"Hahhh… Apa lagi hal bodoh yang mereka pikirkan…?"
Setelah menghabiskan waktu belasan menit tersipu malu dan mencari-cari alasan atas kesalahpahaman Amelia yang konyol, akhirnya aku bisa menghentikan Amelia dan Dorothy memandang Siwoo dan aku dengan tatapan curiga.
…Meskipun rasanya lebih seperti mereka membiarkannya berlalu daripada benar-benar memahami alasan yang kubuat. Mereka benar-benar mengerti, kan?
"Kontrasepsi? Tidak mungkin Siwoo akan melakukan hal seperti itu. Benar kan?"
"…Yah, kau tahu. Itu benar."
"Meskipun cuma bercanda, itu sudah keterlaluan."
Lihat?
Siwoo bukanlah tipe orang yang tidak tahu malu. Bagaimana mungkin para karakter utama wanita ini hanya tahu sedikit tentang tokoh utama? Aku menahan keinginan untuk beragumen dengan Amelia karena rasa kesal. Tapi jika aku melakukannya, itu akan menimbulkan kesalahpahaman aneh lainnya.
…Lagipula, ya sudahlah.
Sebenarnya, aku tidak punya sesuatu yang harus dikatakan. Bagaimana aku bisa memberi tahu mereka bahwa aku benar-benar menjadi tidak stabil secara emosional dan menjadi cemas saat Siwoo tidak ada dan bahwa kami hidup bersama untuk membantuku mengatasi hal itu?
"Siwoo hanya ingin membantuku, itu saja."
Bukannya aku percaya begitu saja pada Siwoo. Sekalipun dia tokoh utamanya, dia tetaplah seorang pemuda yang sedang dalam masa puber. Saat pertama kali pindah ke rumah Siwoo, kewaspadaanku setinggi kucing liar di jalanan.
Dia mungkin bermaksud membantuku, tetapi dia mungkin menggunakan itu sebagai alasan untuk memenuhi nafsunya, bukan?
Aku cukup paham bahwa penampilan tubuhku memanglah menarik. Jadi, aku tetap berhati-hati saat memperhatikan Siwoo, yang tahu bahwa aku membutuhkan kehangatannya. Namun, aku telah menyadari jika dia tidak berbahaya.
Satu bulan. Kami tinggal bersama selama hampir sebulan, dan Siwoo tetap bersikap baik padaku seakan tak ada yang berubah sejak awal. Dia tidak pernah menatapku dengan tatapan penuh nafsu.
Jika aku masih pria, kurasa mustahil bisa menahan kewarasan dan nfasuku. Aku yakin akan hal itu. Kini aku yang menjadi seorang gadis cantic begitu melekat padanya, sampai-sampai aku berpikir hal itu mungkin akan mengganggu atau membuat Siwoo tak nyaman.
"Aku percaya padamu, Siwoo! Jadi jangan khawatir!"
"…Ya, aku senang mengetahuinya."
Siwoo… bagaimana ya aku menjelaskannya?
Dia tampaknya memenuhi persyaratan seorang protagonis dengan baik. Author tiba-tiba berkata bahwa dia tidak bisa mengubah Siwoo lagi. Artinya, dia bisa mengubahnya sebelumnya. Sebagai Author, aku bertanya-tanya apakah dia memasukkan pengaturan seperti tokoh utama yang tidak peka, seperti dalam novel ringan. Tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, tidak ada penjelasan lain.
Kalau itu aku ketika masih menjadi lelaki, aku tidak akan mampu bertahan. Bayangkan. Ada seorang gadis cantik yang tinggal satu atap, memperlakukanku dengan istimewa, mengatakan dia tidak bisa hidup tanpaku. Tak peduli bagaimana aku memikirkannya, mustahil tidak terjadi apa-apa di antara kami berdua.
Apakah Siwoo impoten?
Pernah suatu saat, aku bahkan sempat membenci diri sendiri, bertanya-tanya apakah penampilanku kurang menawan ketika melihat sikap acuh tak acuh Siwoo. Bukannya sombong, secara penampilan aku terbilang cukup cantik, Meski ditempeli gadis semanis diriku, Siwoo tetap tidak ada reaksi. Itu anehnya, entah mengapa membuatku merasa kalah.
Terlebih lagi, aku teringat sesuatu yang sepertinya pernah aku lihat di internet sebelum tertarik ke dunia ini.
Apa yah? Cowok yang tidak bisa berpacaran di dunia nyata tidak akan bisa berpacaran meskipun mereka menjadi tampan atau cantik saat mereka pergi ke dunia lain. Seperti itu, kurasa?
Apakah aku benar-benar seseorang yang tidak akan bisa merasakan romantisme bahkan setelah datang ke dunia ini, seperti kata-kata itu? Mendadak aku merasa agak sedih memikirkan hal itu.
…Tetapi kemudian aku menyadari bahwa aku tidak perlu bersedih karena hal-hal seperti itu. Mustahil untuk berkencan dengan siapa pun di sini, kan? Semua orang hanyalah boneka, jadi apa gunanya.
