Pertarungan ini berlangsung cukup lama, dan jelas terlihat bahwa wanita itu mendominasi pria tersebut. Gerakan pedangnya begitu terampil, seakan-akan dia menari di atas tanah yang dipenuhi bunga… indah, namun mematikan.
"Baiklah, waktunya mengakhiri ini!" serunya dengan tegas.
"Kau pikir mudah mengalahkanku, jalang!" balas pria itu, meski ketakutan jelas terpancar di wajahnya.
Pria itu mundur perlahan, napasnya terengah-engah. Matanya memancarkan rasa putus asa, sementara kakinya gemetar, seakan ada singa besar di depannya yang siap melahapnya kapan saja.
Wanita itu melangkah mundur beberapa langkah, memegang pedang dengan kedua tangan. Ia mendekatkan ujung pedangnya ke arah wajahnya, sementara cahaya perlahan berkumpul di sekeliling bilah pedang itu. Kilauan cahaya itu kian terang, memancarkan aura kuat, seolah siap untuk memusnahkan apapun yang ada di hadapannya.
"Penuhi panggilanku, Jiwa Cahaya! Teknik pertama, Kilatan Fajar!"
-Slash!
"Apakah ini benar-benar kekuatan manusia?" pikirku dalam hati, takjub sekaligus ngeri.
Mataku terpaku pada pedang yang terayun, menghasilkan kilatan cahaya yang melesat begitu cepat, seakan bisa memotong apapun yang ada di jalurnya. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku. Apa yang baru saja kusaksikan jelas berada di luar nalar manusia.
Namun pria itu tak tinggal diam. Ia memasang kuda-kuda, mengangkat pedangnya untuk menangkis serangan itu dengan kekuatan penuh.
"Shadow Slash!!"
-Swuzz!
Tubuhnya terbelah. Serangan itu menembus tubuh pria itu, memotongnya menjadi dua sebelum ia hilang menjadi abu yang tertiup angin.
Aku terkejut. Tubuhku berkeringat dan gemetar hebat melihat pemandangan ini. Perutku terasa mual. Aku mencoba menahan rasa itu, tapi semuanya terasa terlalu berat. Aku tak mampu lagi—dan akhirnya muntah tanpa kendali.
Gwenyth menyarungkan pedangnya. Aura tegas dan mematikan itu lenyap seketika, berganti dengan senyum tipis yang hangat.
"Apa kau tidak apa-apa?" tanyanya lembut, seperti sosok yang sama sekali berbeda dari wanita yang baru saja menghancurkan musuhnya.
Suara ini… suara wanita itu menyadarkanku dari kepanikan. Entah kenapa, mendengar suaranya menenangkan hatiku. Ketakutanku seolah lenyap begitu saja. Apakah dia seorang dewi? Aku mendongak, melihat wajahnya untuk pertama kali…
"Wow… dia sungguh cantik." Selama ini aku hanya melihatnya dengan masker yang selalu menutupi wajahnya. Aku sudah menduga ia cantik. Tapi ini… sungguh melampaui bayanganku. Ini kecantikan yang tak pernah kulihat sebelumnya.
Aku tertegun, memandangnya tanpa sadar. Hingga akhirnya aku tersadar dari lamunanku dan dengan canggung meraih tangannya. Ia membantuku berdiri, dan aku tak bisa menyembunyikan kegugupanku. Ini pertama kalinya aku menyentuh tangan seorang wanita secantik ini.
"O-oh, aku lupa… maaf, bolehkah aku bertanya, nona?" tanyaku dengan suara bergetar. Ketakutan masih menggantung di benakku, tapi rasa penasaran di dadaku jauh lebih besar. Aku harus tahu… siapa sebenarnya wanita ini?
"Maafkan aku, perkenalkan namaku Gwenyth, Gwenyth Pendragon!"
"Oh, jadi namamu Gwenyth Pendragon. Nama yang bagus...," ucapku tanpa berpikir panjang. Namun, saat nama itu benar-benar meresap di pikiranku, mataku membelalak.
"Pendragon? Eh? Pen-Pendragon?!" Suaraku naik satu oktaf, dan aku langsung melompat sedikit ke belakang. "Bukankah itu... sama denganku?!"
Aku terdiam. Nama belakangnya Pendragon? Bukankah itu nama belakangku sekarang? Apakah dia...
Gwenyth tertawa kecil. Mungkin ia menyadari kebingungan dan wajah bodohku.
"Haha, iya, aku Gwenyth Pendragon. Salam kenal, Angga Pendragon!"
*Gulp.*
"Ka-k-kau tahu namaku?"
