Cairan berwarna merah yang kini sudah menjadi genangan. Terlihat seorang gadis dengan rambut pirang, ditambah dengan bola matanya yang berwarna biru, bak Aquamarine. Kulit putihnya terlihat mempunyai beberapa goresan luka, gaunnya yang semula indah, kini menjadi tak beraturan.
Didepannya berdiri gadis dengan rambut hitam yang menyerupai gelapnya malam, dan mata berwarna hijau, sehijau Emerald. Ditubuhnya yang indah, dan kulit yang bak salju pada musim dingin itu, terdapat banyak luka yang cukup parah.
Ia berdiri sembari memegang belati yang diarahkan pada gadis didepannya. Tepat ketika belati tersebut hampir menyentuh sang gadis, ada anak panah yang secepat kilat terarah pada gadis bersurai hitam membuat belati tadi terhempas kelantai.
Jika dilihat dari sudut pandang para ksatria yang ada disana, adegan tadi terlihat seperti pangeran di dongeng anak-anak yang sedang menyelamatkan tuan putrinya.
"Lady Nora!! Anda tidak terluka?" tanya sang pangeran, yang terlihat sangat mengkhawatirkan kekasihnya.
Echo Noella Althestan, adalah putra mahkota dari kekaisaran Althestan.
"A-aku tak apa..." jawab sang gadis dengan lirih, membuat orang yang ada disana menjadi bersimpati padanya.
Disisi lain, ada seorang gadis yang mengalami pendarahan hebat di bahunya. Sejak tadi tak ada yang bertanya padanya, entah sekedar bertanya tentang keadaannya, bagaimana perasaannya, atau apa kau baik-baik saja? Tidak ada yang memperdulikannya, dan tak ada yang memperhatikannya.
"Tahan wanita sialan itu dipenjara bawah tanah!!" perintah pangeran Echo yang terlihat sangat kesal dengan kejadian hari ini.
Sorot matanya yang asa, seolah ia sudah siap dengan hukuman apapun. Sekilas, ia bisa melihat mimik wajah Nora yang tampak puas dan meremehkannya, tidak ada lagi raut wajahnya yang seperti meminta bantuan, dan kesakitan.
"Kau sungguh tak apa Nora?" tanya pangeran Echo lagi, kali ini ia dengan cekatan menggendong Nora, membuat semua mata yang ada disana tertuju pada mereka.
Nora yang terlihat masih schock dengan kejadian barusan, dengan cepat menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang pangeran.
.·:*¨༺ ༻¨*:·
16 Desember tahun 293, kalender kekaisaran Althestan.
Semua mata tertuju padanya, anak ketiga dari duke Alastrine, sekaligus putri semata wayangnya, Aesty Penelope Alastrine. Perempuan yang digadang-gadang sebagai wanita gila yang iri dengan anak haram count Duane, bangsawan desa yang baru saja pindah ke pusat kota. Selain itu, count Duane juga merupakan bangsawan miskin.
Semua kalangan memandanginya, mulai dari rakyat kecil, para bangsawan, serta keluarga kekaisaran. Tidak ada yang melihatnya dengan rasa iba, hanya pandangan mencaci dan menghina.
Matanya sudah tertutup, seolah ia sudah siap untuk mati. Para Algojo yang sudah siap untuk melaksanakan tugas mereka. Sebenarnya, Aesty berharap kaisar akan mempercayai omongannya, namun itu tidak akan pernah terjadi.
"Aku tidak akan pernah mencintai mu lagi Echo," ungkapnya, manik matanya yang penuh dengan kebencian dan keputusan asaan menatap kearah sang putra mahkota.
"jaga sopan santunmu sialan!" serunya, kali ini pangeran Echo sudah tak bisa lagi menahan kekesalannya. Satu tamparan mendarat di pipi Aesty, tamparan itu meninggalkan bekas yang terlihat jelas di kulitnya yang putih pucat.
"Sudahlah pangeran, apa pangeran tidak melihat mukanya yang memelas itu?" tanya Nora, yang seolah sedang merendahkannya. Lagi-lagi ia tersenyum, seolah sedang menertawai nasib teman dekatnya itu.
