Saat matahari terbenam, jalanan dipenuhi dengan tawa anak-anak yang bahagia pulang dari sekolah, pekerja yang meninggalkan kantor dan pasangan yang sedang berkencan. Chi Lian tidak termasuk dalam kelompok orang-orang tersebut. Dia menonton mereka saat mobilnya melaju melewati mereka. Ponselnya berdering tanpa henti, dan Chi Lian bergegas pulang ke rumah untuk menjelaskan kepada keluarganya alasan mengapa tiba-tiba banyak perlengkapan bayi yang dikirimkan ke depan pintu mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa mereka akan merasa cemas dan marah padanya karena telah mengambil keputusan penting tanpa berdiskusi lebih dulu dengan anggota keluarga lainnya. Mungkin Chi Lian yang lama tidak akan mampu mengambil keputusan semacam itu, tetapi dia adalah Chi Lian yang baru. Hidupnya ada di tangannya. Setiap keputusan yang dia buat hanya diambil setelah mempertimbangkan dampak dari keputusan tersebut. Dia hanya harus membuat mereka melihat dari sudut pandangnya.
Chi Lian mendapati mereka berkumpul di luar rumah seolah-olah mereka sedang menunggu tamu penting.
"Chi-Chi-" ibunya mulai berkata dan berhenti karena pemandangan di depan matanya sangat mengejutkan. Dia menunjuk anak kecil yang Chi Lian bawa keluar dari mobil, "Siapa-Siapa bayinya itu?"
"Kita bicara di dalam rumah saja."
Ini adalah kompleks perumahan publik dan penduduk lainnya sedang berjalan-jalan atau jogging. Beberapa di antaranya sedang mengajak hewan peliharaannya jalan-jalan. Tidak perlu melakukan percakapan keluarga pribadi di depan umum.
"Pergi dan bantu saudara perempuanmu itu dengan belanjaannya." Papa Chi memerintahkan para anak laki-lakinya.
Saudara-saudaranya berjalan melewatinya dengan tatapan bertanya. Mata mereka bergerak ke bayi itu dan kemudian ke wajahnya.
"Sis, apakah kamu punya anak rahasia di luar sana?" Chi Zimo bertanya.
"Apakah mulutmu gatal jika menunggu beberapa menit?" Chi Wei bertanya.
"Bodoh," kata Chi Rui.
Chi Zimo terlihat sangat kesal. Dia begitu penasaran sehingga dia tidak bisa menahan diri.
Di dalam rumah, mama Chi mengulurkan tangan untuk mengambil bayi dari Chi Lian. Namun Mei-Mei yang sudah kerasan tidak mau lepas dari ibu barunya.
"Saya masih bisa menggendongnya." Chi Lian berkata. Dia duduk dan menepuk-nepuk punggung Mei-Mei.
Ketika semua anggota keluarga berkumpul, Chi Lian menarik napas dalam dan menceritakan bagaimana dia bertemu Mei-Mei dan situasi di panti asuhan. Mama Chi menangis ketika mendengar tentang anak-anak yang kelaparan dan mengenakan pakaian robek dan terpaksa.
"Jadi," Chi Lian menyimpulkan, "saya mengadopsinya."
"Apa?" teriak Chi Zimo.
"Saya tidak bisa membiarkannya tinggal di sana. Dia tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini. Apalagi, saya bermimpi semalam, seorang Biksu Buddha mengatakan bahwa jika saya membantu seorang anak yang miskin keluarga kita akan mendapatkan berkah karena anak itu berkah."
"Hmm." Ayahnya terlihat curiga. Takhyul sudah ketinggalan zaman di masyarakat modern ini.
"Benarkah!" ibunya bertanya. "Chi-Chi, kekaisaran memiliki kebijakan ketat tentang tiga anak per keluarga. Jika kamu mengadopsi anak itu, kamu hanya bisa memiliki dua anak biologis sendiri. Apalagi, kamu adalah seorang wanita muda yang belum menikah. Memiliki seorang anak akan menghambat prospekmu di pasar perjodohan."
Chi Lian mempertimbangkan kata-kata berharga dari ibunya. Dia memberikan peringatan yang sama seperti yang telah dilakukan oleh kepala sekolah Wang. Tetapi pikirannya sudah bulat. Setiap kali Mei-Mei menatapnya dengan mata besar yang indah, dia semakin jatuh cinta padanya.
"Saya tahu semua itu, tetapi saya telah memutuskan. Lihat dia." Chi Lian memutar Mei-Mei sehingga seluruh keluarga bisa melihat betapa cantiknya anak tersebut.
Mata Mei-Mei besar dan jernih. Dia mencucu bibir kecilnya dan tersenyum seperti malaikat.
"Cantik sekali," terkejut Chi Rui.
"Saya masih tidak berpikir ini adalah ide yang baik. Bayinya memang lucu tapi bagaimana nanti jika Sis menikah di masa depan. Bagaimana jika suaminya menolak anak ini?"
"Kalau begitu laki-laki seperti itu tidak pantas untuk saudara perempuanmu." Papa Chi berkata.
"Ya. Kami tidak akan menerima laki-laki semacam itu." Tambah Mama Chi.
"Saudara perempuan kita adalah wanita yang mampu. Laki-laki akan memohon untuk menikahinya. Kalian tunggu saja." Chi Wei berkata seolah-olah dia telah bepergian ke masa depan dan mendapatkan informasi ini lebih dulu.
"Saya akan memberi tahu orang-orang bahwa dia adalah putri kandung saya. Saya tidak ingin dia tumbuh dengan perasaan kekurangan sesuatu karena saya bukan ibu kandungnya."
"Kamu yakin Sis?" Chi Zimo bertanya.
