Izzi tersentak mendengar suara itu, yang mana bisa dimengerti. Suaranya terdengar tenang--tenang namun gelisah.
Aku menarik napas dalam-dalam, berjalan menuju pintu, dan segera membukanya. Yang pertama menyambutku adalah kicau panik dari Jade. Hal itu diikuti oleh hembusan angin dari sayap yang bergetar keras, dan bola putih yang lembut menabrak wajahku.
[Tuanku! Tuanku!!]
Burung kecil itu menangis, panik, menempel di wajahku dan memelukku dengan sayapnya. Hatiku merasa sesak dan aku merasa bodoh, melupakan mereka yang akan khawatir tentang ledakan itu.
Aku memegang burung yang menangis itu dan memeluknya, mengelus kepala yang gemetar. "Aku baik-baik saja, tidak apa-apa," aku mencoba menenangkan burung itu. "Jangan menangis, sayang, aku baik-baik saja."
[Tuanku ledakan! Tuanku menangis! Tuanku hilang!]
"Oh, sayang, aku sangat minta maaf," aku tidak menangis, tapi sepertinya kesedihanku diartikan demikian oleh burung kecil itu. "Aku tidak terluka, aku berjanji."
[Hngg--]