---
"Ini makanlah"
Gwenyth mengulurkan roti yang ada di tangannya ke padaku, aku menatapnya dan mengambil roti yang ia ulurkan. Aku tetap curiga padanya dan waspada meksipun ia cantik. Dia hanya tersenyum.
"Ayolah roti ini gak ada racunnya. Bukankah ada hal yang ingin kau tanyakan? Kau, terlihat sangat shock makan dan minumlah dulu tenang "
Setelah memberiku sepotong roti dan air, Gwenyth menjelaskan bahwa musuh yang menyerangku adalah prajurit dari golongan Shadow Crawler, bawahan Dark Lord. Mereka adalah makhluk gelap dengan kemampuan mistis, dibentuk dari kebencian dan amarah manusia.
Gwenyth juga menjelaskan tentang Light Guardian, kebalikan dari kekuatan gelap. Para Light Guardian seperti dirinya mewakili keadilan dan kesucian. Ia sendiri adalah komandan ke-10 pangkat terendah di antara mereka, tetapi tetap jauh lebih kuat dibanding manusia biasa.
Aku masih berusaha memahami semuanya ketika aku bertanya,
"Lalu, Dark Lord , siapa dia dan apa dia?"
Ekspresi Gwenyth berubah. Ia berdiri, tatapannya dingin, penuh amarah.
"Dark Lord!" seru Gwenyth, suaranya penuh ketegasan dan kemarahan yang tertahan.
Tatapannya berubah dingin, seperti mengingat sesuatu yang menyakitkan.
"Dia adalah sumber dari semua kehancuran ini," lanjutnya, dengan nada yang semakin dalam.
"Makhluk yang tak hanya menguasai kegelapan, tetapi juga menciptakan kehancuran dari kebencian manusia. Ia adalah alasan mengapa dunia ini berada di ambang kehancuran. Dan aku... aku bersumpah akan mengalahkannya, meskipun itu berarti mengorbankan hidupku."
Kata-katanya menggantung di udara. Tubuhku membeku mendengar betapa seriusnya Gwenyth.
Aku menelan ludah, mencoba memahami apa yang barusan ia katakan.
"Jadi... tujuanmu adalah mengalahkan Dark Lord? Tapi kenapa aku...?"
Gwenyth menatapku dengan tatapan... Sebuah tatapan penuh harapan?
"Karena kau adalah seorang seorang yang spesial! Ingat kenapa Shadow Crawler itu meyebutmu tabu? Kekuatanmu itu menantang takdir dan aturan itu sendiri!"
Gwenyth berjalan kearahku, dia memegang kedua pundak ku. Tatapan tajam ke arah mataku selayaknya sepengal cahaya di gelapnya malam. Dia mengatakan bahwa..
"Angga, kamu punya dua kekuatan yang bertolak belakang 'Blessing of Life' dan 'Blessing of Dead'."
Gwenyth menatapku dengan sorot mata yang serius tapi tidak menghakimi.
"Aku juga nggak tahu kenapa. Biasanya, masing-masing kekuatan ini cuma dimiliki oleh satu orang yang berbeda. Tapi kamu..." Dia berhenti sejenak, seperti mencari kata-kata yang tepat.
"Entah bagaimana, kamu punya keduanya."
Nada suaranya tenang, tapi setiap kata yang dia ucapkan membuat kepalaku terasa berat. Dua kekuatan? Bertentangan? Kenapa aku?
Ketika Gwenyth mengatakan sebuah hal yang sangat tidak masuk akal, waktu seolah terhenti aku bahkan bertanya pada diriku sendiri 'apakah ini sebuah takdir?'.
Jika ini takdir bukankah ini adalah sebuah beban yang berat? Semakin besar kekuatanmu semakin berat beban yang kau pikul pundakmu. Aku hanya terdiam...
Amarahku memuncak memikirkan hal ini apa? Kenapa? Aku hanyalah seorang biasa-biasa saja kenapa bisa sesuatu seperti ini ada pada diriku? Apakah karena aku terlalu biasa?
"A..Aku hanyalah orang biasa, seorang no life, tidak punya banyak teman! Bagaimana bisa aku memiliki sesuatu yang seperti itu? Aku bahkan gak bisa selamatin diriku!"
Aku berteriak mengatakan dengan lantang kepada Gwenyth yang masih berada didepan ku.
Aku melihat ekspresi Gwenyth, itu wajah yang seolah... Seolah wajah itu mengatakan bahwa dia tau apa yang aku rasakan selama ini.. Penderitaan, kesedihan, kesendirian, keputusan, kekosongan.
Ya itu adalah aku dulu kenapa? Apakah itu salah? Kenapa sesuatu yang besar datang ketika kehancuran dimulai? Kenapa tidak dari dulu?.
'sial'