Sebuah arena bawah tanah yang gelap dan suram, dengan dinding batu yang lembab. Penonton yang terdiri dari narapidana dan penguasa penjara berteriak histeris dari balik pagar besi. Arena ini adalah tempat para tahanan bertarung sampai mati demi kebebasan. Di tengah arena, dua pria berdiri berhadapan. Protagonis, seorang pria pendiam bernama Zeto, bertubuh sedang namun memiliki sorot mata yang dingin dan tajam. Lawannya, seorang pria besar berotot bernama Bara, berdiri dengan tatapan liar dan niat membunuh.
Di penjara bawah tanah ini, kebebasan hanya bisa diraih dengan darah. Hanya yang terkuat yang bisa keluar, dan yang lemah akan jatuh untuk selamanya. Tapi tidak semua kemenangan harus membawa kematian...
"Persiapan Pertarungan"
Zeto mengencangkan ikat tangannya, bersiap menghadapi lawan. Bara melangkah maju, senyumnya kejam, mengepalkan kedua tangan.
Bara: "Hari ini kau akan mati, anak kecil! Aku sudah membunuh lima orang di arena ini. Kau hanya akan jadi angka selanjutnya."
Zeto tetap diam, tatapannya tajam namun tenang. Dia tidak tertarik pada kata-kata Bara.
Penjaga Arena (Berteriak): "PERTARUNGAN MULAI!"
"Pertarungan Dimulai"
Bara langsung menyerang dengan pukulan keras, mencoba memukul Zeto di kepala. Zeto dengan cepat menghindar, gerakannya gesit dan penuh perhitungan. Serangan Bara terus mengalir, namun Zeto tetap tenang, menghindari setiap pukulan dengan efisien. Setiap gerakan Zeto adalah hasil dari insting bertarung yang terasah.
Bara (Marah): "Kau hanya lari! Bertarunglah seperti pria!"
Zeto akhirnya melawan dengan pukulan ke perut Bara yang membuat pria besar itu sedikit terhuyung. Bara terkejut dengan kekuatan Zeto, namun ia tak menyerah. Ia kembali menyerang, namun kali ini Zeto mulai mengontrol tempo pertarungan.
Pukulan Zeto semakin presisi, mengenai titik-titik lemah tubuh Bara. Bara, meski kuat, mulai kehilangan kecepatan karena serangan bertubi-tubi yang terarah ke perut, lutut, dan dada.
"Penentuan Akhir"
Bara terengah-engah, darah menetes dari sudut bibirnya. Ia berusaha tetap berdiri meski tubuhnya hampir tumbang. Zeto melihat Bara yang semakin lemah, namun tidak menunjukkan belas kasihan di wajahnya.
Bara (Tertawa Tercekik): "Apa... kau menunggu kematianku? Kalau begitu... cepat bunuh aku!"
Zeto diam. Tatapannya tajam dan dingin, namun dalam hatinya ada rasa enggan. Dia tidak pernah ingin membunuh. Dalam setiap pertarungan, Zeto hanya ingin menang, bukan mengambil nyawa.
Dengan gerakan cepat, Zeto mengunci leher Bara dan menekan saraf di tengkuknya. Bara meronta, namun beberapa detik kemudian, tubuh besar itu jatuh ke tanah, pingsan.
Penonton (Bersorak Keras): "Bunuh dia! Bunuh dia!"
Zeto berdiri, memandang tubuh Bara yang tergeletak tak sadarkan diri. Dia mengangkat kepalanya ke arah penjaga arena.
Penjaga Arena (Dengan Nada Kecewa):
"Kau menang, tapi kau tidak membunuhnya. Ingat, ini tempat untuk bertarung sampai mati. Hukum di sini tidak memaafkan kelemahan."
Zeto tetap diam. Dia menatap penjaga dengan mata dingin, lalu berbalik dan berjalan keluar dari arena.
Di dunia bawah tanah ini, hanya ada satu hukum: kematian untuk yang lemah. Tapi Zeto memiliki jalan lain. Dia tak butuh membunuh untuk menang. Dalam diam, dia menantang aturan yang telah mendarah daging di tempat ini. Dan dia tahu, perjalanannya masih panjang...
Zeto meninggalkan arena pertarungan, penonton masih bersorak meminta darah, namun dia tetap pada prinsipnya: tidak membunuh.
**End of Chapter 1**