Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Kokonotsu no Kodai no Mahō no Hoshi

kurumitokisaki
--
chs / week
--
NOT RATINGS
412
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - 2. Akademi Sihir

Hari ini adalah hari pertama Kazuya memasuki sekolah Akademi Sihir yang sangat terkenal di kota-nya, Akademi terkenal yang menghasilkan banyak penyihir istana bagi Kekaisaran Romberg.

"Selamat anakku, kau akhirnya bisa masuk ke Akademi yang kau impi-impikan sejak dahulu" gumam ayahnya, Leonardo Bonarpate. "Selamat yaa Kazu-chan" saut ibunya, Aurora. "HUMM! Aku akan belajar dengan giat, sehingga tidak mengecewakan kalian berdua" sorak semangat Kazuya. "hehehe padahal niat asliku ingin menguak informasi mengenai keberadaan buku sihir kuno 9 Bintang" batin-nya.

"kalau begitu mari kita rayakan keberhasilan putraku! BERSULAM!!" sorak ayahnya. semua orang yang berada diatas meja makan pun ikut bersorak riang termasuk kedua kakak Kazuya, Fiora dan Albert. Kedua kakak nya tak merasa iri, karena mereka juga sudah masuk ke Akademi Sihir tersebut 2 tahun lalu yang kebetulan kedua kakaknya ini adalah murid ber-prestasi di Akademi tersebut.

Setelah perayaan yang diperkirakan hampir satu setengah jam lebih, akhirnya tiba keberangkatan sang putra bungsu dari Leonardo dan Aurora. Perjalanan yang ditempuh cukup memakan waktu dengan menggunakan kereta kuda, yang kurang lebih kira-kira bisa mencapai 6 hari. Tak lupa Kazuya memeluk dan menyalimi kedua orang tua nya tersebut sebagai salam berpamitan. Akhirnya, setelah selesai berpamitan Kazuya masuk kedalam kereta untuk memulai keberangkatan nya, sesekali mendongak keluar melihat kedua orang tua nya melambaikan tangan lalu dibalas juga oleh Kazuya.

Selama perjalanan yang panjang, dirinya selalu membaca buku-buku sihir untuk menambah wawasan terkait sihir Kegelapan dan Cahaya yang telah di pelajarinya selama enam bulan terakhir. Di dunia ini ada berbagai macam sihir dan skill, namun pada umumnya manusia biasa hanya bisa menggunakan sihir dasar berbasis elemen seperti Api, Air, Tanah, dan Angin, tak banyak juga ada yang dapat menggunakan sihir Petir, Es, dan Alam. Sihir-sihir tersebut memiliki tingkatan nya tersendiri, simple nya barang siapa yang dapat menggunakan sihir elemen tingkat kedua maka seseorang pengguna sihir elemen tingkat pertama tidak dapat melukai orang tersebut. Tak hanya itu, kapasitas serangan yang dikeluarkan juga berbeda, atau bahkan jauh lebih besar.

Perjalanan Kazuya sudah menempuh hari ketiga, Kazuya meminta supir agar beristirahat dengan tenda untuk bermalam. Sembari segalanya disiapkan oleh bawahan yang telah dipinta ayahnya untuk menemani perjalanan, Kazuya pergi untuk mengecek keadaan sekitar hutan apakah aman atau tidak. Selama lima belas menit mengitari hutan, akhirnya ada monster yang muncul yakni tiga ekor Salamander yang ukurannya cukup besar. "Waktunya pas sekali untuk menguji hasil belajar ku selama ini" batinnya sambil tersenyum jahat. "Maju sini KADAL SIALAN!!" teriak Kazuya. Salamander pun menunjukan aksi agresif nya dengan berjalan cepat mengarah ke Kazuya. Kazuya tampak tenang sembari menunggu posisi yang tepat untuk melancarkan sihir api yakni kelemahan Salamander. Ketika Salamander sudah berada di jangkau serangan Kazuya, Kazuya pun melancarkan sihirnya. "Sihir tingkat kelima: Hell Fire" semburan kobaran api yang besar langsung menghanguskan ketiga Salamander tersebut tanpa sisa secara bersamaan. "mudah" gumam Kazuya. Tak heran dirinya bisa menggunakan sihir tingkat menengah, berkat ke-jenius an nya dirinya mampu melampaui kapasitas manusia pada umumnya, apalagi di-umur nya yang sekarang masih menyentuh 12 Tahun terbilang 'tidak mungkin' untuk menggunakan sihir tingkat menengah.

