***
Marsha terpesona begitu melewati sekolah SMA Internasional yang berada di kotanya. Dari balik kaca mobil Marsha dapat melihat banyak siswa-siswi berlalu lalang memasuki pagar sekolah. Marsha menginjak umur 13 tabun, dan mencoba mempertaruhkan mimpi-mimpinya untuk memasuki sekolah SMA itu.
"Nanti kalau nilai ujian Marsha bagus, kakak bantuin buat daftar disana." Bisik Hengky, kakak laki-laki Marsha.
Pandangan Marsha berbinar, "Beneran ya kak, aku mau sekolah disana. Aku yakin dimasa depan kita bakalan cerah, kaya masadepan mama dan papa mereka sukses dan saling mencintai."
"Iya Marsha, kakak janji bakalan terus sama-sama sampai Marsha beranjak dewasa. Harus nurut sama papa mama ya?"
"Iya kak, Marsha janji akan nurut sama papa dan mama."
Mobil sudah sampai dikomplek perumahan asri di perdesaan. Kedua orang tuanya dan kakaknya sudah memasuki rumah kakeknya, Marsha memilih berfokus berjalan-jalan disekitar.
BRUMMM...
BRUMMM....
"Sejak kapan lapangan desa dijadikan tempat balapan?" Binggung Marsha melihat tempat ramai didepan sana.
Marsha dapat melihat beberapa motor sport tengah balapan disore hari, Marsha memilih duduk bersama warga sekitar yang tengah menyaksikan pertunjukan balapan.
BRUMMM....
BRUMMM....
Suasana bising membuat Marsha tidak nyaman menonton jalannya pertandingan. Di daerah rumah kakek yang asri, Marsha kembali berjalan menyusuri jalanan sawah.
BRAK!!
Marsha terkaget begitu mendapati suara jatuh diarea persawahan dengan segera Marsha menghampiri suara itu. Disana Marsha dapat melihat motor sport tergelincir hingga jatuh di aspal. Marsha dengan segera mencoba membantu cowok itu bangun.
"Om gapapa?" Tanya Marsha khawatir.
Cowok bermata lebar memperhatikan raut wajah khawatir Marsha, "Gapapa—OM?!"
"Loh aku salah ya om? Aku lihat di lapangan rata-rata yang ikut balapan itu om-om. Jadi letak kesalahanku dimana?" Binggung Marsha keheranan. "Aduh aku gak bawa obat-obatan, lutut om berdarah---"
"Gapapa jangan khawatir."
"Lain kali kalau dijalanan desa jangan ngebut om, jalan disini kayaknya licin jadi om bawa motornya harus hati-hati. Om salah satu peserta yang ikut pertandingan balapan ya?" Tanya Marsha ramah.
Cowok bermata coklat berdiri dibantu dengan Marsha tanpa menghiraukan motornya yang masih terlentang jatuh. Tingginya dengan gadis itu hanya sebatas dada.
"Kamu bisa pulang, anak SD gak boleh main jauh-jauh ini sudah sore---"
"Anak SD? Aku gak sekecil itu om! Aku udah SMP, kenapa om anggap aku anak kecil sih?!" Maki Marsha tersinggung.
Cowok bermata coklat itu tertawa tanpa melepaskan maskernya, "Terus?"
"Aku udah kelas satu SMP, aku bukan anak kecil lagi om!" Seru Marsha kesal menghentakkan kakinya.
Mata Jemmy melotot, anak sekecil ini seumurannya?
"Jangan ngaku-ngaku, masa kamu SMP sih? Dan aku bukan om mu, aku seumuran sama kamu!"
"Hah?! Jangan ngaku-ngaku deh om, masa om seumuran sama aku! Gak mungkin---"
"Gak ada yang gak mungkin. Rumah kamu dimana, biar aku anter."
Marsha menggeleng, takutnya orang tuanya mengira bahwa Marsha sudah punya pacar.
"Gak usah om, aku bisa pulang sendiri. Om lanjut pertandingan aja." Pamit Marsha lalu berlari ketakutan.
Jemmy membuka helmya, "Dasar, cewek aneh!"
