happy reading ...
21+⚠️
...
Hari ke -2
.
.
Malam terasa hening.
aku menggendong bumi (anakku),
sambil membawa tas bayi dan paperbag ku untuk kembali ke rumah.
dengan hati hati ku mencoba melangkah kan kaki keluar melewati pintu dapur.
"Bumi jangan menangis ya nak, bunda lagi coba temuin kamu sama ayahmu." kataku mendo'akannya agar bayiku tidak menangis.
Mata bumi bergerak kesana kemari walau aku tidak mengerti bahasanya.
...
Beberapa menit berlalu ...
Aku telah sampai di luar.
dan melihat sekitar rumah tidak ada ojek sama sekali dan baterai ponsel 29%.
"Ga keburu pesan grab, telpon aksara ajalah."
Sambil menggoyangkan tubuh bayiku yang sedang tertidur pulas.
Mengambil ponsel lalu mencari nama tertera di layar ku tekan tombol hijau.
tersambung ...
"Halo Sal?"
"Halo Aksara, gue minta bantuan lu ya
jemput gue di gang, warung pak Juandi tukang ketoprak langganan ayah gue."
"Oke siap, 5 menit sampe. tunggu !"
tegasnya.
telpon terputus.
Setelah beberapa saat ...
.
.
Cahaya menyilaukan mata tersorot sangat terang, dan motor aksara mendapatiku sedang mengayunkan
bumi yang terlelap.
.
.
"Ayo naik." Aksara melihatku dan tersenyum melihat bumi dengan mata terpejam.
Aku menaiki jok belakang, perlahan lahan dan berpegangan pinggangnya erat.
"Gue udah, siap." ujarku.
"Oke, lest go !" tukasnya melaju dengan cepat.
motor berderu dan menjauh dari rumahku yang tak terlalu jauh.
...
flashback on ....
"Serena ! mau kemana udah jam 10 malem keluyuran ?"
tanya pak juandi.
Hampir malam, tapi tetap saja aku merindukan keluarga kecilku bersama kembali.
"Bohong aja deh," bathinku dusta
"Bandung pak, saya mau menyendiri. hehe." kataku melirik bayiku.
"Jauh banget ? baiklah ! hati hati."
sambar pak Juandi, ramah.
...
Perjalanan sudah memakan waktu 20 menit lamanya, namun lalu jalan raya tidak sepadat itu dan tidak seperti biasanya yang biasanya sangat ramai.
...
Akhirnya kini aku melihat rumahku bersama suami terlihat begitu jelas di depan mataku.
"Oh, pulang kesini," Aksara tersenyum.
"Aksara, jangan bilang ayah gue ya. dia gak tau diri banget, masa dia jauhin ama suami. selama itu !" tukasku mengadu, dan turun dari motor.
"Tenang aja, percaya sama gua." Aksara menyium ujung rambut bayiku yang ber--aroma twitzsal itu.
"Wangi banget jagoan, gua." senyum Aksara puas.
"Yaudh jalan gih, gue masuk dulu
makasih ya, bro !"
kataku menepuk bahunya.
Aksara mengangguk semangat dan menghilang dengan motor matic nya.
...
Rasanya aku diantara mimpi atau tidak, perasaanku campur aduk aku memutar kembali kenangan yang indah karna mengingat baru menjadi pengantin baru dan waktu melahirkan bayi pertamaku.
Ku lihat ponsel batreku, 12% tak perduli lagi aku menghubungi rino.
Dan mencari tombol hijau lalu memencetnya.
2 menit ...
1 menit ...
Tidak ada respon darinya.
"Mungkin kamu sibuk, aku masuk duluan deh." kataku melangkahkan kaki ku untuk tiba di gerbang masuk.
...
di sisi lain ...
"Baik. rapat kita sampai disini ..." tutup rino menyampaikan pendapatnya.
lalu di angguki para pekerja lainnya.
pria itu melihat tanda 10 panggilan tak terjawab dari istrinya.
Pria itu tersentak.
"Kamu, ngapain sayang menelponku sebanyak, i ---?" gumamnya termenung melihat layar ponsel.
lalu bergegas untuk segera pulang
menyangkutkan tas di sebelah punggung.
