Langit Kota Firaeth tampak abu-abu, seolah-olah matahari tidak pernah benar-benar muncul di atas cakrawala. Bangunan yang tampak kuno dengan nuansa fantasi membentuk siluet kelam, berbaur dengan kabut yang selalu menutupi kota tersebut. Di tengah keramaian kereta kuda yang bergerak, seorang pria muda berjalan sendirian, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Arka Valendra menatap lurus ke depan, matanya yang kelam memantulkan bayangan masa lalu yang terus menghantui.
"Sudah satu tahun sejak saat kamu meninggalkanku, Selena. Apa yang harus aku lakukan?" ungkap Arka dengan tatapan kosong, suaranya nyaris tak terdengar di tengah hiruk-pikuk kota.
Tak memperhatikan arah, langkahnya yang hampa hampir saja membuatnya tertabrak oleh kereta kuda yang melaju cepat.
"Hati-hati kalau jalan!" seru seorang pria tua dengan tergesa-gesa sebelum melanjutkan perjalanan.
Arka, yang terkejut, tersandung dan jatuh ke tanah. Debu menempel di pakaiannya, tetapi rasa sakit di tubuhnya tak ada artinya dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya.
Seorang wanita menghampirinya, membantu Arka berdiri.
"Kamu baik-baik saja?" tanya wanita tersebut, sorot matanya penuh perhatian.
"Terima kasih, aku tidak apa-apa," jawabnya sambil merapikan pakaiannya dari debu.
"Baiklah, kalau begitu, aku akan melanjutkan perjalanan. Hati-hati agar tidak terjadi seperti itu lagi," katanya sambil perlahan meninggalkan Arka.
Arka menatapnya pergi, namun wajah wanita itu tampak samar di dalam pikirannya. Suaranya sangat familiar, seakan-akan dia adalah Selena, kekasihnya yang telah lama pergi. Rasa rindu yang mendalam mendesak jiwanya. Tak punya waktu untuk berpikir lebih jauh, ia langsung mengejarnya, tetapi wanita itu sudah terlalu jauh, menghilang di tengah keramaian.
"Selena!" serunya, tetapi suaranya hanya tenggelam dalam suara kereta dan percakapan orang-orang di sekitarnya. Arka terengah-engah, mencoba meraih kembali kehadiran yang telah lama hilang.
Dengan hati yang berat, Arka mengalihkan pandangannya ke jalan yang telah ditinggalkan wanita itu. Dalam pikiran, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus menerus hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Ketika kerinduan menyakitkan itu menguasai dirinya, Arka bertekad untuk menemukan cara menghidupkan kembali kenangan indahnya bersama Selena.
Ia menghela napas dalam-dalam, menyesuaikan langkahnya dan melanjutkan perjalanan. Meski dunia di sekelilingnya kelihatan suram, di dalam hatinya, ia merasakan secercah harapan. "Jika aku bisa menemukan cara untuk kembali ke masa lalu, mungkin… mungkin aku bisa bersamanya lagi," pikirnya.
Langit di atasnya semakin gelap, tetapi Arka tidak peduli. Sekarang, dia memiliki tujuan baru. Dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Selena dan mencari jawaban tentang kematian yang tidak seharusnya menahannya. Dalam hatinya, ia merasa bahwa perjalanan ini adalah langkah pertama untuk mengungkap misteri yang telah menyelubungi hidupnya.
Arka mencoba untuk tidak menunggu lebih lama lagi. Dia harus melangkah maju dan menemukan siapa pembunuh yang telah menghilangkan nyawa kekasihnya. Dengan tekad yang membara, ia berencana untuk mencari tahu di perpustakaan, berharap menemukan informasi tentang kematian Selena Evander.
Setibanya di perpustakaan, Arka mendekati meja resepsionis. "Permisi, apakah perpustakaan masih buka dalam waktu lama?" tanyanya.
"Perkiraan sebentar lagi akan tutup, kak. Namun, kakak bisa meminjam sebuah buku dari sini dan mengembalikannya keesokan harinya," jawab resepsionis dengan ramah.
"Baiklah, saya akan memilih bukunya. Apa boleh tahu buku tentang dokumen kematian yang tidak bisa dipecahkan berada di bagian mana ya, kak?" tanya Arka.
"Baik, kak. Di sebelah dekat rak genre mitos, di bagian atas, ada beberapa dokumen yang kakak cari. Di sana sudah tersusun rapi, mulai dari tahun dan tanggal tragedinya," jelas resepsionis tersebut.
"Baik, terima kasih atas informasinya."
"Sama-sama, kak."
Dengan semangat baru, Arka melangkah menuju rak yang telah diberitahu. Ia dengan cepat mencari urutan tanggal dan tahun yang berkaitan dengan tragedi kekasihnya. Jarinya melintasi judul-judul buku yang berdebu, setiap judul tampak memanggil untuk dibaca. Setelah beberapa saat, dia menemukan sebuah buku tebal yang tampak kuno.
"Tanggal 14, Bulan 1, Tahun 1850. Ini dia, ketemu," gumamnya dengan suara pelan.
Ia membuka bukunya perlahan, membalik halaman-halaman yang kuno dengan hati-hati, seperti mengungkap rahasia yang terpendam. Matanya berbinar saat menemukan bagian yang berbicara tentang kematian Selena.
Di halaman yang terlipat itu, Arka membaca informasi yang telah lama ia cari. "Kematian seorang wanita muda bernama Selena Evander di tengah malam, dalam insiden yang melibatkan keluarga bangsawan di kota Firaeth. Masyarakat menuduh kelompok tertentu bertanggung jawab atas tragedi tersebut, tetapi penyelidikan tidak pernah menemukan pelaku."
