Di sebuah desa kecil di New York, terdapat sebuah rumah besar berwarna merah muda yang tampak angker di ujung jalan. Rumah itu adalah 112 Ocean Avenue, tempat di mana tragedi mengerikan terjadi beberapa tahun yang lalu. Pada tahun 1974, Ronald DeFeo Jr. membunuh seluruh keluarganya di sana, dan semenjak saat itu, rumah tersebut menjadi terkenal karena kisah horornya.
Setelah setahun kosong, rumah itu akhirnya dibeli oleh keluarga Lutz: George, Kathy, dan tiga anak mereka, Danny, Chris, dan Missy. Mereka bersemangat untuk memulai hidup baru dan merasa bahwa rumah itu adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Namun, seiring dengan mereka pindah, ada perasaan aneh yang menyelimuti rumah itu, sesuatu yang tidak bisa mereka jelaskan.
Hari-hari pertama mereka di rumah diisi dengan tawa dan keceriaan. Anak-anak berlari-lari di sekitar halaman, sementara George dan Kathy mencoba menata ulang interior rumah. Namun, tidak lama setelah itu, suasana mulai berubah. Suara-suara aneh mulai terdengar, seperti bisikan pelan yang memanggil nama mereka. George sering merasakan hawa dingin yang tiba-tiba, meskipun saat itu cuaca sedang hangat.
Kathy mulai mengalami mimpi buruk yang mengganggu, mimpi tentang rumah itu yang dipenuhi darah dan bayangan-bayangan gelap yang mengintai. Setiap pagi, ia terbangun dengan perasaan tertekan dan lelah. Salah satu malam, saat ia terbangun, ia melihat sosok bayangan berdiri di sudut kamarnya. Ketika ia membuka mata, sosok itu menghilang, menyisakan rasa takut yang menggelayut di hatinya.
Danny, si anak bungsu, mulai berbicara tentang teman imajiner yang ia panggil "Jodie". Namun, Jodie bukanlah teman biasa. Ia sering menggambarkan sosok yang menyeramkan, dengan mata merah menyala. Danny sering terlihat berbicara sendiri dan tertawa tanpa alasan, membuat Kathy khawatir.
George, yang biasanya tenang, mendapati dirinya semakin mudah marah dan gelisah. Ia sering merasa seperti ada yang mengawasinya, terutama saat malam tiba. Suatu malam, ia terbangun dari tidurnya dengan keringat dingin. Di luar jendela, ia melihat cahaya aneh berkilau di tengah kegelapan, seolah memanggilnya. Ia merasa tertarik untuk keluar, meskipun akal sehatnya menjerit agar ia tetap berada di dalam.
Sementara itu, rumah tersebut mulai menunjukkan tanda-tanda yang lebih jelas. Pintu-pintu terbuka dan tertutup dengan sendirinya, benda-benda jatuh tanpa sebab, dan bahkan suara tawa anak-anak sering terdengar di malam hari, meskipun anak-anak sudah tidur. Keluarga Lutz merasakan ketegangan yang semakin meningkat di antara mereka, dengan perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak ingin mereka temui.
Kathy merasa perlu untuk mencari tahu lebih lanjut tentang sejarah rumah itu. Ia menemukan catatan tentang kejadian tragis yang pernah terjadi di sana dan merasa sangat terguncang. Dengan setiap informasi baru, rasa takutnya semakin mendalam. Ia berbagi temuan itu dengan George, yang merespons dengan ketidakpedulian, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka hanya berimajinasi.
Namun, kenyataan semakin sulit diabaikan. Semakin lama mereka tinggal, semakin terasa kehadiran yang mengintai di balik dinding-dinding rumah. Hari demi hari, kehidupan yang mereka impikan menjadi mimpi buruk yang tidak pernah mereka bayangkan. Akankah keluarga Lutz mampu bertahan di tengah teror yang mengancam mereka? Atau mereka akan menjadi bagian dari sejarah mengerikan yang menimpa rumah itu?
Seiring berjalannya waktu, pengalaman-pengalaman mengerikan yang dialami keluarga Lutz di rumah itu semakin intens dan sulit dijelaskan. Mereka mulai sadar bahwa apa yang mereka hadapi bukan hanya imajinasi atau halusinasi semata. Ini adalah sesuatu yang lebih gelap dan mengakar dalam sejarah rumah tersebut.
