Ku sakiti diriku sendiri demi mendapatkan banyak ilmu pengetahuan tentang hal apapun di dunia ini. Mulai dari sejarah, sihir, teknik beladiri sampai bahkan aku mempelajari bagaimana caranya memancing ikan yang baik dan benar. Ya aku memang melakukannya, karena sedari dulu aku ingin sekali bisa memancing, sayangnya aku selalu tidak punya waktu untuk melakukannya.
Semalaman penuh aku mempelajari banyak hal tentang dunia ini di perpustakaan dunia, sekarang aku seperti seorang pertapa yang mendapat bisikan wahyu, sangat bijak, arif dan melankolis. Tidak, untuk itu aku hanya sedikit melebih-lebihkan saja.
Tidak berasa pagi mulai menyingsing, rasanya waktu berlalu begitu cepat saat aku menghabiskan waktu di perpustakaan dunia yang ada di dalam alam bawah sadarku sendiri. Dan anehnya, aku tidak merasa ngantuk sama sekali meskipun semalaman aku belajar di dalam sana. Mataku masih segar dan berasa lebih segar dan siap menjalani hari ini, hari di mana pendaftaran murid baru Akademi Bridestones akan dimulai dan inilah waktu untukku menunjukkan sinar ku!
Tetapi sebelum itu aku bersantai sejenak, aku menyeduh teh yang berada di lemari kecil di dekat tempat yang terlihat seperti wastafel di dunia ku sebelumnya. Aku menekan sebuah batu berwarna biru di dekat bak itu, lalu tiba-tiba air mengalir. Canggih sekali! Aku tidak tahu kalau sihir bisa sangat berguna seperti ini, jadi rupanya di sini tidak ada perusahaan air minum yang melakukan monopolisisasi.
Aku lalu memasak air dari sihir elemen air tadi, lalu saat sudah matang aku mulai menyeduh teh yang kutemukan tadi. Pertama ku rasakan aromanya terlebih dahulu. Ada aroma yang membuat tenang dan santai, lalu ada kesan wangian bunga yang kuat, ah aku tahu teh ini jenis teh jasmine!
Setelah menikmati teh dengan santai, aku pun mencoba keluar dari tempat tinggalku. Rupanya letaknya berada di paling ujung, jauh sekali dari gedung utama Akademi Bridestones ini. Tetapi tidak apa-apa, hitung-hitung aku bisa sedikit melakukan pemanasan atau lari pagi kecil-kecilan tiap harinya.
Udara dingin pagi hari yang masih berembun menyapa diriku, burung-burung dengan asik bersenandung ria di atas pepohonan yang tinggi, aku menghela nafas panjang puas sekali, aku sangat merindukan sensasi seperti ini di dunia yang dulu. Aku seperti terbawa ke masa saat aku kecil dulu, di mana masih banyak ruang terbuka hijau sebelum pengusaha-pengusaha tajir melintir menghabiskan uang mereka untuk membuka lahan dan menjadikan bisnis properti perumahan.
Aku berjalan santai ke gedung utama sambil menikmati indahnya pagi hari di dunia yang baru ini, lalu aku melihat seorang perempuan muda yang sedang membawa banyak buku, nampak kesulitan dan tidak ada yang peduli. Perempuan itu terus berusaha mengangkat buku yang banyak itu meskipun ia kesulitan dan seperti sedang menahan rasa kebas di tangannya, sepertinya perempuan itu sudah membawa buku itu dari tempat yang lumayan jauh.
Saat aku memfokuskan pandanganku pada perempuan itu, aku bisa melihat identitas dan semua ciri-ciri yang ia miliki. Namanya adalah Jade. Jade perempuan muda, usianya masih dua puluh tahun, dia berkerja sebagai seorang penjaga perpustakaan di akademi ini dan berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Pantas saja tidak ada yang peduli dengannya, sepertinya aku harus melakukan sesuatu untuknya.
Aku berjalan pelan mendekatinya, lalu aku menyapanya dengan sangat sopan dan lembut. "Hai nona Jade! Sepertinya kau perlu bantuan" ujarku lalu sambil tersenyum ke arahnya.
Ku perhatikan ekspresi wajahnya, bola matanya yang berwarna biru sedikit gelap itu menatapku dengan tajam. Bukan karena marah ataupun kesal, tapi sepertinya lebih condong ke arah kebingungan.
"Aku bisa bawakan beberapa buku untukmu, tenang saja!" ucapku lagi meyakinkan dirinya.
Jade membuka mulutnya hendak berbicara, tetapi ia tarik lagi. Kepalannya menggeleng, matanya menatap jauh ke kakinya. "Tidak perlu, terima kasih sudah peduli denganku" ucapnya lembut sekali, lalu Jade mencoba untuk berjalan lagi.