"…Ah, ada yang kamu inginkan untuk makan malam hari ini?"
"Tidak usah. Aku bisa memasak sendiri, kok. Aku akan merepotkanmu."
"Ckckck. Tidak, tidak, tidak. Aku sudah menumpang di rumahmu begitu lama. Tidak boleh seperti itu."
"…Kalau begitu, aku ingin makan steak."
"Serahkan padaku!"
Aku memutuskan untuk membuat steak hari ini sesuai dengan keinginan Siwoo.
…Hmm, bahan apa yang ada di kulkas kita?
Kami hampir kehabisan bawang dan cabai. Aku harus mengisinya lagi sambil membeli daging. Mengingat kekurangan bahan-bahan masak yang ada di lemari es Siwoo, aku pun menuju pasar. Bersama Siwoo tentunya.
"Setidaknya aku harus melakukan ini. Aku tidak ingin menjadi beban untukmu."
"Aku terus bilang padamu, kau tak perlu repot-repot seperti itu… Tidakkah memasak setiap hari itu melelahkan?"
"Tidak masalah kok, aku sering masak sendiri di rumahku, jadi tidak apa-apa. Sudah berapa kali kita membicarakan hal ini?"
Aku mendesah kecil. Siwoo memang baik, tapi cukup keras kepala ketika dia berusaha untuk membuatku tidak melakukan apa pun.
Aku jadi tidak enak kalau begitu. Tidaklah benar jika tinggal di rumah orang lain dan tidak melakukan apa pun. Sebelum berbicara tentang sopan santun, aku tidak tahan betapa tidak nyamannya hal itu bagiku.
Karena itulah aku yang merasa tidak enak jika tidak melakukan sesuatu, memutuskan untuk mengambil alih tugas memasak selama tinggal di rumah Siwoo. Siwoo juga tampak enggan dengan ideku itu. Bukan berarti kami kekurangan uang, kupikir cukup menyenangkan bisa membuat hidangan apa pun yang bisa dibuat. Selain itu, aku juga merasa senang ketika orang lain memakan makanan yang kubuat.
"Ya ampun, kamu datang lagi hari ini."
"Halo. Aku datang untuk membeli daging... Ini kelihatannya lezat. Aku akan membeli ini, tolong."
"Silakan, pelanggan yang terhormat. kau memiliki penglihatan yang jeli."
Aku melihat reputasi Akademi memang telah membaik. Aku bisa melihat pelanggan di sekitar melirik kami, meskipun kami berkunjung hampir setiap hari. Dulu, mereka hanya akan berpikir, "Oh, mereka hanya para siswa yang berbelanja," lalu melupakannya.
Akhir-akhir ini, jumlah orang yang berbisik-bisik tentang kami meningkat.
"…Itu cukup merepotkan."
"Benarkah? Kurasa lebih baik nikmati saja dulu saat ini."
"Kita hanya melakukan apa yang seharusnya kita lakukan."
"Oh, wow!"
Seperti yang diduga, apakah ini karena dia tokoh utama? Aku selalu merasa kagum melihat sisi Siwoo yang ini. Aku tidak akan mempercayainya jika orang lain mengatakan hal klise seperti itu. Tetapi aku bisa seperti itu karena Siwoo yang mengatakannya. Tidak seperti orang lain, dia berbicara dari hatinya.
"Kurasa… kata-katamu cukup keren?"
Hmm, hmm.
Saat aku mengangguk pada diriku sendiri, wanita yang menyiapkan daging mendekati kami.
"Ini belanjaanmu. Ambil saja."
"…Maaf? Untuk bayarnya gimana?"
"Gak mungkin aku mengambil uang dari para murid akademi, kan? Cepatlah. Lenganku sudah mulai lelah."
…Dia juga tidak mengambil uang terakhir kali! Lagipula, ini jelas bukan daging yang aku minta sebelumnya. Tentu saja, daging yang aku pilih juga terlihat lezat, tapi… Ini terlihat jauh lebih mahal dari sudut pandang mana pun. Tampaknya ukurannya juga bertambah besar.
"Bu, tapi ini…"
"Cepat ambillah! Para siswa perlu makan makanan bergizi tinggi."
"Kami bukan orang yang pantas menerima ini…"
"Tidak, tidak apa-apa, kok. Aku sangat berterima kasih kepada kalian para siswa."
Wanita itu berkata sambil tersenyum cerah.
"Jika ada kejahatan atau kekacauan di sekitar sini. kalian para siswa akan membantu, kan? Jadi, ambil saja. Sudah kubilang lenganku lelah?"
"…"
Kalau dipikir-pikir, distrik perbelanjaan ini adalah salah satu tempat yang cukup kacau pada hari upacara penutupan. Aku pikir aku mendengar itulah sebabnya siswa dapat mendapat poin besar di sini. Letaknya dekat, dan banyak yang harus direnovasi. Tampaknya para siswa telah pindah ke tempat lain sekarang karena renovasinya hampir selesai.
