Hening malam selalu punya cara untuk memanggil kenangan yang tak diundang. Di antara bunyi suara detakan jam yang seakan mengulur waktu, ia duduk sendiri, terjebak dalam labirin memori yang tak kunjung usai. Di setiap sudut pikirannya, ada bayang wajah yang tak pernah betul-betul hilang daripada fikiran, dan dalam kesunyian itulah gambaran itu kembali, dan kembali bertemu dengan cinta yang telah lama pergi.
Rindu itu datang tanpa diundang, menyusup dalam sepi. Mengisi ruang kosong didalam kehidupannya, yang tak pernah benar-benar terisi. Bayangan seseorang yang pernah begitu dicintainya kembali hadir kedalam hidupnya, mengingatkan akan janji yang pernah terucap di bawah langit malam. Janji untuk selalu bersama, yang kini hanya tersisa sebagai serpihan kata-kata tanpa makna dan juga memory yang menyakitkannya.
Dulu, mereka sering bersama menikmati senja, berbagi cerita, dan tertawa pada hal-hal kecil. Waktu seakan berhenti saat mereka bersama, namun kini semua itu hanya tersisa sebagai bayang yang berpendar dalam ingatan, sebagai satu gambaran yang hanya wujud pada ketika dahulu. Dia tahu, rindu ini hanya akan membuat hatinya terluka lebih dalam dan lebih sakit seperti ditikam tak berdarah, namun ia tak bisa menolak panggilan kenangan bersama dia dahulu.
Malam yang semakin pekat, dengan angin yang berbisik pelan, seolah berkata bahwa kenangan tak pernah benar-benar hilang dan kenangan itu akan datang kembali bersama kebahagiaan, hanya tertidur sementara. Dan dalam setiap keheningan yang ada, rindu itu kembali tumbuh, mengikatnya pada masa lalu yang sulit ia lepaskan.
Sembari menatap langit malam yang dipenuhi bintang, ia membisikkan nama yang tak lagi berani ia ucapkan di hadapan siapa pun iaitu 'Arman Reza' . Dalam hening, ia menemukan kembali rindu yang tak pernah benar-benar pergi dan semua memori bangkit kembali menjadi perkara yang akan dia ingati sehingga mati.