Setelah menempuh perjalanan panjang, Jemmy dihadapkan dengan pemandangan papanya sedang berciuman mesra dengan seorang pria yang ia ketahui ada papa dari sahabatnya sendiri di ruang tamu. Jemmy membanting helmnya membuat aktivitas kedua sejoli terhenti.
"Jemmy, papa bisa jelasin!" Theo mencoba menarik tangan Jemmy, namun Jemmy mengeram keras.
"Maksud papa apa? Papa gay?" Sinis Jemmy.
"Jemmy, jika kamu sudah dewasa kamu akan mengerti kelakuan papa tidak seburuk yang kamu kira---"
"Gak seburuk yang papa kira apa?! Berciuman dengan cowok diruang tamu dan ditonton maid yang sedang bekerja?! Jemmy capek dari dulu diejek gak punya mama karena Papa yang Jemmy percaya fokus mencari uang ternyata seorang menyimpang! Apa yang harus Jemmy percaya?" Tuntut Jemmy kecewa.
Jayden hanya menatap Jemmy malas, "Sudahlah, hal seperti jangan terlalu diperbesarkan. Kamu sudah besar Jemmy. Belajarlah untuk bisa menerima sesuatu yang tidak bisa kamu terima!"
"Sadar om, om sudah punya istri. Harusnya om mikir gimana reaksi Tante Dea kalau tahu Om Jayden menyimpang! Pergi atau Jemmy laporin ke Tante Dea---"
"MASUK JEMMY!! JANGAN PERNAH MENCAMPURI URUSAN PAPA---"
"SUDAH TAHU MENYIMPANG BUKANNYA TOBAT PAPA MALAH SEMAKIN LIAR. JEMMY GAK SUDI PUNYA PAPAY!! JEMMY BENCI PAPA!!" Bentak Jemmy pergi meninggalkan rumah dengan tanggisan yang tidak bisa dijelaskan.
Kurangnya kasih sayang dari papanya membuat Jemmy menjadi lebih nakal dan liar diusianya terbilang belum legal. Bolehkan Jemmy menyalahkan lingkungan sekitar yang telah membuat Jemmy seperti ini?
***
Hidup dan mati seorang tidak ada satupun manusia yang tahu. Marsha jatuh tersungkur tepat disamping makam kakaknya yang beberapa bulan meninggalkannya karena kecelakaan beruntun. Lelah menangisi kepergian Hengky, Marsha mengambil secarik kertas berisi formulir penerimaan siswa baru jalur beasiswa.
"Kak Hengky jahat ninggalin aku sendirian sekarang. Kak, harusnya kakak orang pertama memberikan pelukan hangat untuk Marsha, tapi kenapa kakak memilih pergi ke surga?! Kak Hengky, setelah kepergian kakak, papa sama mama berantem hebat." Marsha menumpahkan semua uneg-unegnya.
"Papa gak terima atas kepergian Kak Hengky dan mulai tidak bertanggung jawab terhadap ekonomi keluarga. Sifat papa dan mama berubah total sekarang kak, Marsha harus apa? Kemarin papa gak terima kalau Marsha masuk sekolah Impian Marsha beberapa tahun, mama juga nyuruh Marsha buat ambil sekolah biasa dan Marsha dipaksa untuk membiayain kehidupan Marsha sendiri."
"Kak Hengky salah, Marsha bukan gadis yang lemah dan terima ekonomi keluarga kita yang menurun. Marsha tetap akan masuk ke SMA impian Marsha, Kak Hengky tenang aja Marsha bakalan rajin belajar. Doain Marsha disana ya kak, Marsha akan selalu sayang kakak sampai akhir hayat Marsha. Udah sore kak, Marsha harus pergi part time di caffe. Selamat sore Kak Hengky, Marsha akan sering berkunjung kesini." Pamit Marsha mencium batu nisan Hengky lalu berlalu pergi meninggalkan makam.
"Reno, mama gak mau kamu kenapa-napa. Gak usah masuk sekolah umum ya? Mama sudah daftarin Reno ke SMA luar negeri---"
"Gak, aku berangkat!" Pamit Reno merampas tasnya dari maid yang membawakan tasnya.