"Ya. Dua tahun lalu saya tinggal di luar negeri selama beberapa bulan. Jika ada yang bertanya maka kita bilang bahwa saya melahirkan Mei-Mei selama waktu itu."
Rumah itu terbungkus suara hening. Chi Lian telah membuat pilihannya dan tidak ada yang bisa mengubah pikirannya lagi.
"Dengarkan, ini tidak akan mudah. Beberapa orang akan bergosip tentang Chi-Chi tetapi kami adalah keluarganya dan Keluarga Chi akan selalu bersatu tidak peduli apa yang terjadi. Kami akan mendukung keputusannya dan membelanya di depan umum jika ada yang mengejeknya. Apakah itu jelas?"
"Ya, Pak," Kata para anak laki-laki.
"Sepertinya ini berarti saya sekarang menjadi nenek." Mama Chi tersenyum dan bertepuk tangan. Sudah lama sejak ia menggendong anak kecil. Dia selalu merindukan memiliki cucu tetapi tidak satu pun dari anak-anak laki-lakinya yang menikah. Dia memandang Mei-Mei dengan penuh kasih sayang. Matanya menunjukkan niat yang penuh perhatian. "Biarkan saya membantu kamu menyiapkan kamar Mei-Mei."
"Saya juga," Papa Chi mengikutinya untuk menyiapkan kamar tempat cucunya yang baru akan tidur.
Ketiga saudara laki-laki itu tertinggal di belakang untuk membawa perlengkapan bayi ke kamar.
Tanpa diketahui oleh keluarga tersebut, Jun Muyang, yang sedang menguping, berhasil mendengar seluruh percakapan dari jendela luar ruang tamu.
Dia tidak bermaksud menguping tetangga barunya. Anjing bodohnya, seekor golden retriever bernama Cooper, telah menarik salah satu kertas pentingnya ke halaman. Dari sana, angin membawanya ke halaman tetangga. Ketika dia pergi untuk mengambilnya, keluarga itu berpindah ke luar rumah dan tinggal di sana sampai wanita itu muncul dengan bayi.
Dia mencoba untuk pergi setelah mereka masuk ke dalam rumah, tetapi kakinya sakit dan perlu distirahatkan terlebih dahulu. Selama beberapa menit istirahat itu, dia berhasil mendengar apa yang mereka diskusikan.
Hal itu sangat membingungkan baginya bahwa seorang wanita lajang yang belum menikah pada usianya memilih untuk mengadopsi anak dan berencana melewatinya sebagai anak kandungnya sendiri. Di beberapa kalangan pasti dia akan dikucilkan.
Mengapa dia membuat keputusan tersebut? Tidak diragukan, bayi tersebut memang memiliki latar belakang yang menyedihkan, tetapi itu bukan alasan yang cukup untuk mengambil keputusan drastis yang mengubah kehidupan.
Apakah itu karena cinta, belas kasihan, atau kebodohan?
Muyang menatap sekretaris Wenzhe.
"Apa pendapatmu tentang dia?"
Wenzhe mendorong kacamata yang sepertinya telah dimasukkan kembali untuk yang keseratus kalinya hari itu.
"Siapa?" Dia bingung.
"Wanita yang pindah dengan keluarganya di sebelah sana?"
"Saya belum sempat melihatnya dengan baik, Tuan. Bagaimana menurut Anda tentang dia?"
Wenzhe diam menunggu jawaban. Telinganya gatal mendengar gosip. Dalam semua tahun dia bekerja untuk Muyang, inilah pertama kalinya dia bertanya tentang seorang wanita. Mungkin pohon besi akhirnya berbunga.
"Saya pikir dia bodoh." Dia tersenyum dengan senyum sinis di wajahnya.
"Hmm." Wenzhe bingung. Ini bukan respons yang dia harapkan. "Ya Tuan, Anda benar. Dia memang bodoh." Tugasnya adalah untuk selalu setuju dengan tuan emasnya.
"Bukankah tadi Anda bilang belum melihatnya, bagaimana Anda bisa tahu kalau dia bodoh atau tidak?"
"Ermm-" Wenzhe menggaruk kepalanya. 'Dia pasti membela wanita itu.' pikirnya.
Diam-diam, dia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan.
[Tuan muda hari ini menanyakan tentang seorang wanita.]
[Siapa namanya dan latar belakang keluarganya?]
[Saya akan memeriksa dan memberi tahu Anda ketika saya tahu lebih banyak.]
Di rumah Keluarga Chi, Chi Lian sedang bercerita kepada keluarganya tentang rencananya untuk mensponsori panti asuhan dan mendapatkan otoritas untuk menyelidiki pencurian dana yang dimaksudkan untuk kesejahteraan anak-anak.
"Kita seharusnya menjadikannya aktivitas keluarga. Kita bisa pergi setiap akhir pekan dan menghabiskan waktu bersama anak-anak."
"Saya setuju." Mama Chi berusaha menjadi sukarelawan. Ketika mereka kaya, dia biasa melakukan aktivitas seperti itu bersama teman-temannya, tetapi sekarang mereka tidak lagi mengundangnya karena keluarganya telah kehilangan status. Rasanya menyenangkan untuk mengetahui bahwa dia dapat berguna lagi.
"Bagus sekali, saya tahu Anda tidak akan mengecewakan saya, ibu yang manis. Anda juga akan bertanggung jawab atas anggaran dan pengeluaran."
"Ibumu adalah wanita yang sangat mampu." Papa Chi berkata. Dia selalu mengambil kesempatan setiap saat untuk membanggakan istrinya.
"Terima kasih sayangku." Mama Chi tersipu.
"Orang tua mohon jangan pamer kasih sayang kalian." Chi Zimo pura-pura merasa jijik.
Lingkungan keluarga yang harmonis berlanjut sampai mereka pergi tidur malam itu.