mereka.

Para wanita memiliki kulit yang berwarna gelap, lengan mereka kuat dan kencang membuktikan tahun-tahun pelatihan tak kenal lelah kepada diriku. Namun yang aku miliki hanyalah tubuh yang rapuh dan keengganan terhadap darah.

Dua pria jantan yang gagah menggiring domba yang gelisah di depan kami sementara domba itu menjerit ketakutan. Aku bisa melihat rasa panik dalam matanya. Aku menoleh ke Drakho yang berdiri di sebelah kananku, tangannya digenggam kuat ke belakang saat dia menatap ke depan dengan tenang.

Dia merasakan pandangan cemasku padanya dan dia pun segera berlutut di sampingku. Dia mengerti kebingunganku karena Fobos tidak memberitahuku apa-apa. Aku tersesat dalam adat mereka.

"Inilah persembahan kita kepada bulan sebagai ungkapan syukur atas kehadiranmu." Dia berbisik sambil mataku membesar menyadari kebenaran pahit yang dia ucapkan. Apakah mereka akan menyembelihnya di depanku? Tidak, tolong jangan.

Serigala jantan mendorong domba yang tidak berdaya ke tanah bersiap untuk kematian sementara aku berusaha yang terbaik untuk menyembunyikan gemetar liar tangan-tangan ku. Kerumunan orang tertawa dan mengejek domba itu karena kelemahannya karena ini adalah tanah di mana yang lemah disembelih. Pengertian mendarat dalam diriku dan aku berjuang untuk bernapas dalam penolakan. Domba itu adalah aku.

Saat serigala itu mengangkat kapak yang tajam mengincar leher, sebuah teriakan mengancam nyaris terlontar dari sisiku. Berhenti. Berhentilah! Mulutku terbuka untuk menyuarakan perintah padanya namun sebelum aku bisa protes, tangan kasarnya mendadak memegang pergelangan tanganku dengan keras dan aku tersentak karena kekasarannya sambil menatap Fobos.

Matanya memperingatkan aku untuk tetap tenang, tetap diam. Mungkin di mata orang lain, sepertinya dia mengelusku dengan kasih sayang tapi aku tahu itu tidak benar. Genggamannya pada diriku menyakitkan dan kaku, memaksaku untuk menyerah pada peristiwa yang terjadi.

Aku menutup mata tak memiliki keberanian untuk menyaksikan adegan yang terbentang saat air mataku mengalir bebas di pipiku sementara aku mendengar kebrutalan yang mereka tunjukkan kepada binatang itu, ada banyak cara yang kurang kejam untuk membunuhnya daripada cara ini. Satu irisan tegas saja cukup untuk membuat domba itu kehilangan nyawanya dan kesunyian yang muncul darinya yang mengikuti merobek hati.

"Ratu Anda merasa senang dengan persembahan Anda," kata Fobos dengan alasan atas air mata mengerikanku. Dia berbohong saat aku memandangnya dengan sakit hati. Apakah sebegitu mudahnya baginya untuk berbohong? Kalau begitu, keberadaanku di sini juga bohongan? Apakah segala yang kita miliki di masa lalu juga bohongan? Lalu, apa kebenaran yang kita miliki bersama, jika tidak ada yang benar dari apa yang aku miliki bersamamu maka pada kenyataannya kita adalah orang asing. Pikiran itu membebani aku dengan amarah.

Para serigalanya cepat membentuk barisan baik jantan maupun betina berdiri bersama masing-masing membawa barang aneh di tangan mereka dan mereka mulai berjalan ke arah kami.

"Mereka membawakan kalian hadiah untuk ikatan pasangan yang baru terbentuk. Itu adalah persembahan mereka untukmu." Drakho menjelaskan langkah ketiga dalam upacara penyambutan mereka.

Satu per satu serigala-serigalanya maju mengirimkan nampan-nampan bingkisan kepada kami. Ada yang membawa senjata segala jenis dan aku melihat kilauan antusias dalam mata Fobos. Yang lain membawa makanan seperti daging kering atau hewan yang baru saja dimasak saat mereka meletakkannya di kaki kami.

"Děkuju," Fobos menjawab dengan mengangguk mengakui saat dia memegang lengan tahtanya dan menetap dengan nyaman di tempat duduknya.

(Terima kasih)

Wanita terakhir yang maju membawa susunan mantel bulu rajutan, kaos kaki, dan topi. "Untuk musim dingin, Alfa. Luna." Dia bisikkan dengan mata yang lembut dan puas saat dia memandangku. Dia adalah wanita yang mempesona memang dengan mata hazel yang bercahaya dan rambut merah yang khas, dia memiliki kecantikan. Aku melihat dia tidak seumuran aku, mungkin setara dengan Fobos.

"Děkuji, Moira. Využijeme to dobře." Fobos berkata dengan senyum samar di wajahnya saat dia memperhatikannya dengan kelembutan yang menakjubkan. Bukan senyum yang terlihat oleh mata orang lain tapi bagi ku, aku mengenalnya dan aku tahu bahwa yang dia miliki adalah kelembutan untuknya. Siapa dia itu?

(Terima kasih, Moira. Kami akan memanfaatkannya dengan baik)

Moria, begitulah panggilannya. Aku ingat dia berkata dia adalah salah satu temannya ketika aku masih anak anjing, yang terdekat. Dia membalas senyumannya sementara menempatkan bingkisannya di kaki kami. Tiba-tiba seorang anak kecil berumur lima tahun menerobos kerumunan hanya dengan cawat seraya berlari tanpa takut ke arah kami.

