Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Journey Of Alto: Wayfarer Of The Worlds

🇮🇩RivandraArcana
--
chs / week
--
NOT RATINGS
359
Views
Synopsis
Di dunia yang telah melupakan masa lalunya, tersimpan sebuah legenda kuno tentang peperangan besar yang mengubah wajah bumi, yaitu Perang Dunia Bawah. Perang yang terjadi ribuan tahun lalu ini begitu dahsyat hingga periode tersebut dikenal sebagai Abad Kekosongan, di mana makhluk-makhluk legendaris bangkit untuk menghentikan kehancuran total. Kini, di sebuah desa kecil yang damai, hidup seorang anak laki-laki bernama Alto Vaelcrest bersama ayah, ibu, dan adik perempuannya. Alto tumbuh dengan didikan sebagai petani bersama ayahnya, Eldrick Vaelcrest. Namun, takdir Alto mulai berubah ketika ia bertemu seorang gadis bertopeng. Penemuan ini membawanya pada petualangan yang mengungkap bahwa darah pelindung legendaris mengalir dalam pembuluh darahnya. Alto harus belajar mengendalikan kekuatan barunya sambil menghadapi berbagai ancaman.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

"Bunuh mereka! Mereka adalah perwujudan kesialan dan kehancuran di dunia ini!"

Sorak-sorai para warga bergemuruh di tengah kota, menonton 8 orang yang sedang diikat di tiang berbentuk salib dengan banyak ranting kayu kering di bawahnya.

"Rakyatku sekalian!" Ucap seorang raja yang berdiri di sebuah mimbar di tengah kota. "Mereka semua adalah pemegang Soul Seal Aphoteosis yang merupakan simbol dari kehancuran! Dan hari ini, detik ini, eksekusi akan dilaksanakan!"

"Bakar mereka!" Teriak para warga yang berada di sana, menginginkan untuk orang-orang yang ditangkap agar segera dibunuh.

Sementara itu, salah satu dari 8 orang yang diikat di tiang salib itu tersenyum pasrah, "Inikah akhirnya?"

"Apa maksudmu, Zoel? Meskipun kita akan mati, namun jiwa Soul Seal Aphoteosis akan kembali bangkit." Ucap Zai, dengan senyum tipis. "Tujuan yang kau impikan, untuk membersihkan nama semua Aphoteosis berakhir seperti ini..." Lanjut Zai.

"Padahal kau tak perlu sejauh ini untuk membersihkan nama kami, Zoel."

Mendengar hal itu keluar dari jiwa Soul Seal miliknya, Zoel tersenyum pahit. "Ignis... Walaupun kau dan Aphoteosis lainnya tak terlalu memikirkan manusia, tapi tidak dengan diriku. Kalian yang sebenarnya adalah pelindung dunia, yang menghentikan peperangan dunia bawah di masa Abad Kekosongan... Aku... Tak ingin kalian di cap sebagai pembawa kehancuran." Ucap Zoel, berbicara dengan Ignis dalam pikirannya.

"Gimana, Zai?" Tanya Azuroth, Soul Seal Leviathan milik Zai.

Zai menghela nafas panjang, "Kami semua hanya ingin membersihkan nama kalian, dan membuat kalian kembali dipandang sebagai simbol pelindung dunia."

Awan hitam mulai menutupi matahari, menciptakan suasana yang mencekam. Di tengah kerumunan itu, sang raja kembali berbicara, "Delapan Aphoteosis, mereka adalah makhluk legendaris yang hidup pada abad kekosongan untuk menghentikan peperangan. Namun, mereka menyerang tak pandang bulu, membuat seluruh makhluk di dunia ini hampir punah akibat ulah mereka. Pada saat kekacauan terjadi, para pahlawan melawan para Aphoteosis itu, dan akhirnya berhasil mengalahkan mereka. Namun, para Aphoteosis berhasil membuat jiwa mereka terus hidup, sebagaI Soul Seal yang kita kenal sebagai Soul Seal tipe Aphoteosis."

"Para pemegang Aphoteosis adalah monster, dan mereka harus dibunuh!" Teriak para warga.