Tiba-tiba saja aku mendapatkan kilasan balik tentang Jade di dalam kepalaku. Rupanya karena Jade berasal dari kalangan masyarakat kelas bawah, ia menjadi pribadi yang tertutup dan malu. Di ingatanku tentang Arthur Westwood, ia juga sering ingin membantu Jade namun selalu ditolak juga meski sudah melakukan berbagai macam cara. Langsung saja aku berinisiatif untuk mengambil beberapa buku dari tangannya Jade tanpa memperdulikan protes darinya, dan berjalan di sampingnya menuju ke perpustakaan yang masih lumayan jauh tempatnya.
"Pak guru Arthur tolong jangan bantu aku, nanti akan ada banyak masalah yang terjadi. Aku bisa membawa buku ini sendirian, jadi tolong hiraukan saja diri ku ini" ucap Jade sekali lagi saat aku mengambil buku darinya. Wajahnya benar-benar khawatir, pupilnya sedikit mengecil karena memikirkan hal yang membuatnya sedih.
Aku sudah tahu akan hal seperti itu, tetapi aku tetap tidak peduli. "Kau tenang saja Jade, aku akan melindungi mu oke?" aku berkedip sambil terus berjalan. "Lagi pula aku tidak peduli dengan mereka semua, aku melakukan apapun yang ku mau dan tolong panggil aku Arthur saja oke?"
Jade tidak protes lagi jadi aku pun terus membawakan beberapa buku yang sangat tebal dan berat untuknya di bawa ke Perpustakaan. Sampai di sana aku juga membantu Jade untuk menyusun buku-buku tadi untuk ditaruh di rak buku, sesuai dengan kategori buku itu sendiri. Misal seperti buku yang ku pegang saat ini adalah buku tentang mantra sihir jadi aku pun menaruhnya ke rak buku tentang sihir, atau buku yang berisikan sejarah-sejarah maka akan diletakkan pada rak kategori sejarah.
Jade menyeka keringat di wajahnya yang tirus dan putih pucat, rambut hitam panjangnya yang terawat sangat cocok berpadu, wajahnya kini mulai bercahaya dan ceria dari sebelumnya. "Akhirnya selesai juga! Terimakasih pak guru Arthur, kalau tanpa bantuan anda, aku mungkin tidak akan menyelesaikan ini dengan cepat"
"Sama-sama nona Jade" ujarku sambil menutup buku yang aku baca dan mengembalikannya ke tempat semula. "Tapi tolong jangan panggil aku pak guru.... rasanya akan lebih nyaman jika kau panggil aku Arthur saja ya"
Ku terus perhatikan ekspresi wajahnya itu, kini mulai terlihat cahaya yang sangat indah. Jade mulai ceria dan terlihat kepercayaan dirinya mulai keluar meskipun itu karena ada aku disini.
"Baiklah kalau begitu aku akan memanggilmu Arthur mulai sekarang, jadi apakah kamu sudah siap untuk mendapatkan murid baru hari ini Arthur? Aku dengar-dengar ini adalah kesempatan terakhir mu menjadi pengajar di Akademi Bridestones. Apa kamu tidak takut kalau tidak mendapatkan satupun murid hari ini Arthur?" Jade bertanya dengan wajah yang jelas menunjukkan sedikit simpati dan khawatir pada diriku.
Mungkin ia mengingat betapa menyedihkannya Arthur di semester yang lalu, hanya mendapatkan satu murid dan bahkan mendapatkan masalah karena melakukan malpraktek pada muridnya itu sehingga Arthur harus membayar ganti rugi dan membuat reputasinya jatuh tangga ke dasar yang paling dasar.
Aku mencoba untuk tetap tegar, menunjukkan semangat pada Jade dengan wajah yang punya energi banyak. "Apa aku terlihat takut Jade?" aku memberikan senyuman kemenangan, ku lihat Jade tersenyum lalu memandang ke arah rok berwarna hijau tua yang ia kenakan pagi ini.
"Tetapi, Arthur harus punya setidaknya dua murid kan untuk tetap di sini? Apa Arthur perlu bantuan ku? Aku bisa menjadi salah satu murid mu?"
Aku tercengang dan terkejut, sebab tidak kusangka Jade malah menawarkan dirinya sendiri untuk menjadi murid ku. Apakah itu mungkin? Aku pun bertanya padanya apakah kemungkinan itu benar-benar bisa, dan Jade bilang itu bisa terjadi.
Dan jawaban dari Jade lebih membuatku tercengang, dia bilang itu bisa saja terjadi. Karena sebenarnya Jade juga ingin menjadi seorang yang menimba ilmu di tempat ini, namun karena kurangnya biaya dan tidak ada yang mau mengangkatnya sebagai murid, ia menghabiskan waktu untuk membantu di perpustakaan dan mencoba belajar dari sana seorang diri selama bertahun-tahun.
