Menuruni tangga terakhir, Adeline berjalan ke arah meja berdiri, sedikit dekat dengan ring. Tepat dari sisi lain, lawan yang seharusnya menghampirinya.
Rambut putihnya diikat menjadi sanggul, sama seperti Adeline. Ia juga mengenakan celana pendek hitam, sama seperti dirinya, tapi atasan yang dia kenakan lebih mirip bra olahraga.
"Silakan, pilih senjata," seorang pria dengan senyum mengundang berkata, sambil menunjuk senjata yang terhampar di atas meja.
Adeline mengerutkan alisnya. "Se...senjata?"
"Ya." Pria itu mengangguk. "Kamu akan membutuhkannya."
Adeline agak ragu, tapi dia memang mengambil dua belati. Bagi seseorang yang mengira tinju adalah keahliannya, belati mungkin paling dekat dengan senjata yang bisa dia kuasai. Itu selain pistol.
Lawannya, Ania, segera mengambil sepasang nunchaku, yang membuatnya menelan ludah sebagai respons.
Apakah dia bahkan bisa menggunakannya?
"Silakan, masuk ke dalam ring," kata pria itu, dengan mengarahkan tangannya.
