Hari-hari di kota Msohawk semakin dipenuhi dengan kekacauan. Ketegangan antara mafia Jinx yang dipimpin oleh keluarga Ferron dan masyarakat yang dipimpin oleh kepolisian semakin tak terbendung. Satu demi satu ledakan mengguncang jalanan, menambah ketegangan yang sudah membara. Pemerintahan yang dulu stabil kini terancam runtuh oleh kerusuhan yang meluas. Tindakan Don Ferron, yang sejak lama hilang dari peredaran, semakin sulit dimengerti. Ia seakan terjebak dalam kebingungan besar, tidak tahu siapa yang menjadi dalang dibalik kekacauan ini. Apakah benar Tan yang selama ini dianggap sudah mati? Semua itu semakin membingungkan, membuatnya semakin terpojok.
Bentrok yang terjadi bukan hanya antara dua kelompok besar, namun juga telah melibatkan seluruh elemen masyarakat. Setiap sudut kota dipenuhi dengan orang-orang yang marah, dengan senjata di tangan dan amarah yang membakar. Masyarakat yang telah lama terpinggirkan kini bangkit, berjuang melawan kekuasaan yang telah lama mereka takuti. Di alun-alun kota, Don Ferron dengan tegas mendeklarasikan perang besar-besaran, sebuah deklarasi yang mengguncang seluruh dunia.
Tak ada lagi yang tersisa di tangan Ferron selain keputusasaan dan amarah. Setelah bertahun-tahun bersembunyi, ia muncul kembali, mengklaim kendali atas kota ini. Keputusannya untuk melawan kembali mengundang perhatian seluruh dunia. Perang tak terhindarkan, dan kekacauan yang terjadi mulai mempengaruhi seluruh sistem di kota tersebut.
Namun, di tengah kebingungan dan kehancuran yang semakin merajalela, ada dua jiwa yang merasa terjepit dalam perasaan ketidakberdayaan. Daneena dan Ayumi, dua sahabat yang telah bersama melalui berbagai cobaan, kini menghadapi kenyataan yang jauh lebih mengerikan.
Daneena dan Ayumi terkurung di dalam rumah mereka yang semakin sempit, tak lagi merasa aman. Keadaan yang semakin memburuk, dengan ledakan yang terdengar jauh di luar sana, membuat mereka semakin terisolasi. Krisis ekonomi yang melanda kota menyebabkan kelaparan di mana-mana, sementara para penjahat semakin berani beraksi di siang hari. Setiap hari, lebih banyak orang jatuh menjadi korban, dan rasa takut semakin meresap di dalam setiap jiwa yang tinggal di Msohawk.
"Apa lagi ini Tuhan?" isak Daneena, tangisannya menggema di ruang yang sunyi. "Kenapa semua ini harus terjadi? Kenapa dunia harus hancur seperti ini? Apakah ini semua akibat dari keputusan kita di masa lalu? Apakah ini balasan untuk dosa yang sudah dilakukan orang-orang kita?"
Ayumi hanya bisa diam, matanya yang merah bengkak menatap kosong ke luar jendela. Keputusasaan melanda dirinya. Mereka sudah tidak tahu lagi bagaimana cara bertahan. Semua yang mereka kenal kini terancam hancur. Para pemimpin yang dulu memberi rasa aman kini tak lebih dari bayangan kelam. Di tengah suasana seperti ini, mereka hanya bisa berdoa, berharap agar mimpi buruk ini segera berakhir.
Namun, yang datang justru hal yang lebih mengerikan.
Ketika keputusasaan melanda, suasana yang seharusnya damai di rumah itu berubah drastis. Suara pintu yang dihantam keras membuat hati mereka berdegup kencang. Semua rasa takut dan cemas yang selama ini mereka tahan akhirnya tumpah. Pintu itu terbuka, dan masuklah seorang pria bertudung hitam, dengan langkah yang tenang namun penuh ancaman. Wajahnya tersembunyi, hanya matanya yang terlihat tajam menembus kegelapan.
Ayumi yang pertama kali menyadari kedatangan pria misterius itu langsung berteriak. "Hei, siapa kamu? Apa yang kau inginkan?!" Suaranya bergetar, tapi dia berusaha keras untuk menunjukkan keberanian di hadapan ancaman yang nyata.