...
Gerbang terbuka lebar.
Reflek wanita paruh baya ber usia 52 itu memelukku kencang sekali dan mencium anakku ( bumi ), melepas kerinduan.
aku tak henti hentinya terus menangis.
hikss bibi ...
hiks ...
"Bumi kita pulang, nakk ..." lirih ku.
"Ya Allah non !! bibi kangen bangettt !
bibi ga tau harus ngomong apa lagi !"
Bi ita juga sudah dipecat sama ayah dan dia bekerja bersama Rino bersama bi sarti, kakaknya.
Bi Ita yang sudah menjaga dan mengurusku dari usiaku 9 th sampai 20 tahun masih tetap sama dia sangat menyayangiku.
"Pak bos ? belum pulang non," lanjutnya.
"Gapapa bi, aku udah ngabarin tadi
lagi sibuk mungkin." ujarku berhenti menangis, dan menghapus sisa air
mata di pipi.
"Ayo nonn, ke dalam !?" titahnya bi ita sangat bersemangat.
Di pintu bagian tengah pak Budi sedang bersantai dengan kopinya terkejut dan bukan menyambutku tetapi berteriak memanggil istrinya bi sarti dengan teriakan bahagia.
...
Saat ini aku sudah kembali ke rumah mewah ini bersama suami, walau rumah orang tua tidak sebesar rumah ku dengan Rino.
"Dung indung bumi kecil, jagoan bi sarti ya den !? " bibi Sarti menggendong bumi yang masih terlelap dan berbicara dengan bayiku.
...
Ceklek !
Menutup kamar mandi.
.
.
"Aduh leganya gue abis nahan pipis..."
bathinku.
Dan memutar badan.
Tidak ku sangka sangka pria ber tubuh tegak, dengan dasi berantakan terlihat
rambut kusam tengah menatapku.
Tak dipungkiri aku kembali menangisi.
"Rino, kamu udah pulang ?" tanyaku.
Aku melihat Rino mematung di depanku.
"Sayaaang !!!!! ya Allah !!"
Suamiku mendekap tubuhku dan mengencangkan pelukannya.
di barengi air mataku turun sangat deras.
Aku tidak bisa berkata kata, aku mengencangkan pelukanku padanya.
.
.
Hiks hikss ...
"Rino, aku-- aku kangen banget sama kamu noo, aku gak bisa begini lagi !!!"
ringisku di sela sela tangisanku.
sambil membalas pelukannya.
"Shtt, aku disini. aku juga kangen bunda. kontrol emosi kamu."
Hiks ...hiks ....
Aku mengangguk di dekapan dada bidang pria itu.
"Sayang, kamu naik apa ke sini ? apa mamamu tahu kamu ke sini,
hah ?"
"Gak tau ! aku mau disini ! kita --
"Shtt, jangan berteriak anak kita lagi tidur." tuturnya dengan merendahkan suaranya padaku, hampir saja aku memberontak.
Tangan kekar suamiku kembali memelukku lagi.
"Aku, mau tinggal sama kamu !" tanganku memukul perut pria itu, namun Rino memberikan senyumannya sembari mengecup keningku lama sekali.
"Apa aku akan siap, untuk di hajar
oleh reki lagi ?"
"Jangan ngomong gitu, iss !" kataku melepaskan tubuhnya.
"Iya maaf, aku bercanda sayang."
tangannya menyelipkan sisa rambutku di balik daun telinga.
"Aku takut pulang ke rumah lagi, aku mau tinggal sama kamu, ayah ???" lanjutku bersikeras.
Rino menangkup wajahku dengan ke dua tangannya.
"Kesayangan siapa ini ? iya, aku pastikan kamu tetap disini ya." katanya menenangkanku.
Rino mengaitkan jemarinya dengan jemariku, kita bergandengan sangat dekat seperti hubungan yang tidak pernah terpisahkan.
"Liat anak kita, yuk !?" sergahnya mengusap lembut punggung belakang ku.
aku memberi anggukan.
...
Ruang tamu.
.
.