"Argus!" Moira memanggil namanya dengan gelisah tapi dia tidak memperdulikan secara pantas menuju ke lelaki ku menarik celananya menuntut untuk diangkat.

Fobos menatap ke bawah pada anak kecil itu dengan kebaikan mengangkatnya untuk menetapkan dia di atas lututnya. Tampaknya alami bagi mereka seakan itu adalah kejadian biasa.

"Aku merindukanmu!" Argus berkata bersandar ke hangatnya dengan kasih sayang sebentar mengambil pandangan cepat ke arahku. Dia mengulurkan tangan ke telinga kanan Fobos seakan dia mengucapkan sebuah rahasia saat pasangan ku membungkuk untuk mendengarnya.

"Apakah dia?" Argus berbisik sementara diberkati bulan memandang ke arahku saat aku menoleh dengan wajah memerah karena penampilannya selalu serius dan seksual saat dia memandang aku.

"Ano." Pasanganku menjawab dengan anggukan singkat.

(Ya)

"Ona je velmi hezká," Argus berbisik lagi menoleh dengan malu sementara aku tersenyum lembut padanya.

(Dia sangat cantik)

"Vím," Fobos merespons mengusap kotoran dan lumpur yang menempel di pipi anak kecil itu. Saat aku melihatnya dengan cara ini, dia tampak seolah dia telah kembali menjadi lelaki yang ku kenal. Fobosku.

(Aku tahu)

"Aku minta maaf atas lelaki ku, Luna. Dia cenderung sangat nakal." Moira mengakui, logatnya sangat tebal dan asing bagiku sama seperti Fobos.

"Oh tidak, itu benar-benar tidak masalah. Aku tidak keberatan." Aku cepat-cepat meringankan ketegangannya, aku menyukai anak anjing, aku melihat mereka tidak berbahaya atau mengganggu. Bukankah mereka hadiah dari bulan? Tiba-tiba ada kesunyian tiba-tiba yang menyelimuti kerumunan saat mereka memandang ku dengan mata terbelalak.

"Kamu memiliki suara yang indah, Luna," Moira mengatakan sementara gigi ku menggigit bibir bawah ku terhadap pujian nya. Apakah itu sebabnya mereka semua menatapku dengan heran? Karena suara ku aneh dari mereka.

"Terima kasih," aku menjawab dengan kepala tertunduk untuk menyembunyikan pipi yang terbakar. Dia baik hati.

"Luna, wanita-wanita tua menunggu untukmu. Mereka akan mempersiapkanmu." Drakho menyatakan dari sampingku memutus percakapan kami saat aku memandangnya dengan bingung.

"Mempersiapkan aku? Untuk apa?"

"Itu adalah tradisi intim antara kamu dan mereka. Mereka akan membimbingmu." Dia menegaskan sementara aku cepat-cepat bangun memperhatikan ucapannya.

"Tentu saja." Aku sopan dengan tindakanku karena aku tahu tradisi harus dihormati dan tidak boleh dilupakan. Aku akan menghormati adat mereka apa pun itu.

Sekelompok wanita tua dengan rambut yang mulai memutih menunjukkan usia mereka menunggu untukku dengan mata yang bersinar saat mereka memperhatikan ku. Aku meninggalkan kehangatan tahtaku dengan lembut menghampiri mereka sementara mereka menyambut kehadiranku.

Aku berbalik untuk mengambil pandangan cepat pada diberkati bulanku dengan ketidakpastian, dia memang menempelkan mata pada daging ku. Dia mengamati dengan cermat bagaimana aku akan bereaksi padanya mereka.

"Ayo, Luna." Mereka berkata secara harmonis menarik kembali perhatianku saat mereka membimbingku menyusuri jalur yang terus berlanjut menuju sebuah gubuk kecil yang terang di depanku. Sedikit terpencil dari perkumpulan itu. Aku tidak mempertanyakan mereka membiarkan mereka mengarahkan aku karena aku terbuka untuk ambil bagian dalam tradisi mereka.

Jalur itu tenang saat aku tersenyum pada setiap wanita yang memperhatikan aku dengan minat sepanjang jalan, aku mengerti keraguan mereka. Aku berbeda dari mereka, mereka menemukan penampilanku memikat seperti aku menemukan mereka.

Ketika kami masuk ke dalam gubuk, aku memperhatikan betapa kosongnya dan hanya berisi bak kayu bundar yang penuh dengan air wangi. Mereka mengunci pintu di belakang kami dan membentuk lingkaran di sekeliling bak. Yang tertua dari semuanya tampaknya adalah pemimpin tapi dia tidak tampak lemah, melainkan sehat dan muda. Tapi aku melihat usia yang dia miliki. Dia memegang kekuatan tertentu atas yang lainnya seolah apa yang dia katakan adalah yang terjadi. Para wanita mendengarkannya dan taat pada arahan dan keinginannya.

Tidak, matanya tidak lembut saat dia memandangku. Dia seperti Fobos, aku tidak merasakan atau melihat emosinya melainkan dia memeriksa ku memeriksa ku dari kepala ke kaki. Dia secara terbuka menilai ku, wanita ini tidak melihatku dengan hormat seperti yang lainnya.

"Buka pakaianmu, Luna." Dia berkata dan aku memperhatikan ucapannya melepaskan sweater dan rokku dengan cepat menunggu arahannya selanjutnya. Wanita lain mencabut bando yang aku pakai untuk membebaskan rambutku sambil lembut merasakan satu untaian dengan kejutan.