Rasanya aneh.
Distrik perbelanjaan itu hancur karena pengaturan cerita sang Author, dan sekarang sedang dipulihkan karena pengaturan lain. Saat aku berdiri di sana sejenak, sekadar melihat, wanita itu berkata dengan nada yang ceria.
"Ayolah, jangan ragu menerimanya! Kamu harus membuatkan pacarmu sesuatu yang lezat."
"P-P-P-P-Pacar!??? … Hubungan kami bukan seperti itu."
"Oh, ayolah. Jangan konyol. Kalian datang ke sini bersama setiap hari. Makanlah dengan baik dan lindungi warga yang tak berdaya seperti kami. Hal sekecil ini bahkan tidak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasih pada kalian."
Pacar? Omong kosong.
Siwoo ditakdirkan berakhir dengan seorang karakter utama wanita. Saat ini, dia tinggal bersamaku seperti ini hanya untuk membantuku, tapi suatu hari nanti, saat aku bisa hidup tanpa Siwoo…
Kalau itu yang terjadi, Amelia atau Dorothy yang akan jadi pilihannya. Atau mungkin dia akan berakhir dengan karakter wanita baru yang muncul suatu hari nanti. Atau mungkin, seperti protagonis sejati, dia akan menikahi mereka semua.
"…"
Akhirnya, aku mengambil dagingnya dan membeli beberapa bahan yang hilang dari toko lain. Lagi dan lagi, aku tidak diperbolehkan membayar karena desakan pemilik toko.
Dalam perjalanan kembali ke rumah Siwoo. Tiba-tiba aku membayangkan apa jadinya kalau Sang Author benar-benar tidak ada lagi di dunia ini.
Jika aku tidak dapat kembali ke dunia asalku. Wanita lain akan tersenyum bahagia di samping Siwoo, dan aku akan menonton seperti biasa dari kejauhan.
…Membayangkan sesuatu seperti itu, entah mengapa membuatku merasakan duri menancap di hatiku.
***
"Kalau begitu, silakan kau mandi duluan. Aku akan menyiapkan makanannya."
"Arte, apakah kamu akan baik-baik saja?"
"Ha, haha… Tentu saja. Aku bisa melakukannya entah bagaimana caranya."
Itu bohong.
Setelah tinggal bersama selama hampir sebulan, Siwoo mulai mengenal Arte lebih baik. Yang diucapkan gadis itu sungguh omong kosong. Gadis itu pasti akan kesulitan bernapas setelah sepuluh menit berpisah dengannya.
Meski mengetahui hal itu, tidak ada lagi yang dapat dilakukannya. Tidak mungkin Arte bisa masuk ke kamar mandi bersamanya. Pada akhirnya, Siwoo tidak punya pilihan selain mengangguk.
"Aku akan mandi cepat."
"Tenang saja, tidak apa-apa."
Meninggalkan dapur di mana aroma daging panggang mulai tercium, Siwoo memasuki kamar mandi dan langsung membenturkan kepalanya ke dinding.
"Bertahanlah, bertahanlah… Kau harus bertahan, Yu Siwoo…"
Selama sebulan terakhir, Siwoo merasa kewarasannya perlahan memudar. Dia tidak berlatih terlalu keras. Dia sudah cukup beristirahat. Dia dapat secara intuitif menentukan seberapa jauh dia harus melangkah untuk menyelesaikan pelatihan secara efisien. Dia juga tidak pernah begadang.
Sejak Arte pindah, semua hal menjadi terlalu baik. Kini dia bisa tidur dengan nyenyak. Hanya ada satu alasan mengapa kewarasan Siwoo memudar.
"Bukankah dia terlalu ceroboh…"
Itu karena hasrat yang muncul karena menghabiskan waktu seharian bersama Arte. Apa jadinya kalau Arte tahu dia menatapnya dengan mata seperti itu saat dia setuju membantunya?
Apakah gadis itu akan kecewa? Ataukah dia akan merasa jijik?
…Mungkin dia akan sangat terkejut sampai-sampai dia akan mengalami kesulitan bernapas meskipun dia ada di dekatnya. Itu tidak boleh terjadi. Lebih mudah untuk bertahan ketika Arte melihat dari jauh.
Rangsangan itu tidak cukup kuat untuk membuat penilaian bahwa dia mungkin sedang menonton dari balik tirai.
Tapi sekarang? Gadis itu sungguh ceroboh.
Awalnya Arte tampak agak waspada, tetapi dia benar-benar lengah setelah hanya beberapa hari. Apakah dia kucing liar yang ditelantarkan manusia? Bukankah kewaspadaannya mudah sekali menurun?
Siwoo mulai mendinginkan kepalanya dengan air sedingin mungkin untuk menenangkan pikirannya. Dia juga tidak bisa mandi lama-lama.
Arte butuh Siwoo untuk berada di dekatnya. Kalau saja gejalanya membaik atau dia sedikit lebih berhati-hati.
Siwoo mendesah.