"Pak bos, tadi pak Reki diluar !"
Aku mendengarnya seketika langsung memeluk suamiku begitu erat.
"Rino, aku ga mau pulang ..." kataku.
"Kamu tenang aja yaa, sayang." sambil mengecup pipiku agar lebih tenang.
"Katanya apa bi ?"
"Dia mencari non serena." ujar bi Ita.
Menoleh menatap wajah suamiku.
"Lalu bibi berkata apa ?"
tangan kekar Rino melingkar ke pinggangku
untuk menenangkanku.
"Bibi bilang, --
"Pak bos !"
BI sarti memutus ucapannya karna pak budi datang secara mendadak.
"Ada apa, pak budi ?" tanya Rino menjawabnya dengan tenang.
sementara aku hanya menyimak dengan perasaan berdebar.
"Pak Reki di luar."
Aku tersentak.
"Ay--ayahku noo ???" sambarku, bersembunyi di punggung suamiku.
"Diam di kamar, masuklah." tanya Rino dan menyerahkan bumi untuk di bawa bersamaku.
Aku melihat lantai 2, ya di sanalah kamarku dan Rino untuk ber istirahat.
"Tapi sayang --- ?"
"Menurut lah padaku !"
Rino meninggikan suaranya.
Lalu dengan cepat aku bergegas menaiki anak tangga, dimana pak budi menunduk dan bi Sarti terdiam.
Bi ita yang berada di luar membukakan pintu untuk Reki ayahku.
...
selang beberapa kemudian ...
.
.
Suasana menjadi lebih menegangkan dari sebelum datangnya ayahku.
"Kata pak juandi, anak saya di bandung ? jadi saya memeriksanya disini ternyata disini memang tidak ada."
ujarnya sambil menatap penuh mengintrogasi setiap ruangan.
"Saya juga baru pulang, pak."
Rino menyahut.
"Jangan bicara !" ketus Reki ayahku.
Rino hanya terdiam dan menunduk.
Lirikan mata Rino sesekali melihat ke lantai 2 secara diam diam.
Pak Budi diam diam mengepal 1 tangannya geram.
"Yaudah saya pulang, nanti saya akan mencari serena ke bandung bersama antek antek saya."
Reki berdiri dan melangkahkan kakinya.
"Iya pak." respon rino baik.
"Jika saya tahu kamu sembunyikan Serena, saya akan menghajarmu !"
"Maaf pak, tapi dia adalah istriku."
"Istri kamu bilang ! pioritasmu hanya sibuk dan tidak bisa mengurus serena dengan baik buat apa dia tinggal di sini !"
"Eng ---
"Maaf pak, sudah malam jangan membuat keributan." titah bi Sarti.
BI sarti menahan Rino untuk tidak melanjutkan perdebatan.
di sisi lain ...
.
.
"Aduh bumi jangan bangun bunda mohon !!!" ringisku.
Namun bayiku hanya berusaha bergerak pertanda bahwa ia merasa terganggu dengan rasa pegalku merajang ke seluruh tubuh..
...
Tak lama Reki ( ayahku ) sudah pulang.
lalu Bumi menangis begitu keras sekali ketika mobil ayahku sudah menuju menjauh.
...
"Aman pak !" pak Budi tersenyum.
di ambang pintu tengah.
"Alhamdulilah saya lega sekali, tolong tutup pintu yang kuat, tak lupa untuk bi sarti, jangan lupa tutup pintu yang dalam. sayaa ingin istirahat bersama istri saya."
BI sarti membungkuk di ikutin pak Budi dari jauh.
...
Rino menaik anak tangga dengan perlahan lahan lalu memasuki kamar yang tidak di kunci.
...
Di pinggir kasur aku menyaksikan sosok suamiku baik baik saja yang menghadapi ayahku.
"Aku denger dia nangis, tadi." suamiku dengan suara baritonnya.
seraya melepas Jaz hitamnya.
"Udah aku, susuin," ujarku halus.
Rino tersenyum.
Aku menidurkan bayiku di kasur perlahan karena aku merasakan sebuah energi yang tidak biasa. Ya, dengan tubuh suamiku yang bertelanjang dada.