Sang raja menyeringai, "Benar sekali! Dan hari ini kita akan membuat para pemegang Aphoteosis merasakan kesengsaraan para pendahulu kita!"

"Kayanya kita bakalan berakhir disini... Semoga saja penerus pemegang Aphoteosis akan melanjutkan perjuangan kita untuk menguak kebenaran yang ditutupi oleh para raja biadab itu," Ucap Zoel sambil menggertakkan giginya. "Maafkan aku, Ignis, Luxuria, Sylvannus, Voidus, Reikyu, Azuroth, Solaryon, Yuejin." Ucap Zoel yang tersenyum sambil menitikkan air mata.

"Seharusnya kami, para Aphoteosis lah yang harus meminta maaf kepada kalian." Ucap sang naga merah Ignis dengan nada datar, mencoba menutupi kesedihannya.

"Ignis benar, Zoel. Maafkan kami karena menjadi sumber kesialan bagi kalian semua para pemegang Aphoteosis." Ucap Yuejin sang Kumiho.

Sementara itu, sang raja mulai menyalakan api, membakar ranting kayu kering yang berada di bawah mereka yang digantung di kayu salib. Perlahan, api mulai membesar, dan mulai membakar bagian kaki mereka.

"Bakar mereka! Bakar mereka!" Suara riuh rendah para warga memenuhi alun-alun kota.

Zoel, Zai, dan keenam pemegang Soul Seal Aphoteosis lainnya terikat erat di tiang salib, tak berdaya. Api mulai menjilati kaki mereka, membakar kulit dan daging perlahan.

Zoel meringis kesakitan, namun ia masih berusaha berbicara. "Kalian semua... Maafkan aku... Aku gagal... membersihkan nama kalian..."

Azuroth sang Leviathan menjawab dengan nada tenang. "Tak apa, Zoel... Kami tahu... niat tulus kalian... Kami tak menyalahkan..."

Lidah api semakin membesar, membakar tubuh mereka tanpa ampun. Teriakan kesakitan memenuhi udara, namun tak seorang pun di sana yang merasa iba.

Sang Raja berdiri di atas mimbar, menyaksikan kematian para Aphoteosis dengan wajah puas. "Akhirnya, ancaman bagi dunia ini telah musnah! Delapan Soul Seal Aphoteosis, yang berisi 4 Naga Surgawi, yaitu Ignis, Luxuria, Sylvannus, dan Voidus, dan makhluk Aphotheosis lain yang mana itu adalah Azuroth si Leviathan, Solaryon si Phoenix, Reikyu si Byakko, dan Yuejin si Kumiho, telah tiada! Tidak ada lagi yang dapat mengganggu kedamaian kita!"

Satu per satu, nyawa para pemegang Aphoteosis padam, tenggelam dalam derasnya api yang membara. Tubuh mereka menjadi abu, menghilang bersama kepulan asap yang membumbung tinggi.

Keputusan sang Raja untuk menghancurkan para Aphoteosis membawa kelegaan sekaligus ketakutan bagi rakyatnya, dan suasana di kerajaan itu menjadi semakin kelam dan mencekam.

Rakyat berbisik-bisik di sudut-sudut, ketakutan akan kemarahan sang Raja yang sewaktu-waktu bisa meluap dan menjatuhkan hukuman yang tak terbayangkan. Mereka mulai mempertanyakan apakah keputusan sang Raja memang demi kebaikan bersama, atau hanya demi ambisi dan kekuasaannya semata.

Di antara kerumunan itu, seorang pemuda menyaksikan peristiwa itu dari kejauhan, dengan tatapan dipenuhi amarah dan kesedihan. "Maafkan aku, teman-teman. Aku, Ezra akan melanjutkan misi kalian, dan aku akan menunggu hingga Soul Seal Aphoteosis bangkit kembali. Tak peduli berapa lama hal itu akan terjadi, aku akan merealisasikannya." Ucap Ezra sambil berjalan menjauh dari kerumunan, pergi ke gerbang kerajaan menuju hutan.

