```
'Sebelumnya dia selalu membalas pesanku seketika.'
Bersandar di kursinya, dia menghela napas perlahan. Ini salahku. Tapi saat itu, aku tidak punya pilihan lain. Pandangannya melayang saat kenangan muncul kembali. Mungkin aku melihat diriku pada dirinya dan aku hanya ingin menjadi kekuatannya, menjaganya agar tidak menyerah. Dan dia—lebih baik dari yang pernah kubayangkan.
Momen itu terputus oleh suara bip yang tajam dan mendesak dari sebuah perangkat di meja kerjanya. Ekspresinya berubah dingin, dan dia berdiri tiba-tiba, bergegas keluar dari ruang kerja.
Eric dan dua pelayan lainnya, yang diingatkan oleh perangkat yang sama, buru-buru mengikuti dari belakang saat mereka bergegas menuruni tangga menuju sebuah kamar tertentu. Di dalam, seorang wanita terbaring di tempat tidur, dadanya naik turun seolah berjuang untuk bernapas.
'Aiden! Suntikannya,' seru Eric, sambil menghubungi dokter.