George, yang biasanya rasional, mulai mengalami perubahan drastis. Ia terobsesi dengan api dan terus menyalakan perapian, seolah merasa suhu di rumah itu sangat dingin, meski di luar cuaca cukup hangat. Hampir setiap malam pukul 03.15 pagi, George terbangun tiba-tiba dan merasa terdorong untuk mengecek seluruh rumah. Tanpa ia sadari, itulah jam yang sama ketika pembunuhan keluarga DeFeo terjadi.
Kathy, sementara itu, mulai merasakan sentuhan-sentuhan dingin yang tak terlihat, seperti ada seseorang yang membelainya saat ia tidur. Suatu malam, ia melihat wajahnya di cermin berubah menjadi wanita tua yang menakutkan, dengan kulit keriput dan mata kosong yang menatapnya. Pengalaman ini membuatnya ketakutan setengah mati, dan ia mulai merasa bahwa rumah tersebut benar-benar berbahaya bagi keluarganya.
Anak-anak juga tidak terlepas dari teror yang mengintai mereka. Missy, anak perempuan mereka yang paling kecil, mulai berbicara dengan seorang teman imajiner bernama Jodie, yang ia gambarkan sebagai babi besar dengan mata merah yang menyala. Suatu malam, George melihat dua mata merah menyala di luar jendela kamar Missy, namun saat ia berlari keluar untuk memeriksanya, ia tidak menemukan apa-apa.
Di beberapa kesempatan, George dan Kathy mendapati kamar-kamar penuh dengan kawanan lalat, meski saat itu bukan musim panas, dan tidak ada sumber makanan atau sampah yang bisa menarik lalat-lalat itu. Mereka berusaha membersihkannya, namun kawanan lalat tersebut selalu kembali, berkumpul di sekitar satu ruangan tertentu.
Rasa teror di rumah itu semakin tak tertahankan. George dan Kathy pun menghubungi seorang pendeta untuk memberkati rumah mereka. Saat pendeta tersebut mulai mendoakan dan memerciki air suci di salah satu kamar, ia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang dan mendengar suara berat berbisik, "Pergi dari sini." Pendeta itu langsung meninggalkan rumah tersebut dan memperingatkan keluarga Lutz untuk berhati-hati.
Setelah kunjungan pendeta itu, keadaan semakin memburuk. George merasa semakin kehilangan kendali, seringkali berteriak atau marah tanpa alasan. Di satu sisi, ia merasa terhubung dengan energi kelam di rumah itu, sementara di sisi lain ia ketakutan akan apa yang mungkin terjadi pada keluarganya. Kathy mulai mengalami memar-memar misterius di tubuhnya, yang muncul begitu saja tanpa alasan.
Pada akhirnya, setelah 28 hari penuh teror yang tak kunjung mereda, keluarga Lutz memutuskan untuk meninggalkan rumah itu tanpa membawa barang-barang mereka. Mereka lari di tengah malam, meninggalkan semua yang pernah mereka miliki. Mereka tak pernah kembali ke rumah itu, bahkan untuk mengambil barang-barang mereka.
Kisah keluarga Lutz menjadi berita besar setelah mereka melaporkan pengalaman mereka dan akhirnya menerbitkan buku The Amityville Horror. Kisah ini memicu perdebatan dan investigasi lebih lanjut, termasuk penyelidikan dari para peneliti paranormal, yang mencoba mencari tahu apakah rumah tersebut benar-benar dihantui atau jika kejadian-kejadian itu adalah hasil dari histeria dan sugesti.
Hingga hari ini, apa yang terjadi pada keluarga Lutz di rumah Amityville tetap menjadi salah satu misteri terbesar dalam sejarah kisah-kisah horor, menggugah rasa penasaran akan kemungkinan adanya dunia lain yang mungkin tak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh logika manusia.
Setelah keluarga Lutz melarikan diri dari rumah di 112 Ocean Avenue, kisah mereka menjadi sensasi besar, menimbulkan ketertarikan masyarakat yang meluas. Pengalaman mengerikan yang mereka ceritakan memicu perhatian media, paranormal, dan bahkan penyelidik dari berbagai kalangan. Banyak yang meragukan klaim mereka, tetapi ada juga yang percaya penuh bahwa rumah itu dihantui oleh kekuatan gelap.