Ketika dirinya sudah merasa bahwa hutan tempat bermalam tersebut aman Kazuya langsung bergegas balik ke tenda yang sudah di persiapkan oleh bawahan yang dikirim ayahnya tersebut. Mereka bermalam di malam yang indah dengan di temani api unggun yang dapat menghangatkan badan sembari membakar ikan tangkapan pak supir kereta kuda yang di tangkapnya tadi. Setelah selesai ber-cengkrama, mereka memutuskan untuk tidur. Namun, tidak untuk Kazuya dirinya bergadang sambil membaca kembali buku-buku sihir yang telah dibawa nya sembari berjaga-jaga agar tidak ada monster yang menyerang di malam tersebut.

Tiba dipagi hari, mereka semua bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanannya menuju Akademi Sihir. Setelah selesai, mereka semua langsung melanjutkan perjalanan karena masih ada dua hari lagi yang akan di tempuh oleh Kazuya untuk sampai ke depan gerbang Akademi Sihir. Seperti biasa, dirinya sangat antusias untuk selalu membaca buku-buku sihir agar dapat menguasai sihir Kegelapan dan Cahaya.

Hari yang ditunggu-tunggu nya pun tiba, dirinya berada tepat di depan gerbang Akademi Sihir yang sangat besar dan megah. "Pasti akan ada banyak orang yang menarik disini" gumam nya sambil tersenyum. Akademi Sihir Kekaisaran menganut peraturan yang dimana ketika ingin menjadi siswa disana maka akan dilakukan nya seleksi untuk mengecek seberapa jauh kapasitas sihir yang dimiliki.

Fase pengecekan pun dimulai, seluruh murid yang ingin mendaftar berbaris secara rapi, guru yang menjadi pengawas pun berdatangan. "Baik murid-murid sekalian, perkenalkan nama ibu adalah Beatrix yang akan mengawasi kalian pada fase pengukuran sihir ini. Lihatlah ini adalah bola kristal sihir yang akan mengukur kapasitas sihir kalian semua. Bola ini bisa menampung sihir hingga tingkat ketiga, jadi tenang saja bola ini tidak akan hancur karena saya yakin kapasitas sihir kalian hanya tingkat pertama atau kedua saja. Baiklah langsung dimulai saja pengukuran nya" sorak nya, Beatrix. Dari seluruh murid yang sudah mengecek kapasitas sihirnya, tak ada yang luar biasa, semua nya standar karena umur mereka yang masih terbilang cukup muda, wajar saja.

Namun, ada satu anak yang membuat Kazuya tertarik yaitu Maria murid rakyat jelata yang mendaftar ke Akademi tersebut. Pasalnya, ketika fase pengecekan bola kristal sihir tersebut pecah akibat kapasitas sihir yang dikeluarkan Maria terlalu besar. Sehingga membuat semua murid bahkan guru-guru yang sedang mengawas kaget tercengang melihat bola kristal tersebut pecah. "Menarik.. seperti nya anak itu bisa menggunakan sihir tingkat ke-empat, makanya bola kristal itu bisa pecah" gumam Kazuya sambil memegang dagu dengan senyum liciknya.

Giliran Kazuya pun tiba, dia tidak ingin kejadian tersebut terulang lagi dan memutuskan untuk menekan kapasitas sihirnya hingga turun ke tingkat ketiga, karena dirinya tidak ingin terlihat mencolok. "Baik, siapa namamu?" tanya Beatrix. "Kazuya Bonarpate" jawab Kazuya. "Wahh anak bangsawan, baik silahkan letakkan kedua tangan mu diatas bola tersebut" saut Beatrix. Sesuai dengan rencana, bola tersebut tidak pecah namun bersinar terang yang artinya Kazuya bisa menggunakan sihir keempat elemen dengan tingkat ketiga. "Woahh hebat sekali, sangat terang itu artinya kau bisa menggunakan sihir tingkat ketiga" kata Beatrix.

Pengecekkan pun selesai. "Baik anak-anak hasilnya akan dibagikan nanti di asrama, kalian akan di kategorikan sesuai kelas tingkatan sihir yang sudah kalian ukur tadi" sorak Beatrix. Kazuya pun berjalan kembali ke asrama, sesampainya di asrama dirinya tak istirahat ia langsung lanjut membaca buku-buku sihir seperti biasanya. Malam pun tiba, surat hasil yang telah dijanjikan juga datang. Sudah pastinya Kazuya di terima, namun yang membuatnya senang adalah ia satu kelas dengan murid yang membuatnya tertarik tak lain tak bukan adalah Maria. Sudah tengah malam, Kazuya menyudahi untuk melanjutkan membaca buku-buku sihirnya tersebut, dirinya mulai terlentang diatas kasur. "sudah waktunya yaa... besok adalah hari pertamaku sekolah di Akademi ini, apa yang akan terjadi yahh.." gumam nya. Kazuya pun memejamkan mata-nya dan tertidur.