Haruto Nakamura, seorang siswa SMA Tokyo yang begitu populer, bahkan ia sampai dikenal seluruh sekolah karena kepintarannya dan juga tampan. Tetapi, di belakang itu semua, ia adalah seorang mangaka yang sangat terkenal. Sebenarnya hal ini dapat menambah kepopulerannya. Namun, di belakang itu semua dirinya juga berpikir kalau teman-temannya menganggap itu adalah hal konyol, sehingga akhirnya ia merahasiakan hal tersebut.
Suatu malam, Haruto sedang berpikir tentang lanjutan serial manga miliknya. Dirinya benar-benar buntu, padahal sisa tenggat waktu yang di berikan tinggal dua hari lagi hingga akhirnya ia benar-benar harus mengirim naskah tersebut ke editornya. 'aku perlu menenangkan diri' pikirnya.
Akhirnya, pada akhir pekan ia pun memutuskan untuk pergi ke pantai untuk menenangkan diri sekaligus mencari referensi untuk manga miliknya. Sesampainya di sana, dirinya mulai menghirup napas segar.
"Wah, indahnya," katanya sambil memandangi cakrawala yang begitu luas. Seketika itu pula ia begitu bersemangat. Dirinya merasa kalau ia mendapat ide dan alur yang cukup menarik.
Setelah itu, dia pun kembali ke mobilnya dan menyuruh editornya untuk mengambil alat-alat gambarnya. Setelah itu Haruto langsung duduk dengan santai sambil memegangi buku sketsanya. Ia terus-menerus menggambar dengan semangat.
Hinggga seltelah beberapa saat, Haruto melihat jam tangan miliknya dan melihat kalau jarum pendek jam tersebut sudah menunjukkan angka satu, yang berarti sudah menunjukkan waktu makan siang. Dirinya langsung membereskan barang-barangnya dan berencana untuk pergi ke toserba yang berada di dekat pantai tersebut.
"Editor, tolong kau jaga barang-barangku!" seru Haruto. Setelah itu ia pun pergi ke toserba tersebut dan membeli beberapa makanan dan juga minuman, lalu Ia pun pergi kembali ke tempat kerjanya.
(Note: maksud tempat kerja disini adalah tempat Haruto melukis tadi.)
Dalam perjalanan, ia bertemu dengan sorang cewek SMA yang sebaya dengan dirinya. Cewek tersebut terlihat sangat menawan. Dia menggunakan sebuah gaun putih yang begitu berkilau terkena paparan sinar matahari.
Haruto tertegun melihat wanita tersebut. Tanpa dirinya sadari, ternyata wanita tersebut menyadari tatapan Haruto dan menghampiri dirinya.
"Ada apa?" tanya wanita tersebut hingga membuat Haruto kaget.
"Eh, itu.."
"Ada apa?"
"Perkenalkan, namaku Haruto Haruto," kata Haruto sambil mengulurkan tangannya. Wanita itu tersenyum.
"Baiklah Nakamura-kun, aku Nakajima Yuki," senyum Yuki sehingga membuat Haruto terpana. Haruto pun berencana ingin berbicara banyak. Tetapi, editor Haruto tiba-tiba memanggil.
"Hei! Haruto!" seru Aiko yang bukan lain adalah editor Haruto. Haruto pun berdecak kesal, mengapa wanita tersebut harus memanggilnya di saat-saat seperti ini.
"Apa itu ibumu?" tanya Yuki kepada Haruto.
"Bukan, dia adalah editorku," balas Haruto cepat sehingga membuat Yuki heran.
"Siapa?" tanyanya sekali lagi.
"Editorku, aku adalah seorang mangaka Haru Nakami," ucap Haruto singkat.
"Oo," jawab Yuki singkat.
"Kau tidak tau?" Yuki menggeleng-gelengkan kepalanya tidak tahu.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu," ucap Haruto singkat seraya pergi meninggalkan cewek tersebut.
"Wah wah, siapa dia?" ledek Aiko sambil melihat Haruto dan Yuki yang berada di kejauhan.
"Rahasia," ucapHaruto singkat seraya duduk di bangkunya dan mengeluarkan makanan yang batu dibelinya.
"Wah, apa dia pacarmu?" Haruto tersedak mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh wanita tersebut. Aiko pun tertawa melihat tingkah Haruto, yang biasanya ia selalu bersikap dingin dan tenang. Hal itu memang sangat menenangkan bagi beberapa editor karena jika bersama kreator yang tenang seperti Haruto tidak akan membawa banyak masalah bagi editor dan pekerjaan mereka menjadi mudah. Namun, Aiko juga mungkin merasa bosan jika melihat Haruto yang sikapnya terlalu dingin. Oleh karena itu, hal ini termasuk sebuah momen langka baginya.
