"Saya minta maaf atas namanya," kata Layla dengan lembut.
"Anda tidak perlu, Layla," jawab Demitri, meletakkan cangkirnya di atas meja dengan bunyi kecil yang lembut. Pandangannya tetap tenang, meski ada sedikit kegelisahan melintas di matanya. "Saya selalu tahu bahwa suatu hari Lucius akan melakukannya. Anda tidak seharusnya membiarkan ini mengganggu Anda."
"Bagaimana saya bisa tidak khawatir?" sahut Layla, dengan kekecewaan merayapi kata-katanya. Bibirnya membentuk senyum pahit yang samar saat pandangannya jatuh ke meja. "Saya terluka melihat dia bekerja keras, dengan teliti menyusun setiap serpihan bukti yang ditemukannya. Tahukah Anda pertama kali saya melihatnya? Dia basah kuyup di tengah hujan, penuh memar, dan tampak hancur. Saya masih bisa membayangkan ekspresi wajahnya."
Demitri tetap diam, menundukkan mata untuk menghindari tatapan tajam Layla.