Namun, Daneena tidak bisa berkata apa-apa. Rasa takut yang begitu dalam melumpuhkan setiap otot tubuhnya. Wajahnya pucat, tangannya gemetar. Keadaan yang semakin buruk membuatnya semakin merasa terperangkap. Dunia yang dia kenal telah berubah. Dan kali ini, ancaman yang datang bukan hanya sekadar perkelahian. Ini lebih dari itu.
Pria bertudung hitam itu tidak berkata apa-apa. Tanpa ada kata-kata peringatan, dia langsung melangkah ke dalam rumah dan menuju ke arah orang tua Daneena yang tengah duduk di ruang tamu. Tanpa ampun, ia menculik mereka dengan cepat, mengikat kedua orang tua Daneena sebelum menarik mereka keluar.
Ayumi mencoba menghalangi, berlari mengejar pria itu, namun apa yang bisa dilakukan oleh tubuhnya yang kecil dan rapuh? Dia hanya bisa melihat, tak berdaya, ketika pria itu dengan dingin membawa orang tuanya pergi.
"Jangan!" teriak Ayumi dengan putus asa. Namun suara itu hanya teredam oleh langkah kaki pria yang semakin menjauh.
Daneena yang terdiam, hanya bisa merasakan hatinya hancur. Seluruh dunia yang ia kenal, seluruh orang yang ia cintai, hilang dalam sekejap mata. Apa yang bisa ia lakukan untuk menghentikan semua ini? Semua ini bermula dari amarah yang tak terkendali, dari ketidakadilan yang semakin merajalela.
Dia merasakan tubuhnya lemas. Rasa kehilangan itu begitu dalam, begitu kuat. Tak ada lagi harapan di sana. Ayumi yang tampak kebingungan berlari menuju ke jendela, melihat ke luar sana. Ketegangan yang merayap di kota semakin memuncak. Bukan hanya orang tuanya yang hilang, namun seluruh kota ini sedang berada di ujung kehancuran.
Di luar sana, ledakan-ledakan terus menggema, dan tidak ada yang tahu bagaimana akhir dari kekacauan ini. Setiap kali suara tembakan terdengar, seolah setiap detik hidup mereka semakin mendekati kehancuran total.
Saat waktu berlalu, perang yang diumumkan oleh Don Ferron semakin meluas. Para warga yang tak terhitung jumlahnya mulai melawan, membawa amarah yang terkumpul selama bertahun-tahun. Mereka tidak peduli lagi dengan siapa yang benar, mereka hanya ingin balas dendam. Di sisi lain, pihak kepolisian yang masih tersisa berusaha keras untuk mempertahankan ketertiban, meskipun mereka tahu bahwa mereka tidak bisa menang melawan kekuatan yang ada.
Daneena dan Ayumi semakin terperangkap dalam kekacauan ini. Tanpa orang tua mereka, tanpa arah, tanpa harapan, mereka hanya bisa bertahan hidup dari satu hari ke hari berikutnya. Mereka merasakan betapa beratnya dunia yang kini mereka hadapi. Di saat yang sama, rasa takut yang menghantui mereka hanya semakin besar. Mungkinkah ada jalan keluar dari semua ini? Atau apakah mereka akan menjadi korban selanjutnya dalam perang yang tak terhindarkan ini?
Namun, sesuatu yang lebih buruk menanti mereka. Meskipun ada sedikit harapan yang tersisa, kenyataan yang mengerikan segera menghampiri. Dalam kegelapan yang melanda Msohawk, hanya ada satu yang pasti perang ini tidak akan berakhir dengan damai.
Pria bertudung itu sepertinya menjatuhkan sesuatu yaitu berupa name tag menandakan bahwa dia adalah Gang Jinx
Daneena sangat murka dan benar-benar marah ia meluapkan kekesalannya dan bersumpah akan melenyapkan semua Keluarga Ferron tanpa terkecuali ada Ezhan didalamnya.
Rasa cinta Saat ini berubah menjadikan kebencian Yang sangat mendalam terhadap Ezhan, amarah,ketakutan, kesendirian dirasakan oleh Daneena.
"Ezhan aku bersumpah, akuu....akan membalaskan dendam ini baik kepada dirimu atau bahkan keluargamu. Ucap Daneena dengan tajam seperti kesetanan
Darahnya mendidih Ayumi yang disana berusaha menenangkannya berakhir dengan perkelahian adu kekuatan.
