Chereads / Song of Author / Chapter 1 - Prolog : Berkah atau Kutukan

Song of Author

MIFTAH
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 42
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog : Berkah atau Kutukan

PROLOG : Berkah atau kutukan

Jika kau pernah bertanya pada bayanganmu akan arti sebuah hidup maka kau sudah berada di jalan yang tepat. Bagaimana padanganmu tentangnya? dan juga momentum apa yang membuatmu bisa bertanya mengapa. Biar aku jamin, sejujurnya kamu sudah mulai dekat dengan kebenarannya.

Aku masih ingat ketika sebuah jam berdetak maka waktu akan terus berputar. Sama seperti suara jantung dalam dada. Waktupun akan terus berputar dan bergerak dengan kecepatanya yang konstan, menandakan bahwa kehidupan kita masih berlanjut di dunia. Lalu apa yang terjadi jika suaranya hilang? Bukankah sudah jelas jawabannya. Kehidupan itu akan terhenti seketika. Kemudian, apa yang terjadi pada lingkungan di sekitarnya? Kita tahu lingkungan itu akan terus berjalan bak tak terjadi apa-apa. Hilangnya satu kehidupan di muka bumi ini tidak akan pernah mempengaruhi jalannya satu dunia. Tapi hilangnya satu kehidupan itu akan berpengaruh dari jalanya hidup seseorang.

"Oi Brengsek cepat makan!" Pria gendut yang baru saja kulihat tadi malam memukul wajahku dengan tongkatnya. Dari perangainya aku sudah tahu bahwa dia adalah tipikal penjual budak yang buruk kelakuanya. Lagian mana ada juga penjual budak yang baik hati dan dermawan. Mengingat kehidupan sekelilingku saat ini sangatlah buruk.

Tindak kekerasan semacan ini kiranya sudah menjadi makanan sehari-hari kami. Inilah jadinya jika kehidupan seseorang itu sudah sama seperti halnya benda. Bahkan lebih buruk dari barang dagangan apapun. Ketika serasa tak berguna maka bisa kau hancurkan begitu saja.

"Oi Kenapa kau keras kepala!" Teriaknya makin kuat.

Pria itu masih memukulku dengan keras. Makian dan tongkatnya itu seakan telah menjadi senjata andalannya. Kini rasa sakitnya mulai menjalar ke punggungku. Tak bisa aku rasakan lagi kehangatan yang dulu aku rasakan. Apalagi dengan tubuh yang kecil ini. Tubuh yang sakit sakitan ini. Semuanya menjadi tidak berguna. Satu tendangan darinya kini menghantam perutku. Rasa sakit yang luar biasa kini menyerangku seketika. Tubuh kecil ini tergeletak di ujung ruang bawah tanah berbalut memar dan darah.

Terlihat sekilas olehku pria gendut itu berjalan menjauh dengan cibiran dan hinaan. Aku tahu setiap kata yang dia lontarkan adalah bukti kekesalanya padaku karna tubuhku ini sangat lemah. Dengan kata lain barang tidak berguna yang sulit dijual.

"Kau tidak apa-apa?" Terdengar olehku suara anak kecil di ruangan yang sama mulai mengkhawatirkanku. Beberapa kali dia menyentuh tubuh rusak ini, memastikan bahwa aku baik-baik saja. Kurasa bisa kutebak perhatianya itu adalah bentuk rasa iba pada teman senasib yang rasanya sudah seperti saudara saja.

"Kenapa kau tidak memakannya …." tanya anak kecil itu.

"Harusnya kau makan saja, jika kau tak makan kau tidak akan bisa bertahan lama," Suara pelan anak itu kini berubah menjadi isak tangis.

Sudah lama aku tidak melihat seseorang apalagi anak sekecil itu menangis dengan tulus mengkhawatirkan kondisiku. Rintih kesakitan di wajahnya adalah bukti bahwa hatinya masih utuh.

"Aku tidak bisa …." Pelan ku menolaknya.

"Tapi kenapa!" Dia berteriak.

"Bahkan ini tidak bisa di sebut makanan …."

Dilihat dari arah manapun roti keras bukanlah makanan yang bagus untuk tubuh yang sakit-sakitan ini. Entah kenapa, tapi sejak aku terbangun dan mengalami semua ini aku sudah diberikan pengalaman menyedihkan ini.

"Kau bisa mati!" teriaknya kuat.

