Kopak bunga nan indah, kupu-kupu cantik mengibarkan sayap-sayap kecil mereka. Sedangkan burung berkicau merdu, bahkan cuaca pun mendukung aktivitas mereka; begitu cerah dan sejuk di pagi hari.
Seorang gadis dengan surai perak, kelopak matanya nampak indah. Sayup-sayup terdengar kicauan burung yang membuat suasana hatinya gembira. Hal ini bagaikan sambutan di pagi harinya, seakan hewan-hewan telah menyambut kehadiran gadis itu.
Lamunannya telah buyar ketika seseorang menepuk pundaknya begitu lembut. "Charlotte, jangan melupakan tugasmu." Camellia, Sang Ibu yang kembali menyadarkannya.
"Iya, Ibu. Aku tidak akan lupa." Charlotte tersenyum, kemudian ia melangkah berbalik menuju rumah tua yang telah lama mereka singgahi. Namun, kayu itu tetap kokoh meski umurnya sudah cukup tua.
Charlotte mengambil jubah hitamnya. Jubah yang selalu ia pakai ketika hendak berburu atau mencari bahan-bahan makanan.
"Tetaplah waspada di sekitarmu. Jangan sampai serigala mengoyak-oyak tubuh cantikmu ini," peringat Camellia. Tangannya meraih punggung kecil Charlotte dan mengelusnya begitu lembut. Di tangannya sudah terdapat keranjang yang biasa Charlotte bawa untuk pergi mencari bahan.
"Tenang saja, Ibu. Jagalah dirimu di rumah, aku akan segera kembali dalam beberapa jam."
Camellia mengangguk. "Ibu sudah menyiapkan beberapa makanan dan susu di dalam sana, tolong makanlah."
Lagi-lagi Charlotte tersenyum atas perhatian yang selalu Sang Ibu berikan kepada dirinya. Hati Charlotte perlahan mulai menghangat, berharap ia akan tetap hidup dengan sosok ibu di sampingnya.
"Aku tidak akan pernah melupakan makanan itu, Bu. Ibu tahu jelas bahwa aku sangat mencintai makan-makanan yang Ibu buatkan untukku," Charlotte mencoba merayu, Sang Ibu tertawa kecil mendengarnya.
Setelah berpamitan, Charlotte pun melangkah pergi menjauh dari rumah tua serta Camellia yang tersenyum ke arahnya sembari melambaikan tangan yang sudah keriput termakan umur.
Kediaman Charlotte dan Camellia berada di daerah terpencil. Tak banyak orang yang singgah di tempat ini, padahal jika boleh jujur, tempat tinggal mereka cukup indah dan banyak pasok makanan. Tumbuhan herbal bertebaran di mana-mana, bahkan bunga yang bermekar indah itu bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam hal. Tetapi, Charlotte cukup senang karena tak banyak orang yang berlalu lalang dan cukup hening dan damai tanpa ada yang mengganggu. Charlotte dan Camellia menyukai kesunyian.
Selama ini, mereka aman tanpa ada satu pun hewan buas yang mampir ke kediaman mereka. Charlotte dan Camellia bersyukur akan hal itu.
Akan tetapi, entah mengapa di tengah perjalanan, Charlotte merasa tidak tenang, seakan ada yang menghalanginya untuk pergi saat ini. Perasaan tidak enak itu, berusaha Charlotte musnahkan dalam benaknya dan tetap melanjutkan perjalanan mencari pasok makanan serta tumbuhan herbal.
Beberapa menit telah berlalu, Charlotte memutuskan untuk beristirahat sejenak di tepian sungai yang terdapat pohon bekas tebangan dan berniat memakan bekal yang sempat dibuat oleh Sang Ibu. Charlotte membuka kotak bekal berbahan kayu itu yang didesain dengan berbagai macam bentuk bunga Lilium. Di dalamnya terdapat sandwich berisi sayur-sayuran dan beberapa buah segar di sana, serta satu botol air susu di dalam keranjang.
Baru ingin membuka botol transparan itu, tiba-tiba tangannya tergelincir yang membuat susu itu terjatuh dengan isiannya tumpah membasahi tanah kering. Sebelum tumpah lebih banyak lagi, Charlotte meraihnya dengan cepat, membersihkan penhujung botol itu dengan jubah hitamnya.
Perasaannya begitu tidak tenang, seakan diberi petunjuk akan suatu hal. Ingin sekali pulang berbalik untuk melihat keadaan Camellia, tetapi ia sama sekali belum mendapatkan bahan-bahan yang ia mau.
Charlotte menghela nafas panjang sebelum akhirnya melanjutkan untuk meminum susu itu yang sudah bersih dari tanah.
Dengan sigap Charlotte memakan beberapa potong sandwich untuk mempercepat waktu agar ia bisa pulang lebih cepat dari sebelumnya.
ğ”’šğ”’šğ”’š
Keranjang yang Charlotte bawa sudah dipenuhi oleh pasok makanan serta tumbuhan herbal yang dipetik olehnya. Hari sudah berganti siang, bahkan hampir menjelang sore hari. Charlotte hampir saja sampai di kediaman yang ia tempati bersama Camellia.
Namun, hanya beberapa jarak hingga ia sampai, terdapat bercak aneh, bahkan noda merah yang hampir mirip darah. Charlotte mengernyit heran, dari mana asal bercak aneh itu. Semakin mendekat, Charlotte melihat beberapa bunga yang mereka tanam telah hancur seakan ada yang mengoyaknya.
Jantung Charlotte berdetak lebih cepat dari sebelumnya, tatapannya gelap, dalam benaknya sudah berpikir buruk akan hal yang terjadi kepada Camellia. Kemudian, Charlotte pun berlari menuju rumah tua mereka.
Betapa terkejutnya Charlotte ketika melihat penampakan rumahnya sekarang. Begitu hancur berantakan, serpihan kaca pecah berserakan, pot bunga Lilium Longiflorum miliknya telah terjatuh ke tanah.
"Ah, aku menunggu kedatanganmu, Bunny." Hingga suara berat seseorang menyadarkan keterpurukannya. Dengan sigap, Charlotte berbalik melihat dalang dari semua ini.
Pemuda bertubuh jangkung, surai hitam mengkilat, iris merahnya yang bersinar terang di bawah terik matahari, pahatan wajahnya begitu sempurna seakan menutupi sifat buruk dari sang pria.
"Kamu yang melakukan ini semua? Apa tujuanmu yang sebenarnya, Tuan?" Charlotte bertanya dengan nada begitu dingin, matanya seakan ingin membunuh sang pria detik itu juga.
"Singkat saja. Aku menginginkanmu, Charlotte." Pernyataan itu sontak membuat Charlotte terkejut. "aku menginginkanmu untuk berada di sisiku," pria itu melanjutkan kalimatnya yang terpotong.
"Kamu gila? Bahkan aku tidak mengenalimu sekalipun!" Charlotte membentaknya.
Pria itu terkekeh, "Leviathan Stephard. Mustahil kamu tidak mengenali nama itu."
Charlotte membulatkan matanya terkejut. Sudah gila, bagaimana bisa pria di depannya ini mencari sosok dirinya? Apa maksud tersembunyi yang dimiliki pria itu.
"Jadi ... Charlotte, ikutlah denganku atau ibumu yang akan aku bunuh di depan matamu sendiri." Leviathan mendekat, berbisik tepat di telinga Charlotte membuat dirinya merinding seketika.