Daneena berdiri dengan wajah penuh amarah, tangannya gemetar namun dipenuhi tekad yang kuat. Pria bertudung yang tadi telah menculik orang tuanya meninggalkan sebuah tanda yang jelas name tag yang terjatuh di lantai. Dengan tanda itu, tak ada keraguan lagi bahwa orang yang telah membawa pergi orang tuanya adalah bagian dari **Gang Jinx**, organisasi kriminal yang berhubungan erat dengan Keluarga Ferron. Nama itu seperti belati yang menancap dalam hati Daneena. Dia tahu betul siapa yang ada di balik semua ini, siapa yang harus dipersalahkan, dan siapa yang akan dia hancurkan tanpa ampun.
"Ezhan…" gumamnya dengan bibir gemetar. "Aku bersumpah akan menghancurkanmu. Jika kau memang bagian dari mereka, maka kau sama saja dengan mereka. Keluarga Ferron, Mafia Jinx, semuanya harus lenyap."
Di dalam hatinya, perasaan yang semula penuh cinta dan harapan kini berubah menjadi kebencian yang mendalam. Rasa cinta yang pernah tumbuh pada Ezhan kini terlupakan, digantikan dengan kebencian yang membara. Daneena merasakan seluruh tubuhnya dipenuhi oleh amarah yang luar biasa. Setiap kenangan indah tentang Ezhan berubah menjadi mimpi buruk yang tak bisa dihapuskan. Sekarang, ia hanya memikirkan satu hal balas dendam.
Ayumi berdiri di belakangnya, matanya terbuka lebar dengan rasa khawatir. "Daneena… tenanglah, ini bukan waktunya untuk bertindak gegabah. Kita harus merencanakan semuanya dengan hati-hati," Ayumi mencoba meraih tangan Daneena, berusaha menenangkan temannya yang kini terjerat dalam kebencian.
Namun, Daneena menepis tangan Ayumi dengan kasar, wajahnya dipenuhi dengan ekspresi yang keras dan penuh kebencian. "Kau tidak mengerti, Ayumi! Mereka telah mengambil orang tuaku. Dan orang yang kau sebut sebagai Ezhan, dia adalah bagian dari mereka! Bagaimana aku bisa tenang?"
Suaranya penuh dengan emosi yang tak terkendali. Ayumi menarik napas panjang, merasa kebingungan. Ini adalah sisi lain dari Daneena yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Temannya yang penuh cinta kini menjadi seseorang yang sangat berbeda. Ayumi bisa merasakan amarah itu, namun ia tahu betul bahwa jika tidak ada yang menenangkan Daneena, semuanya akan lebih buruk.
"Tapi, Daneena…" Ayumi berkata dengan lembut, mencoba menurunkan ketegangan di antara mereka. "Kau masih punya pilihan. Kita bisa keluar dari semua ini bersama-sama."
Namun, kata-kata itu tidak bisa menjangkau hati Daneena yang sudah diliputi oleh kebencian. Tiba-tiba, dengan dorongan rasa frustasi yang sangat dalam, Daneena mengayunkan tangannya dengan kasar, mengeluarkan energi yang selama ini terpendam. Sebuah **ledakan kecil** dari energi yang tiba-tiba muncul, menghancurkan beberapa benda di sekitarnya.
Ayumi terkejut, tetapi dengan cepat ia berlari mundur, menghindari kekuatan yang baru saja dikeluarkan oleh Daneena. "Daneena, ini berbahaya! Kau tidak bisa bertindak seperti ini!"
Namun, Daneena tidak menghiraukan peringatan Ayumi. Tubuhnya bergetar karena dorongan emosi yang luar biasa. Tiba-tiba, sebuah energi berwarna kuning yang menyala-nyala mulai mengalir keluar dari tubuhnya. Ini adalah kekuatan yang ia pelajari secara naluriah dalam beberapa tahun terakhir kekuatan untuk memanipulasi energi perasaan. Sebuah kekuatan yang berasal dari dalam dirinya, namun belum pernah ia kontrol sepenuhnya. Kekuatannya berfungsi sebagai "Ruinous Surge", sebuah jurus yang menggunakan kekuatan alam untuk melepaskan serangan dahsyat dengan ledakan energi yang menghancurkan.
Namun, semakin banyak emosi yang ia lepaskan, semakin besar pula kekuatan yang mengalir. Dan itu menjadi semakin tidak terkontrol. "Aku akan menghancurkan mereka semua!" serunya dengan penuh kebencian.
