**Kembali ke medan perang, setelah Naga Kerangka dihancurkan**
Flare dan Seraphine berdiri di tengah reruntuhan medan perang, napas mereka masih terengah-engah. Sisa-sisa Skeleton Dragon yang hancur berserakan di sekitar mereka, tetapi inti yang telah dihancurkan Flare mulai menghilang dalam kilauan cahaya yang aneh. Seraphine mengamati sekeliling dengan hati-hati, menunggu tanda bahwa pertempuran benar-benar berakhir.
Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Dari puing-puing tulang naga itu, cahaya ungu mulai berputar, berputar di udara seperti tornado mini. Seraphine segera mengangkat tangannya, siap menyerang lagi, tetapi sesuatu yang tak terduga terjadi.
Dari cahaya itu, seorang gadis muncul. Dia tampak seperti manusia tetapi dengan aura magis yang kuat, jelas bukan orang biasa. Rambutnya pendek dan berwarna ungu, dan matanya biru cerah seperti lautan dalam. Kulitnya pucat, dan pakaiannya menyerupai sisa-sisa baju besi Skeleton Dragon, tetapi dalam bentuk yang lebih ramping dan lebih halus.
Flare mengerutkan kening, lalu mundur selangkah. "Apa ini? Apakah Naga Kerangka itu berubah bentuk?"
Seraphine juga tampak bingung, tetapi ia menurunkan sihirnya sejenak untuk melihat lebih jelas. Gadis itu berdiri di hadapan mereka, menatap Flare dengan mata yang bersinar dan lembut.
Sebelum Flare bisa mengatakan apa pun, gadis itu tiba-tiba berlari ke arahnya—dan memeluknya erat.
"Papa!" suara gadis itu lembut namun penuh dengan kegembiraan.
Flare membeku, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia melirik Seraphine, yang juga sama bingungnya. "Papa?"
Seraphine melangkah maju dengan hati-hati. "Apa yang terjadi di sini? Siapa dia?"
Gadis itu terus memeluk Flare erat-erat, wajahnya tersenyum polos seolah-olah dia baru saja bertemu kembali dengan seseorang yang dia rindukan. "Papa, kau menghancurkan inti diriku dan menyelamatkanku. Terima kasih!"
Flare merasakan tubuhnya menegang, tidak yakin bagaimana harus menjawab. "Aku... aku bukan ayahmu," katanya ragu-ragu.
Namun gadis itu hanya terkekeh pelan, suaranya ceria. "Tentu saja, kau ayahku! Kau memberiku kehidupan baru. Aku dulunya adalah Naga Kerangka, tetapi sekarang aku terlahir kembali dalam bentuk ini."
Seraphine tampak lebih waspada. "Naga Kerangka berubah menjadi seorang gadis... Sihir macam apa ini?" gumamnya, masih bersiap untuk bertarung jika perlu.
Flare menatap gadis itu lagi dan kemudian bertanya pelan, "Kau... Naga Kerangka? Bagaimana kau bisa berubah ke bentuk ini?"
Gadis itu melepaskan pelukannya, tersenyum lembut pada Flare. "Ketika inti diriku hancur, energi magis dalam diriku terbentuk kembali, tetapi dalam bentuk yang lebih harmonis. Aku menjadi makhluk yang lebih... sempurna. Dan karena kau menghancurkan inti diriku, aku merasa terhubung denganmu. Itulah sebabnya aku memanggilmu Papa."
Seraphine menggelengkan kepalanya, mencoba memahami situasinya. "Flare, ini mungkin tipuan lainnya. Kita harus berhati-hati."
Namun, gadis naga itu tampaknya tidak memiliki niat jahat. Dia hanya berdiri di sana, menatap Flare dengan mata penuh cinta dan harapan.
"Namaku sekarang... hmm, kau boleh memanggilku Drana," katanya riang. "Aku akan tinggal bersamamu mulai sekarang, Papa."
