Bab 2: Dilema Seorang Pemuda
Hari demi hari berlalu, semangat Rangga dalam berlatih pencak silat semakin membara. Guru Haris pun takjub melihat perkembangan pesat murid barunya itu. Namun, di balik semangatnya, Rangga masih harus bergelut dengan konflik batin.
Di satu sisi, ia sangat menikmati latihan pencak silat. Gerakan-gerakan yang indah dan penuh kekuatan membuatnya merasa hidup. Ia juga merasa semakin dekat dengan Guru Haris, yang baginya seperti seorang ayah.
Di sisi lain, Rangga merasa bersalah karena telah mengabaikan tanggung jawabnya sebagai anak petani. Orang tuanya sering mengeluh karena Rangga lebih sering menghabiskan waktu di tempat latihan daripada membantu di sawah.
"Nak, jangan terlalu sering melalaikan pekerjaanmu di sawah," kata Ibu Rangga dengan nada khawatir. "Nanti kamu akan menyesal."
Rangga hanya bisa terdiam. Ia tahu bahwa orang tuanya benar. Namun, hatinya terus saja tergiur untuk terus berlatih pencak silat.
Suatu sore, setelah selesai berlatih, Rangga duduk termenung di bawah pohon mangga. Ia memikirkan masa depannya. Apakah ia harus terus mengejar mimpinya menjadi seorang pendekar, atau ia harus mengalah dan mengikuti jejak orang tuanya?
"Aku bingung, Guru," ujar Rangga kepada Guru Haris.
Guru Haris tersenyum. "Bingung itu wajar, Nak. Setiap orang pasti pernah mengalaminya. Namun, ingatlah bahwa setiap pilihan pasti memiliki konsekuensinya."
Guru Haris kemudian menceritakan kisah tentang seorang pendekar legendaris yang harus memilih antara cintanya pada seni bela diri dan tanggung jawabnya terhadap keluarganya.
"Setiap keputusan yang kamu ambil akan membentuk dirimu menjadi pribadi yang lebih baik," lanjut Guru Haris. "Yang penting adalah kamu harus mengikuti hatimu."
Mendengar kata-kata Guru Haris, Rangga merasa sedikit lebih tenang. Ia menyadari bahwa ia tidak perlu memilih antara kedua hal yang ia cintai. Ia bisa mencoba untuk menyeimbangkan keduanya.
Mulai saat itu, Rangga berusaha untuk membagi waktunya antara berlatih pencak silat dan membantu orang tuanya di sawah. Meskipun awalnya sulit, ia tetap berusaha untuk konsisten.