Ayumi memandang dengan cemas, menyadari bahwa Daneena bisa mengarah pada kehancuran jika kekuatan itu tidak dikendalikan. Ayumi bukanlah seorang pejuang seperti Daneena, tetapi ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi orang lain, atau paling tidak, memberikan ketenangan. Itu adalah kemampuan dasar yang ia pelajari saat ia masih kecil Serene Flow, yang memungkinkan Ayumi untuk menenangkan kekacauan di dalam hati seseorang, serta mengalihkan energi negatif menjadi fokus yang lebih jelas.
Dengan langkah hati-hati, Ayumi maju ke depan, mencoba meraih tangan Daneena sekali lagi. "Daneena, aku mengerti bagaimana rasanya, tapi ini bukan cara yang benar," kata Ayumi, suaranya penuh dengan kesabaran.
Namun, Daneena, yang kini terlarut dalam amarah dan dendam, menolak mentah-mentah. "Kau tidak mengerti, Ayumi! Ini bukan hanya tentang aku. Ini tentang keluarga kita, orang tuaku, dan semuanya yang sudah dirampas! Mereka akan membayar."
Ayumi terpaksa mengeluarkan kemampuan yang selama ini ia pendam. Tiba-tiba, aura biru yang lembut dan memancarkan ketenangan mengelilingi tubuhnya. "Serene Flow", jurus yang memungkinkan Ayumi menenangkan pikiran orang di sekitarnya dan meredakan kekacauan. Ia berusaha mendekati Daneena, berusaha menenangkan energi liar yang mengalir dari dalam tubuh temannya.
Namun, Daneena menolak. Tanpa sadar, ia melawan dengan tenaga yang semakin kuat. "Jangan coba-coba menahan aku!" teriaknya. Tubuhnya meledak dengan energi kuning itu yang tak terkontrol, membuat tanah di sekitarnya retak dan membelah. Serangan tersebut mengenai Ayumi, memaksanya mundur.
Ayumi terhuyung-huyung, tubuhnya sedikit terluka karena serangan yang datang begitu mendalam, namun ia tahu, untuk menyelamatkan Daneena, ia harus bertindak lebih jauh. Dengan napas yang tertahan, Ayumi mengangkat tangannya ke udara, mengaktifkan "Serene Release", sebuah teknik lanjutan dari jurus **Serene Flow** yang bisa menenangkan kekuatan seseorang secara langsung.
Bersama dengan sebuah aura biru yang menenangkan, Ayumi melepaskan energi itu ke dalam tubuh Daneena. Di saat itu, waktu seolah terhenti. Daneena merasakan sesaat ketenangan yang datang melalui sentuhan Ayumi, membuatnya mulai menyadari betapa jauh ia telah melangkah.
Namun, kemarahan yang terpendam begitu dalam, membuat proses itu memerlukan waktu. Daneena menangis, menyadari betapa besar luka yang ada di dalam dirinya. Namun di sisi lain, kekuatan yang dimilikinya tak bisa begitu saja ditahan. Ini adalah ujian besar bagi mereka berdua, dan Ayumi harus berhati-hati agar tidak membuat Daneena semakin terpuruk.
Daneena merasakan perubahan besar di dalam dirinya. Seperti halnya masyarakat yang terperangkap dalam lingkaran kekerasan, ia pun tidak bisa lepas dari ketergantungan pada kebencian. Perasaan itu semakin menguasai dirinya, membutakan rasionalitas, dan membuatnya bersumpah untuk menghancurkan Ferron, termasuk Ezhan, meski rasa cinta yang dulu ada di dalam dirinya kini telah berubah menjadi api yang tak terpadamkan.
Daneena, yang tidak bisa menahan amarahnya lebih lama lagi, memutuskan untuk bergabung dalam pertempuran ini. Ayumi, sahabatnya yang masih mencoba untuk menenangkan hatinya, mencoba untuk membujuk Daneena agar tidak terjebak dalam lingkaran kekerasan. Namun, Daneena yang dipenuhi oleh dendam, tak lagi mendengarkan kata-kata bijak.
"Jika aku tidak melakukannya sekarang, maka aku tidak akan pernah bisa melihat mata mereka yang telah menghancurkan hidupku," ucap Daneena dengan tatapan yang tajam. Ayumi tidak bisa lagi menghalangi langkahnya.