"Kau juga, anak haram," ketus Aesty, kali ini ia beralih untuk menatap Nora, manta sahabatnya yang sangat ia sayangi, sayangnya Nora tidak menganggapnya begitu.
Kaisar yang merasa muak dengan perdebatan mereka bertiga, memutuskan untuk segera menghukum mati Aesty.
"Penggal lehernya sialan!!" Teriak sang kaisar, para Algojo yang mendengar itu, segera melaksanakan tugas mereka tanpa banyak bicara.
Sebelum ia dipenggal, kepalanya ditutupi oleh kain yang membuatnya tidak bisa melihat sekitar.
Jangan menanyakan dimana keluarga Duke Alastrine, karna mereka semua sudah lebih dulu dihukum mati.
.·:*¨༺ ༻¨*:·.
19 Desember tahun 293, kalender kekaisaran Althestan.
Sunyi, dan dingin. Tidak ada yang menerangi hari-harinya lagi.
Rasa hampa mulai menyelimuti dirinya. Walaupun ia sudah menerima gelar kebangsawanannya sebagai duke, itu tidak ada artinya lagi. Dunianya sudah tiada, tidak ada lagi tempat untuk ia bercerita, dan bersenda gurau bersama.
"Tidak ada lagi alasanku untuk tetap didunia ini..," lirih sang pangeran pertama, Kaider Swayze Althestan.
Pangeran yang selalu diasingkan karena warna matanya. Matanya yang berwarna merah darah, menyerupai Ruby membuat orang-orang yang melihatnya ketakutan.
Tidak hanya itu, ia juga merupakan anak dari hubungan kaisar dengan wanita yang tak mempunyai asal usul. Ia tidak pernah tau tentang ibunya, ataupun kerabat ibunya sendiri.
Itu juga menjadi penyebab kenapa adiknya yang merupakan pangeran ke-3 bisa menduduki takhta.
"Aku ingin bertemu dengannya, wanita yang tidak akan pernahku lupakan." Ia kembali berucap, kali ini darah segar mengalir dari dadanya. Tangannya yang memegang belati juga terkena darah.
Diruangan itu, hanya ada ia seorang, tidak ada yang mengetahui kematiannya hingga esok hari. Para pelayan yang sudah ia himbau untuk tidak menggangunya. Walaupun ia tau, jika tidak diperintahkan seperti itupun mereka tidak akan bersedia mengunjunginya.
Kesendirian adalah teman dekat Kaider, ia meninggal pada hari ulang tahun putri duke Alastrine, Aesty Penelope Alastrine.
.·:*¨༺ ༻¨*:·.
19 Desember 2023
"Apa-apaan bangsat!!" Terdengar suara teriakkan dari seorang gadis yang tengah membaca novel.
Teriakkan itu membuat semua mata tertuju padanya, dikarenakan ia sedang berada di perpustakaan.
"upss," ucapnya sembari meletakkan telapak tangannya di bibirnya.
"Masa my princess Aesty, sama hanni bani sweeti ku Kaider, dead sih" keluh Arabella yang masih merasa tak terima dengan ending pada novel itu.
Karena lelah Arabella memutuskan untuk pulang ke apartemennya yang bisa dibilang cukup mewah untuk anak kuliahan sepertinya.
Matanya mulai tertutup, sekeliling nya menjadi gelap, tubuhnya seperti melayang. Ia tidak tau apa yang terjadi pada dirinya sendiri.
Arabella Anatasya
Kau ditakdirkan untuk bersama dengannya.
Tidak ada yang bisa memisahkan kalian, walaupun maut sekalipun.
Tenang saja, kau akan kembali padanya.
Sayup-sayup terdengar suara bisikan-bisikan dengan suara lembut yang menenangkan. Suara itu membuat Arabella yang tadinya berusaha untuk bangun, menjadi nyaman dengan keadaannya
‧͙⁺˚*・༓☾𝐓𝐨 𝐛𝐚𝐜𝐤 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭༊*·˚