Di tengah perjalanan menuju hutan, Ezra tetap aman dan tak dicurigai oleh warga maupun prajurit sihir. Hal ini dikarenakan Soul Seal milik Ezra tidak diketahui oleh siapapun. Soul Seal milik Ezra masih berhubungan dengan delapan Aphoteosis, dan itu adalah naga yang melambangkan Kehidupan dan Kematian, Thanivora.

"Kalian hanya akan memicu kebencian para Aphoteosis... Dan mereka akan melakukan balas dendam suatu saat nanti. Lihat saja nanti, Raja Eldrin, akan kupastikan suatu saat kau akan kami bunuh dengan brutal seperti yang kau lakukan kepada teman-teman kami." Ucap Ezra sambil menggertakkan giginya. Matanya dipenuhi rasa sakit mendalam dan keinginan untuk balas dendam.

"Ezra... Kenapa kau tidak mengamuk saja disana? Kau sudah sepenuhnya menguasai kekuatanku, baik itu Eclipse Form maupun Celestial Transendence." Ucap Thanivora.

"Kau bodoh ya? Disana masih ada para pahlawan yang siap membunuh kita. Kau ingin aku ikut mati bersama para pemegang Aphoteosis itu ya?!" Ucap Ezra dalam pikirannya.

"Aku tak terima! Bagaimana bisa pahlawan rendahan seperti mereka berhasil mengalahkan Aphoteosis. Terutama Ignis dan Reikyu, mereka adalah yang terkuat diantara delapan Aphoteosis!" Ucap Thanivora dengan nada marah. "Apa yang dilakukan Ignis dan Reikyu hingga mereka dengan mudahnya ditangkap?!"

"Tenanglah, Thanivora. Kita akan membalas pada waktunya. Dan sekarang, kita harus mengasingkan diri terlebih dahulu agar keberadaanmu tetap tersembunyi." Ucap Ezra dengan tenang.

Ezra pergi berkelana di hutan, mencari tempat persembunyian yang cocok untuk menunggu kebangkitan Soul Seal Aphoteosis. Berbulan-bulan berlalu, hingga Ezra sampai di hutan yang dikenal dengan nama Hutan Silverwood, hutan yang menjadi tempat sakral bagi para High Elf, karena di Silverwood ada sebuah reruntuhan yang merupakan peninggalan dari abad kekosongan.

Dengan langkah pasti, Ezra pergi memasuki reruntuhan kuno itu, lalu bertapa disana. Ezra meletakkan ranselnya di dinding reruntuhan, lalu duduk di sebuah batu. "Thanivora, apa kita akan melakukannya lagi?" Tanya Ezra dengan nada khawatir.

"Tentu saja! Namun, ini adalah yang terakhir kalinya. Setelah ini, aku tak akan bisa membangkitkan Soul Seal Aphoteosis lagi. Energi sihir mereka terlalu besar untuk seekor naga yang sudah tua sepertiku." Ucap Thanivora dengan sedikit nada kesal.

"Kalau begitu..." Ezra berdiri, memasang kuda-kuda untuk menggunakan teknik sihir. "Dari dunia yang terlahir hingga kekosongan yang abadi, engkau adalah yang memulai dan yang mengakhiri. Kepadamu, wahai Thanivora, aku serahkan tubuh ini sebagai wadah dari kehampaan dan keabadian. Kuucapkan namamu sebagai kunci yang membuka pintu antara yang hidup dan mati. Dalam cahaya yang memancar dan dalam kegelapan yang menelan, biarkan diriku masuk ke dalam arus waktu tanpa ujung, di mana segala yang ada akan musnah, dan segala yang tiada akan terlahir. Eternal Dragon... Celestial Transendence!" Tubuh Ezra mulai mengalami transformasi. Tubuhnya mulai berubah menjadi seekor Naga berwarna hitam pekat, dengan mata ungu gelap.

"Semoga kalian berhasil, adik-adikku di masa depan..." Ucap Ezra, lalu menatap langit sambil membuka mulutnya, "Dengan ini, aku bangkitkan kalian kembali, untuk terakhir kalinya... Cycle Of The Eternal Light!"