Dea berlari menghampiri Reno, "Mama gak mau kamu kenapa-napa sayang."
Reno berjalan menuju garasi motor lalu memanaskannya tidak memperdulikan kekhawatiran mamanya.
"Reno, tolong nurut sama mama." Dea menahan Reno yang sudah menaiki motornya. "Reno jangan naik motor, mama takut kamu kenapa-napa."
TINNNN...
"Aku berangkat!"
Reno menjalankan motornya tanpa memperdulikan teriakan mamanya yang meminta Reno untuk turun. Reno menjalankan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Hari pertama masuk sekolah merupakan moment yang ditunggu Reno, adakah hal menarik yang dapat Reno jumpai di sekolah?
"Hallo, ini gak sopan tapi kamu maukan gantiin aku sebentar merazia anak baru yang tidak memakai atribut mos lengkap?" Kata seseorang memakaikan selempang osis kepada Marsha.
"Kakak mau kem---"
"URGENT!! URUSAN BOKER, GUE MINTA TOLONG SEBENTAR YAK!!" Teriak kakak kelas Marsha berlari menuju kamar mandi.
Marsha menggelengkan kepalanya, "Ada-ada aja."
Marsha menunggu kakak kelasnya hampir 10 menitan hingga bel berbunyi. Marsha melepas atributnya tidak sengaja pandangannya berpapasan dengan seorang siswa yang tengah menggunakan motornya menuju parkiran sekolah. Tatapan mata seperti familiar namun Marsha tidak mengetahui siapa orang itu.
Setelah mengembalikan semua atribut osis, Marsha dapat melihat banyak sekali orang mengantri membeli topi di koperasi sekolah. Sampai pada akhirnya Marsha dikejutkan dengan teriakan banyak siswi-siswi begitu seseorang ingin menerobos masuk koperasi.
"Cari apa kak?" Tanya petugas koperasi.
"Topi,"
"Kebetulan topinya habis kak---"
Reno pergi meninggalkan koperasi dengan kesal. Niatnya hari ini Reno akan membolos namun Reno dikejutkan dengan seseorang yang mengulurkan topinya.
"Kebetulan aku ada topi lebih kamu bisa pinjam. Aku tahu seperti sksd sama kamu, aku gak mau kamu dihukum karena ini.' Putus Marsha memberanikan diri menawarkan bantuan.
Reno menatap Marsha dengan datar, "Makasih."
Setelah mengucapkan terimakasih, Reno berlalu pergi meninggalkan Marsha.
"Itu bukannya cowok tadi?" Batin Marsha tidak ambil pusing.
Masa orientasi sekolah dimulai, hari pertama memasuki sekolah Marsha dan seluruh teman seangkatannya dikumpulkan diauli. Marsha duduk disamping teman sekelasnya yang kini kebinggungan ketika seluruh teman-temannya mengeluarkan bekal makannya.
"Kamu gak bawa bekal makanan?" Tanya Marsha.
"Gue kelupaan," Balas Jemmy cuek.
Marsha membuka tasnya lalu memberikan bekalnya, "Kebetulan aku bawa dua, satu buat kamu."
"Gak usah, gue mau bolos." Tolak Jemmy.
"Kamu mau bolos kemana? Jangan bolos, kamu ambil bekal aku aja kebetulan aku bawa lebih. Masa sekolah cuma satu kali dalam hidup, masa kamu mau melewatkannya?"
"Terserah gue---"
"Aku cuma bilang aja, kalau kamu bolos setelah ini terserah itu bukan urusannku, Yang terpenting kamu makan dulu aja, setelah ini kegiatan kita banyak." Jelas Marsha lalu menghiraukan keberadaan Jemmy.
Sepanjang jalannya acara Jemmy tetap dibangkunya, bahkan Jemmy sudah melupakan niatnya untuk membolos, Benar juga yang dikatakan gadis itu bahwa masa orientasi masa sekolah hanya satu kali, kenapa Jemmy harus melewatkannya?
***