Chereads / Jalan Melewati Takdir / Chapter 23 - Terbenam

Chapter 23 - Terbenam

Vin Crimson mengikuti jalan yang di tuju Jeannie Althea, Renz dengan wajah yang masih kagum juga tetap berjalan bersama.

Tepat saat mereka baru sampai di gerbang masuk, waktu berhenti, tanpa suara dan tanpa gerakan apapun.

Sebuah pedang terbalik yang sama seperti milik Vin, muncul didepan gerbang itu. Pedang Obsidian bernama Astral Demon Darius, berwarna putih dan bersinar terang.

Sesuatu terbesit di pikiran Vin Crimson, mempertanyakan kejadian ini. Jeannie Althea yang sedang terdiam juga mempertanyakan kejadian ini di kepalanya.

Pedang itu menghilang perlahan. Dimulai dari ujung mata pedang yang berada pada bagian bawah, menghilang perlahan hingga gagang pedangnya yang berada di atas.

Cahaya itu hilang dan meninggalkan pertanyaan besar bagi Vin dan Jeannie.

Kejadian unik itu membuat semuanya bertanya heran, kejadian yang tidak pernah mereka bayangkan.

Suara wanita tidak diketahui:

"Apa itu?"

Suara pria tidak diketahui:

"Pedang Takdir."

Penulis:

"Bagaimana bisa?"

Author:

"Diam dan lihat."

Seketika waktu berjalan normal kembali, seperti semula mengikuti waktu saat mereka baru sampai gerbang.

Vin dan Jeannie berdiri bersebelahan, saling bertatap mata dengan wajah yang sulit dimengerti.

"Apa itu Vin?" Jeannie bertanya dengan gagap dan ragu.

"Entah, yang pasti itu bukan pedang ku." Vin menjawab sambil menyentuh pedangnya yang dia taruh di sebelah kirinya.

Renz tersadar begitu sampai gerbang, dia melihat Vin dan Jeannie saling bertatap mata. Renz bertanya dengan wajah dan nada yang agak penasaran dengan apa yang terjadi pada Vin dan Jeannie.

"Kalian kenapa?" Renz menengok kepada Vin dan Jeannie.

Vin seketika memalingkan wajahnya kearah kiri, sementara Jeannie menunduk dengan perasaan canggung.

Renz keheranan melihat Vin dan Jeannie, dia kemudian bertanya kembali tentang hal yang sama, namun dengan pertanyaan yang berbeda.

"Apakah kalian saling suka? Kok malu gitu?" Renz dengan pikiran yang agak unik bertanya dengan senyum tipis di bibirnya.

Vin melihat ke kiri, dan Jeannie melihat kebawah. Begitu Renz bertanya, wajah Jeannie seketika merah dan malu.

"TIDAK TIDAK, KAMU ADA ADA SAJA RENZ!" Jeannie menutup matanya dengan kedua tangannya, suaranya meninggi karena malu dengan pertanyaan Renz.

Pandangan Jeannie tetap kebawah, tidak berani melihat kearah Renz. Sementara itu, Vin tetap diam dengan dingin.

"Vin?" Renz bertanya kepada Vin.

Vin menoleh dn menatap Renz dengan mata kirinya yang berwarna merah gelap. Mata itu aktif seketika saat Renz bertanya, Vin menjawab dengan wajah yang dingin.

"Lupakan." Vin melihat kearah Renz. Begitu dia menjawab, mata kirinya kembali normal.

Renz kebingungan dengan Vin, bertanya di kepalanya sendiri mengenai kejadian itu.

"Lupakan saja, ayo kita masuk. Sebelum matahari terbenam penuh." Vin mengubah topik, kemudian memalingkan wajahnya kepintu gerbang akademi.

Jeannie menghela napas, tangannya menyentuh dadanya untuk menenangkan diri.

"Benar, ayo masuk." Suara Jeannie, meski agak malu dan gugup, tapi Jeannie berhasil menenangkan dirinya.

Renz melihat itu sedikir heran dan merasa kalau ada semacam hubungan yang unik pada Vin dan Jeannie.

"Hubungan kalian unik juga ya." Renz sedikit mengejek dengan bercanda kepada Vin dan Jeannie. Kemudian pandangannya melihat kearah akademi.

Vin dan Jeannie terdiam begitu mendengar perkataan Renz, mereka berdua tidak berani menatap satu sama lain.

Mereka bertiga dengan canggung terdiam didepan gerbang masuk akademi.

"Ayolah, dari pada diam." Vin dengan cepat maju dan membuka pintu gerbang itu.

Renz dan Jeannie agak kaget begitu melihat Vin bergerak sendiri. Mereka berdua tetap diam, dan hanya maju mengikuti Vin dari belakang.

Mereka berjalan bersama, Vin berada di depan, Jeannie berada di tengah dan Renz berada di belakang. Mengikuti arah yang sama saat mereka berjalan masuk kedalam akademi.

Mereka hampir sampai di pintu depan, pintu yang ada ukiran zodiak. Mata Vin melihat kesegala sisi, waspada akan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.

"Eh, pintu itu telah terbuka lebar." Jeannie menyipitkan matanya sedikit, dan dia melihat kalau di pintu itu ada semacam goresan cakaran.

"Loh? Bukannya tadi pagi masih tertutup?" Renz berjalan cepat kesamping Vin dan bertanya kepada Vin.

"Sesuatu telah terjadi." Vin dengan singkat menyimpulkan apa yang dia lihat.

"Tunggu disini, aku akan masuk duluan." Renz dengan percaya diri maju didepan Vin dan Jeannie.

Renz memakai tamengnya yang dia taruh di punggunya, kemudian dengan cepat memasang posisi bertahan memakai tamengnya yang dia pasang didepan tubuhnya.

Renz berjalan maju secara perlahan namun pasti. Vin mengerti dengan gerakan Renz, kemudia Vin mengeluarkan pedangnya dari sarung pedangnya dan memasang kuda kuda bertahan.

"Jen, kamu lebih baik diam dibelakang ku dan jangan banyak bergerak." Vin dengan wajah dan nada serius berbicara pada Jeannie.

"Eh, eeee tunggu, aku masih tidak paham." Jeannie dengan gugup berjalan cepat menuju belakang Vin.

Mereka berada diposisi aman, lalu mereka masuk kedalam akademi. Mereka kaget dengan apa yang mereka lihat, pemandangan yang tidak mereka bayangkan sebelumnya.