Satu kalimat menyita perhatiannya. "Kematian yang tidak bisa dipecahkan ini menyisakan banyak misteri dan teori konspirasi di kalangan penduduk setempat."
"Jadi, ini semua tentang ledakan itu," pikir Arka, jantungnya berdegup kencang. Ia merasa seolah menemukan potongan teka-teki yang hilang. "Ada seseorang di balik ini."
Arka melanjutkan membalik halaman, berharap menemukan lebih banyak petunjuk. Namun, apa yang ia temukan justru membuatnya tertegun. Di bagian bawah halaman, ada catatan tangan yang tampak asing.
"Orang-orang yang mencintai Selena tidak pernah dapat menemukan ketenangan. Dalam kegelapan, dia masih mencari balas dendam."
Kata-kata itu seperti menyentuh jiwanya. Arka merasakan dorongan kuat untuk menggali lebih dalam. Siapa orang yang menulis ini? Dan mengapa Selena tampak terjebak dalam kegelapan?
Arka menutup buku tersebut dengan hati-hati, mengingat setiap detailnya. Waktunya terbatas; perpustakaan akan segera tutup. Dia harus menyusun rencana untuk menyelidiki lebih lanjut.
"Tapi di mana aku harus mulai?" pikirnya. Arka keluar dari perpustakaan, membawa kembali pertanyaan-pertanyaan dan rasa penyesalan yang mendalam. Dia tahu dia harus menemukan orang-orang yang tahu tentang Selena hingga teman, kolega, atau siapa pun yang mungkin memiliki informasi berharga.
Malam mulai menyelimuti Kota Firaeth ketika Arka kembali ke penginapan. Hari telah berubah menjadi gelap, dan bintang-bintang yang tertutup kabut hanya sedikit menyinari langit. Di kamarnya yang sederhana, Arka duduk di meja kayu dengan cahaya lilin kecil menyinari buku yang ia bawa dari perpustakaan. Perlahan, ia membuka halaman-halaman yang telah dibacanya tadi. Matanya tertuju pada bagian catatan mengenai kematian Selena Evander, mengulangi setiap kata dengan tekad yang semakin menguat.
"Sudah kuputuskan," gumamnya pada dirinya sendiri. "Aku akan beranikan diri untuk mengungkap siapa dalang di balik semua ini."
Rencananya mulai terbentuk di benaknya. Ia harus menanyai beberapa teman dan kerabat yang mungkin mengenal Selena, mencari tahu apa yang mereka tahu tentang malam tragis itu. Selama ini, Arka menghindari berkunjung kembali ke kediaman keluarga Evander sejak kematian Selena, tetapi kini tidak ada lagi yang bisa menghentikannya.
Malam terus berlalu, tetapi suara sunyi masih menyelimuti penginapan. Arka akhirnya tertidur di kursi dekat meja. Mimpi aneh datang padanya, seperti sebuah pesan dari alam lain.
"Selena, tunggu!" teriak Arka dalam mimpi, berlari mengejar bayangan Selena yang berlari menjauh darinya. Di tengah kabut tebal, ia bisa melihat punggung Selena, tetapi langkahnya terasa semakin berat, dan jarak di antara mereka semakin jauh.
"Aku ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi?" suaranya bergetar dengan keputusasaan.
Tiba-tiba, sesosok bayangan hitam muncul dari balik bayangan Selena. Sosok itu membawa pedang besar di tangannya, dan dengan cepat, ia menebaskan pedang tersebut ke arah Arka. Pedang itu melesat dengan kecepatan yang luar biasa, seolah-olah siap mengakhiri hidupnya dalam sekejap.
Arka terbangun dengan terengah-engah, keringat dingin mengucur dari dahinya. Napasnya masih terputus-putus saat ia berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.
"Apa yang terjadi? Mengapa aku bermimpi seperti itu?" gumamnya, mencoba mengumpulkan pikirannya. "Apa ada pesan yang ingin disampaikan oleh Selena? Apakah bayangan itu pelaku sebenarnya?"
Tak bisa kembali tidur, Arka mengambil buku yang ia bawa dari perpustakaan dan melanjutkan pencariannya. Malam berganti pagi, dan matahari yang samar-samar terbit di balik kabut memberi sedikit cahaya pada dunia di luar.
Suara ketukan terdengar, Seorang resepsionis dengan prihatin menatap Arka yang tampak kelelahan. "Apa Anda baik-baik saja?" tanyanya lembut.
"Iya, saya baik-baik saja," jawab Arka dengan mata yang berat dan kantung mata yang tebal. Ia tersenyum lemah, meski tubuhnya merasa lelah setelah malam yang panjang tanpa tidur.
"Saya ingin mengembalikan buku ini, dan terima kasih atas informasi yang Anda berikan kemarin," katanya sambil menyerahkan buku yang ia pinjam dari perpustakaan.
"Sama-sama, jika Anda ingin meminjam kembali, jangan sungkan untuk kembali ke sini," jawab sang resepsionis dengan senyum ramah.
Arka meninggalkan perpustakaan, membawa serta rencana yang telah ia susun semalaman. Di tangan kirinya, ia menggenggam kertas dengan catatan yang ia buat tentang siapa saja yang harus ia temui hari ini. Setiap nama, setiap langkah telah ia rencanakan dengan cermat.
"Baiklah, aku akan memulai penyelidikan ini," gumamnya dengan semangat baru. "Pertama, aku akan ke kediaman keluarga Evander terlebih dahulu."
Langkahnya kini lebih cepat dan tegas. Hari ini, dia akan mulai mencari kebenaran, dan tidak ada yang bisa menghentikannya untuk menemukan dalang di balik kematian Selena.
Bersambung...