DOR! DOR! DOR!
Aku terbangun ketika mendengar suara tembakan. Rasa nyeri serta sakit dengan cepat menyerang kepalaku.
Sial! Rasa sakit apa ini?!
Dengan cepat aku meraih sesuatu dari atas nakas. Mencari air putih yang biasanya kusiapkan sebelum tidur. Suara benda berjatuhan terdengar. Lalu disusul suara suatu pecahan kaca atau keramik.
Sial! Sepertinya aku menjatuhkan vas!
Dengan sedikit memaksa aku membuka mata. Dalam kunang-kunang dan rasa mual akibat pandangan yang berputar, aku melihat sebuah pecahan vas keramik berwarna coklat.
Tunggu, aku rasa tidak pernah mempunyai vas seperti ini.
Tanganku terulur meraih pecahan vas. Aku merasakan teksturnya. Bagian yang pecah menjadi tajam. Serta bagian luar begitu mengkilap bagai vas mahal.
Masih sibuk dengan kebingunganku, aku mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa mendekat. Lalu tak lama pintu kamarku dibuka. Seorang wanita tua dan seorang pria dengan setelan jas menatapku dengan aneh.
"Siapa kalian?"
Aku menatap mereka dengan sinis. Bagaimana bisa orang asing memasuki apartemenku.
Tunggu, apartemen?
Aku dengan cepat memeriksa sekitar dan mendapati bahwa ini bukan apartemenku.
Dimana aku?
Kamar yang luas, lampu dengan bohlam yang berkilauan silau, dan juga aku baru menyadari bahwa kasur yang kutempati sangat lebar dan empuk.
"DIMANA AKU?!" Aku berteriak nyaring. Dua orang yang masih terpaku di depan pintu akhirnya terperanjat. Dengan buru-buru mereka mendekat. Sementara aku semakin mundur hingga menyentuh kepala kasur.
"Tenang tuan muda, anda aman sekarang," ucap si pria.
"Iya tuan muda, anda sekarang sudah berada di rumah," kali si wanita menambahi.
Tuan muda? Kekonyolan macam apa itu?
Aku masih diam dan bersikap siaga. Kemungkinan yang paling logis saat ini yang dapat kupikirkan hanyalah aku seorang korban penculikan.
"Bagaimana ini Ma?" Tanya si pria ke wanita.
"Aku juga tidak tahu Tom." Ia menggeleng pasrah. Si pria yang dipanggil Tom sepertinya berfikir keras. Urat-urat yang ada di kepalanya terlihat.
"Bagaimana jika kita panggil dokter terlebih dahulu?" Ucap Tom yang dengan segera di setujuhi oleh si wanita.
"Pergilah aku akan menjaga tuan muda." Ucap si wanita tua.
Setelah mengangguk singkat, Tom beranjak keluar sementara si wanita tetap disini.
Aku ingin berdiri dan menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri. Tetapi baru aku ingin berdiri, rasa sakit tadi kembali menyerang. Kali ini lebih intens seolah ribuan pisau meluncur kearah kepalaku.
Aku mengerang. Gigiku bergemelatuk. Bulir keringat memenuhi dahi dan leherku.
Ini rasa sakit kepala terhebat sepanjang hidupku, sial!
Si wanita berseru panik. Ia menghampiriku dan menghujamkan seribu pertanyaan dengan nada khawatir.
Aku menepis tangannya yang mendekat. Ia masih kekeh untuk memeriksa keadaan ku.
"Bertahanlah tuan muda, sebentar lagi Tom akan kembali." Ia duduk dengan gusar. Lalu berdiri dan mengomel.
"Kenapa anak itu lama sekali?!"
Tapi tak lama kemudian Tom datang dengan seorang pria dewasa yang wajahnya dipenuhi oleh brewok.
"Cepat dokter! Periksa tuan kami!" Ucap si wanita tua segera menarik si dokter mendekat.
Setelah berdiri di depanku, dokter tersebut mengeluarkan buku dengan sampul berwarna hijau. Ia membalik-balikkan halaman hingga setelah ia menemukan apa yang ia cari, ia memerintah Tom untuk memaksaku tidur.
Dikarenakan aku sudah tak mampu menahan rasa sakit ini, aku hanya diam saja ketika Tom membaringkanku.
"Dewi Sheylilia yang agung dan kekal, berkahilah tubuh yang malang dengan cahaya kebajikanmu. Buatlah ia yang kotor menjadi bersih, yang jahat menjadi baik, dan yang sakit menjadi sembuh." Ucap dokter dengan mata tertutup.
Seketika cahaya hijau kemilau keluar dari telapak tangannya. Memberi rasa hangat dan nyaman kepadaku. Dengan pelan, rasa sakit berangsur-angsur hilang.
Apa itu? Semacam sihir?
Setelah rasa sakitku hilang, cahaya hijau mulai menghilang. Aku mencoba membuka mata dan kali ini aku dapat dengan jelas menatap si dokter yang tengah tersenyum lega.
"Sudah merasa baikan?" Tanyanya.
Sebagai jawaban aku mengangguk. "Terimakasih." Ucapku lemah.
Si dokter hanya tersenyum lalu dengan pelan ia menarik salah satu kursi dan meletakkannya di dekat ku.
"Tom bilang, kau tidak mengenali Jade dan Tom saat siuman, apa itu benar?" Tanyanya serius.
Meski bingung aku memutuskan untuk mengangguk.
"Jika begitu sepertinya untuk saat ini kau bisa di diagnosis Amnesia."
Aku mengangkat satu alis. Amnesia?
"Butuh waktu untuk mendapatkan ingatanmu kembali." Ucapnya.
"Tapi aku merasa tidak lupa ingatan, aku masih mengingat namaku."
"Oh ya? Siapa namamu?"
"Aku Re..." Ucapanku terhenti.
Tunggu, siapa aku?
Aku berfikir keras, lalu rasa sakit muncul kembali. Untung saja dengan cepat si dokter menahanku dan menyuruhku istirahat. Ia mengajak si wanita tua dan Tom untuk keluar dan memberikan waktu istirahat.
Setelah mereka keluar, sayup-sayup aku mendengar suara obrolan mereka. Tidak begitu jelas apa yang mereka bicarakan tapi aku tahu itu menyangkut diriku.
Aku menatap kearah langit-langit kamar. Sibuk memikirkan apa yang tengah terjadi. Tadi ketika aku baru bangun aku merasa tahu siapa diriku. Yang pasti bukanlah sesuatu yang disebut tuan muda itu.
Lalu, jika begitu siapa aku?