Alina Ashford duduk di depan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri dengan tatapan ragu.
"Apa aku bisa menjadi Beyonder?" bisiknya pelan, seolah berbicara dengan bayangannya sendiri. Keraguan menyelimuti wajahnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi Justice?
"Dari keluarga Audrey... a-aku harus bisa menjadi Beyonder," gumamnya lirih, tidak yakin pada kemampuan dirinya. Dia tahu betul bahwa dia tidak memiliki bakat seperti kakaknya, yang empat tahun lebih tua darinya dan sudah menunjukkan potensi luar biasa sejak usia 16 tahun. Alina merasa tertinggal jauh.
"Apa ayah berbohong soal bakatku? Tapi... kenapa aku tidak seperti kakak saat di umur yang sama?" keluhnya sambil menunduk.
[Aku ingat ayah pernah memberiku sesuatu... semacam artefak], pikir Alina, beranjak dari tempat duduknya menuju meja rias. Di sana, dia menemukan sebuah kotak kecil berornamen rumit.
"Apakah ini, ayah? Apa semua cerita tentang artefak ini hanya dongeng belaka?" Dia menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri sebelum melanjutkan, "Atas nama Audrey... aktiflah!"
Keheningan menyelimuti ruangan. Artefak itu tidak merespons.
[Kenapa ini tidak berfungsi?] pikir Alina, cemas. Namun, tiba-tiba asap tebal mulai muncul dan mengisi seluruh ruangan dengan cepat, menyelimuti pandangannya.
---+++++++----
Kein menuruni tangga dengan langkah ringan, mendapati Melissa sedang menata meja makan.
"Selamat pagi, Kein. Pergilah mandi dulu," ujar Melissa dengan ekspresi datarnya yang biasa.
"Oh, oke. Di mana kamar mandinya?"
"Di sana, lurus saja lalu belok kiri. Pakaianmu sudah ada di kamar," jawab Melissa tanpa menoleh.
Beberapa menit kemudian, Kein yang sudah selesai mandi mengenakan pakaian dari lemari. Dia memilih celana hitam panjang, topi tinggi, kemeja putih, jas hitam, dan selembar kain putih yang dia ikat sebagai dasi.
"Aku sudah selesai, Melissa," katanya sambil berjalan menuju meja makan.
"Duduklah. Aku sudah menyiapkan makanan kesukaanmu," jawab Melissa sambil menunjuk hidangan di meja.
Kein menatap makanan di depannya: jagung bakar, kacang polong rebus, dan sup kentang. [Hm? Apakah keluarga Everly sedang mengalami kesulitan finansial? Kenapa makanan kesukaanku sederhana seperti ini?] pikir Kein, sedikit bingung.
Melissa duduk di seberangnya setelah menyiapkan makan. "Melissa, kamu tahu gelang di kakiku ini?"
"Itu alat teknologi untuk memantau kondisimu. Jika terjadi sesuatu yang tidak terduga, gelang di tanganku akan menyala," jelas Melissa dengan tenang.
"Begitu, ya? Kamu memastikan aku aman setahun ini, tapi kamu juga bekerja, bukan? Kurasa kamu tidak perlu kerja lagi. Biar aku saja yang melakukannya."
"Tidak mau!" jawab Melissa tegas. "Kein, kamu belum pulih sepenuhnya. Ingatanmu masih belum kembali sepenuhnya. Bagaimana kamu bisa lulus wawancara kerja?"
"Aku bisa bekerja paruh waktu, seperti mencuci piring," balas Kein dengan nada santai.
"Itu juga melelahkan, dan kamu belum sepenuhnya pulih," kata Melissa, sedikit cemberut walau wajahnya tetap terlihat dingin.
"Jangan meremehkan kakakmu ini. Lagi pula, aku laki-laki. Kamu bukannya berhenti sekolah karena harus membiayai pengobatanku? Aku yang akan membiayai sekolahmu. Impianmu adalah menjadi..." Kein terdiam sejenak, mengingat sesuatu yang menyakitkan.
"Wajahmu terlihat tirus dan sedikit pucat, tapi kulitmu tetap bersinar. Kamu memancarkan aura gadis muda yang kuat," lanjut Kein, mencoba tersenyum.
"Aku akan membuatmu bisa sekolah di akademi mekanik steam. Aku berjanji."
"Dasar Kein, kamu selalu seperti dulu," Melissa tertawa lembut. [Kein memang tidak pernah berubah. Meskipun ingatannya belum pulih, dia tetap mencoba menghiburku seperti biasa, padahal aslinya dia tipe pendiam dan serius,] pikir Melissa dalam hati.
Pelabuhan: Port Aquarelle
Port Aquarelle adalah pelabuhan megah yang terkenal dengan keindahan arsitekturnya yang penuh seni dan atmosfernya yang berwarna-warni. Terletak di tepi perairan jernih yang berkilau seperti lukisan cat air, setiap bangunan di sekitar pelabuhan dihiasi dengan mosaik kaca warna-warni dan patung-patung elegan, seolah menyambut para pelancong dengan kesan dunia seni yang hidup. Jalanan di sini terbuat dari batu-batu berkilau yang dipahat dengan pola-pola abstrak, memberikan kesan mewah dan terawat.
Di sepanjang dermaga, ada kios-kios dan kafe kecil dengan payung-payung warna pastel, tempat para pelancong bisa menikmati hidangan laut sembari menyaksikan matahari terbenam yang memantul di permukaan air. Air di pelabuhan ini sangat jernih hingga dasar laut terlihat, dihiasi terumbu karang berwarna-warni dan ikan-ikan yang berenang bebas. Karena itu, pelabuhan ini juga dikenal dengan sebutan "Cermin Laut."
Di antara keramaian pelabuhan, terlihat seorang bangsawan bernama Lucien Devereux. Dia mengenakan jas frak biru gelap dengan rompi berwarna krim berhias brokat, kemeja putih dengan kerah tinggi, dan celana panjang berwarna gelap. Lucien memperhatikan seorang pria dengan kristan aneh di tangan, yang dikabarkan memiliki kekuatan magis setara dengan Beyonder noun level tiga, meskipun jalur nasibnya terbilang acak dan sulit ditebak.