*Lauren*
Air hangat mengalir di punggung saya, bercampur dengan sentuhan Lukas, seakan malam itu belum berakhir. Namun, cahaya pagi yang menembus jendela kamar mandi mengingatkan bahwa malam indah kami telah memudar menjadi siang.
"Pagi," ujar Lukas dengan suara rendah dan serak. Rambut hitamnya acak-acakan dan lembab, membuatnya terlihat seperti baru saja melangkah keluar dari halaman novel romansa yang didesain untuk membuat jantung wanita berlari kencang.
"Pagi," sahut saya, tersenyum meski ada benjolan kecemasan yang memburu di perut saya. Kami bergerak bersama di bawah aliran air, sabun meluncur di antara kami, dan ketika tangannya menemukan pinggang saya, menarik saya lebih dekat, seharusnya saya meleleh dalam dekapannya. Namun, tusukan tajam rasa bersalah menghujam hati nurani saya.