Aku tidak bisa berkata-kata lagi, hati bersihnya itu seolah membuatku diam seketika. Suara yang bisa membuatku tak bisa membantah ucapanya sedikitpun kali ini. Kata-katanya adalah kebenaran. Jika aku tidak memakanya cepat atau lambat aku mungkin akan mati, entah mati karena kelaparan atau mati karena tubuh yang sakit ini.

Satu ruangan itu senyap seketika. Tidak ada lagi yang berbicara lagi selain tetesan air yang mendarat di genanganya. Perlahan kudengar jelas isak tangisan anak kecil itu semakin kuat. Satu-satunya temanku di ruang bawah tanah ini. Tempat dimana kehidupan diperjual belikan dengan seenaknya. Ya, aku kini berada di ruang bawah tanah seorang pedagang budak dari kalangan bangsawan.

Jika kau berpikir dunia fantasi abad pertengahan adalah dunia yang indah maka kau benar-benar salah. Bahkan jika dipikir kembali dimanapun kita berada orang seperti pria gendut itu pasti ada di mana-mana. Tentunya dengan wujud yang berbeda.

"Tidak, Aku tidak akan mati …."

"Apa yang kau ocehkan lihat tubuhmu!"

Aku tahu itu, lagipula aku sendiri yang merasakanya, "Aku tahu itu, aku tidak akan mati. Jadi tenanglah …."

"Meskipun kau Elf, jika kau tak makan saat sakit kau akan mati dasar bodoh!" Anak kecil itu tersungkur menyerah dengan perasaanya, namun teriakannya semakin menggebu-gebu.

"Berhentilah berikap egois, aku tidak ingin temanku satu-satunya mati disini!" sambungnya.

"Kumohon makanlah, sedikit saja …." Kulihat kini air matanya mengalir cukup deras.

Kali ini aku tidak bisa membantah lagi. Semua ekspresi itu, kata kata itu, dia lontarkan dengan tulus. Lagi pula kini aku tidak punya hak untuk menolaknya lagi. Apa egoku setinggi itu hingga membuat anak kecil menangis? Kurasa tidak.

Nyatanya aku masih belum menerima bisa ada di dunia ini. Di dunia yang kejam ini, kehidupan yang baru saja aku alami ternyata masih ada satu orang baik. Kuharap di luar sana akan ada banyak orang orang baik sepertinya. Setidaknya pertemukan satu di antara mereka dengan temanku ini.

"Baiklah aku mengerti, akan ku makan benda keras itu."

Perlahan aku memegang bahunya, jika harus di ilustrasikan maka kejadian saat ini adalah tentang seorang anak perempuan yang kini bersimpuh melihat satu-satunya teman yang ada di ruangan bawah tanah tengah sakit-sakitan. Orang itu yang dimaksud itu adalah aku. Seorang Elf muda yang tidak laku dijual. Tatapanku saat ini kuat menatap matanya. Kulihat dengan jelas kilauan harapan perlahan mulai muncul pada anak perempuan itu.

"Kita pasti bisa melalui semua ini …" ucapnya.

+++

Aku pernah bermipi. Mimpi yang terbilang cukup aneh. Berada di depan pohon besar dengan daun emas yang rimbun di tengah bisingnya tempat asing. Satu kejadian yang paling aku ingat akan mimpi itu hanyalah sosok perempuan itu. Konon katanya jika kau mampu untuk melihat sesuatu terkait dengan pohon itu, maka satu hal besar akan terjadi. Begitulah mitosnya. Tidak ada yang tahu makna akan cerita mitos itu. Hingga aku mengetahuinya sendiri hari ini. Sosok misterius yang mengatakan bahwa dia adalah salah satu esensi yang dapat memperhatikan manusia. Roh alam bernama Ginko seusai dengan nama pohonnya.

Daun berjatuhan lebat, angin bersiul kencang tatkala gadis itu berbicara. Satu hal yang aku pahami saat itu adalah bahwa pertemuan denganya telah merubah segalanya. Jika takdir tuhan adalah membawa hambanya pada ketaatan, lantas mengapa banyak manusia yang masih tersesat dan meragukan kuasanya. Lalu, jika takdir tuhan membawa mereka pada kesesatan lantas mengapa di antara meraka masih ada yang bertobat. Klise bukan, tapi bukan itu saja poin utamanya.

