Cahaya fajar menyinari ruangan,
namun kegelapan masih menyelimuti jiwa. Seorang wanita muda terbangun dengan keringat dingin membasahi dahinya, mimpi buruk semalam masih menghantui pikirannya. Dengan perlahan, ia membuka mata, menatap sekeliling kamar yang tiba-tiba terasa asing. Cermin di seberang ranjang memantulkan wajah pucat, mata coklat gelap berkaca-kaca seakan menyimpan rahasia kelam. Sebuah bisikan lembut terdengar di telinganya, "Bangunlah, Navella Ferzia..."
Dengan sentakan, Navella terbangun. Napasnya memburu, jantungnya berdebar kencang. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Cahaya matahari pagi menyinari ruangan, menghilangkan kesan menyeramkan yang sempat menyelimuti pikirannya.Dengan perlahan, ia mengusap keringat dingin di dahinya.
Matanya tertuju pada kalung safir yang tergantung di lehernya, warisan dari kakek buyutnya. Batu safir itu memancarkan cahaya biru lembut, seolah menenangkan jiwanya. Namun, saat ingat kembali mimpi buruknya, kilau safir itu justru membuatnya merinding.
Navella meraih kalung safirnya, membelainya lembut. Mimpi buruk semalam masih terasa begitu nyata. Ia menggelengkan kepala, berusaha mengusir rasa takut yang mulai merayap. Mungkin hanya mimpi, gumamnya dalam hati. Dengan hati-hati, ia meletakkan kalung itu di atas meja rias, lalu bangkit dari ranjang.
Sinar matahari pagi yang menembus jendela apartemennya semakin terang, menyinari seluruh ruangan. Navella menarik napas dalam-dalam, mencoba memulai hari dengan semangat baru. Ia berjalan menuju dapur kecil, menyalakan mesin kopi. Aroma kopi yang menyengat segera memenuhi ruangan. Sambil menunggu kopi selesai, Navella membuka kulkas dan mengambil beberapa potong buah-buahan.
Setelah menikmati sarapan ringan, Navella mulai bersiap-siap pergi ke observatorium. Ia menggunakan pakaian formal rapi yaitu kemeja berwarna krem dan celana panjang hitam. lalu mengambil tas ransel berisi laptop dan beberapa buku. Sambil berjalan menuju pintu apartemen, ia kembali melirik kalung safirnya yang tergeletak di atas meja rias. Kalung itu seolah memiliki pesona tersendiri, membuatnya penasaran akan rahasia yang tersimpan di dalamnya.
Navella akhirnya tiba di kantor nya, Navella bekerja di NASA. NASA, badan antariksa Amerika Serikat, adalah pusat inovasi dan penjelajahan ruang angkasa dunia. Di sinilah mimpi-mimpi besar manusia untuk memahami alam semesta menjadi kenyataan. Navella, seorang astrofisikawan muda berbakat, adalah bagian dari tim peneliti di salah satu
laboratorium canggih NASA.
Sejak kejadian di halte bus tadi pagi, rasa takut terus menghantuinya. Ia berusaha fokus pada pekerjaannya, namun pikirannya terus teralihkan pada sosok misterius yang mengikutinya.Di ruang kerjanya, Navella menyalakan komputernya dan mulai menganalisis data terbaru dari teleskop luar angkasa. Saat sedang asyik bekerja, tiba-tiba layar komputernya menjadi gelap. Ia mencoba menyalakannya kembali, namun tidak ada respon. Rasa frustasi mulai menguasainya. Apakah ada hubungan antara gangguan pada komputernya dengan sosok misterius yang mengikutinya?.
Saat hendak meninggalkan ruangan, Navella menemukan sebuah amplop putih tergeletak di atas mejanya. Tidak ada nama pengirim pada amplop itu. Di dalamnya terdapat selembar kertas tipis berwarna krem. Tertera sebuah gambar yang sederhana namun memikat: sebuah bunga mawar putih dengan duri yang panjang dan tajam. Di tengah bunga itu, terdapat tiga huruf kapital yang ditulis dengan tinta merah menyala: H.A.V.