Penyelidikan Paranormal
Beberapa waktu setelah keluarga Lutz pergi, penyelidikan paranormal pun dimulai. Tim terkenal dari bidang paranormal, Ed dan Lorraine Warren, yang ahli dalam kasus-kasus supernatural, mendatangi rumah tersebut untuk menyelidiki. Ed, seorang demonologis, dan Lorraine, seorang cenayang atau medium, meyakini bahwa energi di rumah itu memang sangat negatif. Saat berada di sana, Lorraine mengaku merasa adanya kehadiran roh-roh jahat yang masih menghuni rumah itu. Ia bahkan mengklaim melihat sosok-sosok gelap dan perasaan tercekik yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman.
Salah satu foto yang diambil selama investigasi tersebut memperlihatkan seorang anak kecil dengan mata putih menyala berdiri di lorong rumah. Gambar itu masih menjadi salah satu bukti paling terkenal dan menakutkan yang mendukung klaim bahwa rumah Amityville benar-benar dihantui.
Perdebatan dan Skeptisisme
Namun, seiring berjalannya waktu, mulai muncul berbagai tuduhan yang menyatakan bahwa pengalaman Lutz mungkin saja hanya rekayasa untuk keuntungan finansial. Beberapa skeptis, termasuk penyelidik bernama Stephen dan Roxanne Kaplan, menyatakan bahwa cerita mereka terlalu dilebih-lebihkan dan bahkan mungkin tidak sepenuhnya benar. Kaplan, seorang ahli dalam bidang paranormal, menemukan berbagai ketidakcocokan dalam cerita keluarga Lutz, dan ia merasa ada motif keuntungan di balik kisah mereka.
Tetapi, meskipun terdapat banyak keraguan, keluarga Lutz tetap bertahan pada cerita mereka. George dan Kathy berulang kali menegaskan bahwa apa yang mereka alami adalah kenyataan. Mereka menolak tuduhan bahwa kisah mereka adalah tipuan, meskipun mereka memang memperoleh keuntungan finansial dari penerbitan buku The Amityville Horror, yang ditulis bersama Jay Anson dan menjadi bestseller internasional.
Efek Jangka Panjang pada Keluarga
Keluarga Lutz mengalami dampak psikologis yang mendalam dari waktu mereka di rumah Amityville. Mereka tidak hanya menghadapi ketakutan di dalam rumah itu, tetapi juga tekanan dan perhatian dari masyarakat luas setelah kisah mereka tersebar. Kathy, dalam beberapa wawancara, mengungkapkan bahwa ia sering mengalami mimpi buruk selama bertahun-tahun setelah meninggalkan rumah tersebut, sementara George merasa bahwa pengalaman di Amityville telah mengubah dirinya secara permanen. Anak-anak mereka juga mengungkapkan pengalaman yang traumatis akibat apa yang mereka alami dan publikasi besar-besaran yang mengikuti kisah keluarga mereka.
Kisah Amityville Setelahnya
Setelah keluarga Lutz, beberapa keluarga lain tinggal di rumah itu, tetapi mereka mengaku tidak mengalami kejadian-kejadian aneh. Ini membuat banyak orang semakin skeptis, menyatakan bahwa mungkin yang terjadi hanyalah histeria kolektif atau imajinasi yang dipicu oleh peristiwa mengerikan sebelumnya.
Namun, kisah Amityville tetap hidup dalam budaya populer. Rumah tersebut menjadi ikon horor, menginspirasi banyak buku, film, dan dokumenter yang menambahkan berbagai elemen dramatis. Film The Amityville Horror pertama kali dirilis pada tahun 1979 dan kemudian diikuti oleh berbagai sekuel dan remake, memperkuat cerita ini dalam budaya horor modern.
Realitas atau Imajinasi?
Pada akhirnya, kebenaran di balik kejadian Amityville tetap menjadi misteri. Bagi beberapa orang, kisah keluarga Lutz adalah peringatan tentang kekuatan jahat yang tak terlihat. Bagi yang lain, itu hanyalah cerita horor yang diromantisasi untuk keuntungan semata. Namun, apa pun kebenarannya, kisah Amityville tetap membangkitkan rasa takut dan keingintahuan manusia, menarik orang untuk berpikir ulang tentang dunia yang mungkin tersembunyi di luar batas pemahaman kita.
Rumah itu masih berdiri hingga kini, meski nomor alamatnya telah diubah untuk menghindari pengunjung yang penasaran. Tetapi, bagi mereka yang percaya, Amityville akan selalu menjadi simbol dari sesuatu yang tak terjelaskan—sebuah peringatan bahwa kadang-kadang, ketakutan terbesar kita adalah apa yang tak terlihat oleh mata.