"Bukan," kata Haruto seraya membuka tutup botol mineral dan meminumnya.
"Eh, sayang sekali, padahal dia sangat cantik," gumam Aiko kecewa sambil memandangi Haruto yang kembali melanjutkan pekerjaanya. "Mengapa tidak kau tembak saja?"
"Berisik, bisakah kau tidak mengatakan hal-hal yang aneh-aneh, aku sedang berusaha fokus," kata Haruto kesal melihat kelakuan editornya.
"Hei, Haruto."
"Apa?" jawab Haruto ketus.
"Wajahmu memerah tuh!" ledek Aiko sambil menahan tawa.
"Ma-mana ada, kau tidak usah mengada-ada!"
"Nah, wajahmu makin merah tuh," ledek Aiko. "Jika kau memang menyukainya tembak saja!"
"Tidak, mau kau berusaha sekuat apapun, aku tidak akan goyah," kesal Haruto sambil terus menggambar. Terkadang, Aiko suka sekali mengganggunya saat ia sedang mengerjakan manganya. Sehingga dirinya menganggap kalau kedatangan Aiko ke rumahnya adalah sebuah malapetaka. Oleh karena itu, ketika Aiko datang Haruto langsung memberikan karyanya agar tidak diganggu olehnya.
"Hahaha, benarkah?" goda Aiko semakin menjadi-jadi. "Ntar tinggal ku bilang ke keluargamu lho," ledeknya.
"Jangan berisik, aku sedang fokus," ucap Haruto sambil terus membuat sketsa untuk manganya dengan penuh konsentrasi.
"Eh, kau tidak menyenangkan," ucap Aiko bosan sambil melihat gambaran sketsa milik Haruto.
"Mungkin akan lebih baik jika kau pergi bermain air di pantai atau melakukan hal-hal lain yang lebih bermanfaat dari pada kau harus menggangguku," ucap Haruto kesal.
"Hmm, baiklah, aku akan pergi bermain air saja," ucapnya seraya pergi meninggalkan Haruto yang sedang melukis sketsanya.
Haruto menghembuskan nafas lega, jika saja Aiko tidak pergi meninggalkannya bisa saja dirinya kehilangan mood nya dan menjadi sulit untuk melanjutkan serial manga miliknya. Jika hal tersebut terjadi, segala hal yang dirinya laukan di tempat ini sia-sia.
"Baiklah, mari kita lanjutkan kembali," gumam Haruto singkat. Sesaat, ia melihat wanita yang ia temui tadi. Dirinya memandang Yuki yang sedang bermain air di tepian pantai selama beberapa saat. Haruto terpana melihat senyum gadis tersebut yang begitu menawan, dengan gaun putihnya yang begitu indah. Ia pun langsung terpikir akan alur sambungan dari karyanya.
"Ini akan menjadi karya yang paling hebat," seru Haruto mengebu-gebu. Ia tersu-menerus melukis sketsanya hingga matahari terbenam.
"Selesai!" seru Haruto sambil memandang hasil-hasil karyanya dengan bangga.
"Bagaimana, boleh ku lihat?" ucap Aiko sembari menghampiri Haruto yang langsung menyandarkan tubuhnya.
"Ini, ambillah!" ucapnya santai sembari memberikan beberapa hasil sketsa karyanya. Aiko mengambil gambar sketsa tersebut dan memperhatikan hasil sketsa tersebut dengan seksama, kemudian ia tersenyum.
"Ini sudah baik, kau hanya perlu menambah dialognya dan ini akan selesai."
"Kalau begitu, baiklah mari kita pulang," kata Haruto sambil meregangkan otot-ototnya. Jujur saja, dirinya sudah sangat letih. Menggambar sketsa dari pagi sampai sore hari bukanlah hal yang mudah.
"Baiklah, kalau begitu mari kita bereskan barang-barang ini dan pulang," ucap Aiko sambil memasukkan barang-barang ke dalam mobil miliknya.
"Baiklah, mari kita pulang," ucap Aiko seraya menghidupkan mobilnya.
Paginya, Haruto pergi ke sekolah seperti hari biasanya. Saat perjalanan ke sekolah, tiba-tiba saja seserang memanggilnya.
"Haruto-kun," ucap suara tersebut. Sontak Haruto langsung berbalik dan melihat Yuki sedang tersenyum melihatnya.
BERSAMBUNG!