Kemudian aku beranjak untuk mendekati Rino yang memancingku menghampirinya, rino cukup berkeringat.
"Ada apa hmm ..." Rino membelai pipiku.
"Aku kangen kamu ..."
sambil memainkan tangan dari arah punggungnya dan mengusap halus perut kotak kotaknya.
"Kamu masih ga berubah sayang ..."
ku dekatkann wajahku untuk mengecup pipinya.
Namun tangan kekarnya menahan bibirku untuk menciumnya.
"Kata siapa aku, berubah ?" pria itu terkekeh menyebalkan.
"Kamu berubah." datarku.
"Bumi lagi tidur loh, nanti dia terganggu dengan aktifitas kita,hmm ?"
Jemarinya meraba seluruh jenjang leherku.
aku terlintas Reki ( aayahku) yang 2 tahun lalu menghajar suamiku karna bekerja di bali selama 3 bulan.
"Sudahlah noo, aku masih kepikiran ayahku."
"Aku janji. Reki ayahmu tidak akan pernah datang menginjak kakinya lagi ke rumah ku !"
Mungkin karna aku mengganggu permainannya.
Aku menangis hebat.
Secara tidak sadar rino mendekatkan wajahnya dan meraup bibirku dan memberikan ciuman yang begitu lembut.
membawaku kedalam permainannya dan memisahkan bumi anak kita ke dalam box bayi.
Kini kita melanjutkan permainan panas untuk melepaskan kerinduan.
...
Pukul 23:10 malam.
Aku masih terisak merindukan bayi besar ini yang sangat manja menempel di dadaku seperti magnet.
"Ayah, ka-kamu tau gak ?"
tanganku membelai kepala Rino dari belakang yang amat ku rindukan.
"Tau apa, sayang ?"
napasnya berhembus di area leherku.
karna posisinya aku menyerong ke sebelah kiri, dan sedangkan suamiku memeluknya dari samping.
"Aksara kerja jadi tukang ojek tau, aku berhasil ke sini karnanya."
"Oh ya, bagus kalo gitu. kalo ketemu lagi bilang ke dia. mau berapa tinjuan di pipinya ?"
Aku menyikut perutnya kasar.
"Arghh sayang, aku bercanda."
rino terkekeh dan mengusap perutnya lalu memainkan tangannya nya ke dalam baju ku dari belakang.
"Noo, jangan mainin itunya ih nanti asi nya mampet !" tukasku.
"Iya iya, aku kangen pas kita belum punya anak." rino kembali memelukku lagi dan lagi.
"Dasar mesum ! gimana kerjaan kamu ?"
aku meremas sesuatu di belakangku.
Rino terkikik meminta ampun.
setelah itu kami tertawa bersama.
"Lancar. lalu gimana bisnis kue mama?" tawanya renyah dan membangkitkan percintaanku semasa SMK dulu.
Sambil memutar badanku yang full naked dan bersampingan dengan suami malam ini, membuat emosionalku meningkat.
"Janga niup, leherku ihh ?" aku menyubit pentilnya rino, empunya lalu berontak kegelian.
"Lancar juga, sayangnya helm nya rusak karna kebanting gara gara kucing." aku mengeluh.
"Ahhaha geli, ah nanti aku belikan helm baru." ujar pria itu dan bersembunyi di dalam dadaku yang telanjang di balik selimut.
"Oke. Rino, jangan coba coba, haiss !"
Wajahnya bergerak seketika aku merasakan suatu yang berdesir di dada. melainkan sebuah energi hebat sangat memancing gairah yang tidak biasa. karna yang dia lakukan saat ini permainan panasnya.
Kepalanya terus bergerak membangkitkan sesuatu yang membuatku terguncang hebat.
"Kamu gila sayang, ahhhhhh !"
kataku menjambak rambutnya.
"Sayang ! kasih aku napas, ahhhh !"
desahku bergelinyang.
"Enghh ... --" dehemannya merasa nikmat dan mengabaikan perkataanku.
"Kamu emang gak pernah berubah
Rino ... "
bathinku pasrah malam ini.
_______
TBC.