Maksudku adalah keseluruhan alam semesta ini telah diciptakan sangat luas. Pengetahuan manusia akan hal itu terbilang sangat tak cukup untuk menguak misteri di dalamnya. Mungkin kita memang telah di desain seperti itu. Juga sudah menjadi tugas bagi sosok pelopor kehidupan untuk mencari tahu tentang dirinya sendiri. Bukankah begitu?

Kurasa argumen ini tidaklah begitu penting. Tapi, ini akan menjadi dasar dari segalanya.

"Jika kau diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahanmu di masa lalu. Apa yang akan kau pilih?"

Kurasa jawabanya sudah pasti. Manusia manapun yang sadar dengan kondisi hidupnya akan memilih untuk memperbaikinya. Namun pernahkah kau berpikir bagaimana cara tuhan memberikan kesempatan itu? Hal ini masih menjadi misteri, tapi hal itu bisa dijawab oleh diri kita sendiri.

Secara logika ketika jarum jam berdetak maka jarum itu akan bergerak mengikuti porosnya. Namun jika ada yang punya kuasa atas waktu dan segalanya memutuskan untuk memutar arah waktu maka apa yang terjadi. Sudah jelas bukan? Maka itu akan benar-benar terjadi. Dalam beberapa cerita fantasi, fenomena ini seringkali disebut dengan Regresi.

Lalu semua ini bermula ketika aku bertemu denganya.

Sebuah kejanggalan yang sama sekali tidak pernah aku pikirkan akan aku alami.

Menjadi bagian dari sebuah sejarah akan egoisnya mahluk hidup. Belajar bahwa hidup itu bukan tentang kemenangan.

Tetapi tentang cerita akan sebuah perjalanan.

"Jadi apa jawabanmu?" Itulah kalimat yang keluar dari bibir kecil gadis itu. Tenang nan penuh ke anggunan. Tidak ada kata lain yang bisa mengungkapkan tekanan misterius itu. Sikap tulus tapi terasa kosong dan hampa.

Tidak perlu kuberitahupun kalian pasti sudah mengerti jawaban apa yang akan aku katakan padanya bukan?

"Maaf, aku menolak!"

Kalimat yang sakti. Tiga kata yang sangat kuat sebagai jawaban pada orang asing yang tak kuketahui asal-usulnya. Sejauh yang kupahami dan kuyakinii kesempatan dalam memperbaiki kesalahan sendiri itu tidak terbatas. Artinya selama kau masih sadar akan kesalahanmu di masa lalu dan ingin berubah. Maka ketika kau masih memiliki nyawa di badanmu setiap usaha yang tulus itulah yang akan dihargai oleh sang pencipta.

Aku memang tidak bisa membuktikan bahwa aku adalah orang yang tidak egois dan tak memeiliki dosa tapi, hidupku adalah bentuk dari setiap usahaku dan bentuk hasilnya ada pada tanganya yang tak akan bisa ku ketahui pada saat yang sama. Sederhananya masalalu adalah milik sejarah. Masa kini adalah milik kita. Terakhir masa depan adalah milik yang maha kuasa. Begitulah kalimat yang pernah aku dengar sebelumnya.

Bermodal keyakinan itu aku menolak gadis misterius itu. Satu senyuman kecil menghiasi wajahnya. Saat itu aku berpikir dengan naif, aku tidak tahu apa-apa tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Dari senyuman itu juga aku mendapatkan satu jawaban yang sangat jelas.

Saat ini aku tidak mengerti apapun, khususnya apa yang terjadi pada diriku, bahkan pada dunia.

Banyak orang berkata, "Musuh paling berbahaya dalam setiap kehidupan adalah ketidak tahuan!"

Aku setuju akan hal itu. Kini aku yakin bahwa kala itu aku membuat keputusan yang salah. Jika saja aku tidak menolaknya mungkin saja takdirku saat ini akan berbeda. Mimpi ini adalah sebagian ingatanku di dunia sebelumnya. Satu kejadian dimana aku masihlah menjadi penulis pemula di salah satu platform online di dunia itu. tengah mencari inspirasi untuk ceritaku selanjutnya. Saat dimana aku masih menjadi manusia biasa. Bukan elf yang telah tertangkap oleh penjual budak di negeri yang tak ku ketahui ini.

Dari seorang penulis cerita kecil menjadi karakter kecil. Ini adalah saat dimana perjalanan dalam hidupku berubah sepenuhnya.