Sudut Pandang Ethan
Malam itu sungai mengalir sangat deras sementara aku berdiri menatapnya di bawah sinar bulan.
Aku tahu aku tak punya banyak waktu. Aku harus segera kembali. Tapi aku telah menyelinap keluar untuk mendapatkan udara segar.
Setidaknya, itulah yang kukatakan kepada semua orang.
Sungguh, maksudku hanya itu, tapi kini aku berada di sini– berdiri di tepi tebing, menatap ke bawah ke arah air. Aku menyaksikan air mengalir di atas bebatuan tajam, puncak putih yang ganas mengalir deras sebelum menghilang di sisi lain.
Kadang-kadang sebuah ranting terlempar ke udara, menabrak sebuah batu besar, kemudian jatuh ke bawah permukaan, memudar, tak pernah terlihat lagi.
Aku tidak boleh memikirkannya seperti itu–
begitu.
Aku tidak boleh membiarkan pikiranku pergi ke sana... ke bayangan yang terlintas tentang bagaimana rasanya tubuhnya jika menghantam batu itu dan hancur seperti ranting-ranting itu.