Aku berjalan mendekat ke arahnya, Jade sedikit ketakutan dan sepertinya mulai membayangkan hal-hal buruk akan segera terjadi. "Tenang saja, aku tidak berniat menyakitimu Jade" aku harus menjelaskan hal itu padanya sebelum Jade berpikir yang tidak-tidak dan semakin memperparah reputasi ku. "Kau mau jadi murid ku?"
Ku lihat Jade mengangguk pelan, namun sedikit kurang yakin dengan keputusannya. Aku tersenyum miring, mulai memikirkan hal hebat untuk membuatnya tercengang dan berpikir kalau aku bukanlah Arthur yang dulu.
Aku mulai menanyakan beberapa hal padanya seperti tentang sihir yang ia kuasai, apa yang ia sukai, ataupun hal-hal tidak penting sama sekali. Yang jelas aku hanya ingin kenal lebih dalam lagi dengan Jade dan ingin membantunya.
Jade mulai memberitahukan apa saja yang ia sukai. "Aku menguasai sihir api, beberapa hal yang ku sukai adalah makanan manis dan gula-gula. Aku juga anak kucing" Jade mulai kehilangan kendali dan menyebutkan banyak sekali hal yang ia sukai, sampai Ia menyadarinya Jade langsung tertunduk malu menutupi kedua wajah nya dengan jubah panjangnya.
Aku sedikit tertawa geli. "Itu bagus Jade! Tidak ada yang salah dengan itu semua" ucapku mencoba memberikan semangat, namun aku masih tertawa geli yang malah membuatnya semakin merasa malu.
"Arthur! Jangan menggodaku seperti itu"
"Oke-oke baiklah kita fokus saja, sekarang coba tunjukkan padaku bagaimana caranya kau mengeluarkan sebuah sihir. Dimulai dengan sihir tingkat dasar saja, aku ingin kau mengeluarkan sihir api dari tangan mu Jade" ucapku memberikan aba-aba yang jelas.
Jade agak ragu untuk sesaat, lalu dengan mengucapkan beberapa mantra sebuah bola api muncul begitu saja di telapak tangannya. "Seperti ini kan? Semua murid di sini juga bisa melakukan ini" ucapnya sedikit kecewa, namun semuanya belum usai dan bahkan baru saja dimulai.
"Apa kamu merapal mantra yang cukup panjang untuk memunculkan bola api itu?" tanyaku penuh selidik.
"Ya itu benar, mantranya adalah, 'Wahai api yang memberikan cahaya dan kehangatan, tunjukkan wujudmu pada diriku...Fire!' Seperti itulah" ucap Jade dengan santai.
Aku tersenyum. "Apa kamu tahu, kalau aku bisa mempersingkat mantra itu?"
Jade tidak yakin, namun ia penasaran.
Ku rapal mantra yang sama namun lebih ku persingkat lagi. "Fire!" Api mulai menari-nari di atas telapak tanganku, rasanya cukup panas namun tidak membahayakan tanganku anehnya. Ini pertama kalinya aku merapal mantra dan mengeluarkan sihir, rasanya sungguh asik.
Ku singkap tanganku dan api kembali menghilang. Jade langsung terperangah dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat barusan. "Bagaimana caranya? Kenapa bisa seperti itu?"
Aku belum selesai, dan masih ada satu trik yang akan ku perlihatkan padanya. "Lihat ini Jade" ucapku dengan senyuman percaya diri lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun, api mulai kembali menari-nari di atas telapak tanganku dan bahkan lebih terang dari yang sebelumnya.
"Sihir tanpa rapalan! Pak guru Arthur bagaimana caranya? Dan sejak kapan pak guru bisa melakukan itu?" Jade langsung kehilangan kendali, ia bahkan kembali memanggilku dengan embel-embel 'pak' sekali lagi.
Dan dari situ, aku berhasil menggaet satu hati untuk menjadi muridku. "Aku akan mengajarkannya padamu saat kau benar-benar menjadi muridku nanti Jade! Tidak hanya ini, aku akan membuatmu menjadi penyihir yang hebat karena aku tahu potensi yang kau miliki Jade! Soal bayaran, tenang saja aku akan memikirkannya untuk mu itu"
Jade hampir menangis, namun langsung saja ku hibur dia lagi. Dan sepertinya misi hari ini akan berjalan lancar, aku harus mencari beberapa murid lagi untuk ku gaet menjadi murid. Namun untuk sekarang, lebih memilih menghabiskan waktu bersama Jade di perpustakaan karena waktu pendaftaran masih cukup lama sebelum benar-benar nantinya akan banyak para pendaftar yang datang dari berbagai tempat dan berniat menimba ilmu di Akademi Sihir Bridestones yang sudah melegenda ini.
Ahhhh! Rasanya sudah tidak sabar diri ini.