Mengira suatu hari nanti dia akan takut akan sebuah ciuman.
Islinda menarik napas dalam-dalam, menguatkan tekadnya agar tidak terbawa suasana. Ini hanya ciuman cepat dan singkat. Untungnya, Aldric sendiri yang mengatakannya dan tidak bisa membantahnya. Tidak ada celah. Syukurlah kepada dewa-dewa.
Dia mampu menutup jarak di antara mereka hanya dengan melangkah maju dan mengangkat dirinya ke ujung jari kakinya, mencium bibirnya dan mundur sebelum dia sempat berkedip.
"Selesai." Islinda menghela napas lega. Lihat, itu lebih baik dari yang dia pikirkan.
Namun, Aldric memandangnya dengan acuh tak acuh, "Apa yang baru saja terjadi?"
"Ciumannya." Napas Islinda berat meskipun itu bukan ciuman yang sebenarnya.
Dia mendengus, "Apakah kamu memijat bibirku atau apa?"
Dan bulu kuduknya berdiri karena nada mengejeknya, "Kamu bilang itu akan menjadi ciuman sederhana."