Flare masih belum bisa mencerna semua ini. Dari pertarungan sengit melawan seekor naga raksasa, kini tiba-tiba muncul seorang gadis yang mengaku sebagai putri sang naga, memanggilnya Papa. Ia menatap Seraphine, berharap mendapat penjelasan yang lebih masuk akal, tetapi Seraphine hanya mengangkat bahu, tidak tahu harus berkata apa.
Flare tetap berdiri, wajahnya menunjukkan kebingungannya. Dari semua yang telah dialaminya sejauh ini—melawan naga raksasa, menghadapi sosok bertopeng misterius, dan sekarang seorang gadis yang menyebut dirinya Drana, yang lahir dari Naga Kerangka—semuanya terasa mustahil untuk dipahami.
Flare menggelengkan kepalanya, seolah berusaha membangunkan dirinya dari mimpi aneh. Namun, saat menatap mata biru cerah gadis naga itu, yang masih menatapnya dengan kekaguman dan harapan, dia tahu bahwa apa yang terjadi bukanlah ilusi.
"Seraphine," katanya lembut, suaranya dipenuhi keraguan, "Bagaimana kau tahu namaku?"
Seraphine, yang telah memperhatikan semuanya dengan kewaspadaan yang sama, menatap Flare sejenak sebelum mendesah. Sepertinya pertanyaan itu telah menunggu untuk ditanyakan sejak lama. Dia menundukkan kepalanya sebentar, lalu akhirnya menatap Flare, matanya mencerminkan kelelahan yang mendalam.
"Aku sudah mendengar namamu jauh sebelum kita bertemu," jawab Seraphine. "Aku tahu tentangmu dari... sumber yang tidak akan kau duga."
Flare mengangkat sebelah alisnya. "Apa maksudmu dengan sumber? Apakah kau sudah memata-mataiku selama ini?"
Seraphine tersenyum tipis, meskipun tidak ada humor di dalamnya. "Bukan seperti itu. Kau mungkin tidak tahu, tapi dunia ini... berada di ambang kehancuran yang lebih besar dari yang pernah kau bayangkan. Aku tahu karena aku melihatnya dari dekat—dan lebih buruk lagi, aku pernah menjadi bagian dari kekuatan yang hampir menghancurkan segalanya."
Flare mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"
Seraphine menatap langit yang mulai gelap, seakan mengingat masa lalu yang suram. "Aku bukan manusia biasa, Flare. Aku... dulunya adalah dewa."
Kalimat itu membuat Flare tercengang. "Dewa?"
Seraphine mengangguk pelan. "Aku adalah salah satu dari mereka yang menguasai segalanya, mengawasi dunia ini dari tempat yang jauh. Aku diberkahi dengan kekuatan tak terbatas, mampu mengendalikan waktu, kehidupan, dan kematian. Namun seperti semua kekuatan besar, itu semua harus dibayar dengan harga yang mahal."
Mata Seraphine berbinar dengan kesedihan yang mendalam. "Aku dikhianati oleh kaumku sendiri. Mereka yang bersamaku, para dewa lainnya, melihatku sebagai ancaman. Mereka takut akan kekuatan yang kumiliki dan keputusan yang kuambil untuk melindungi dunia ini dari kehancuran. Jadi, mereka memutuskan untuk menjatuhkanku."
Flare tetap diam, merasa simpati tetapi juga penasaran. "Jadi, kamu... digulingkan oleh dewa-dewa lain?"
Seraphine mengangguk. "Mereka mengkhianatiku. Mereka melucuti keilahianku dan melemparkanku ke dunia fana ini, meninggalkanku tanpa kekuatan penuhku. Namun, sebagian kecil dari kekuatan itu masih ada di dalam diriku—itulah sebabnya aku masih bisa menggunakan mantra ilahi seperti *Chronos Dominion* yang kau lihat sebelumnya. Meski begitu, aku tidak lagi abadi dan rentan, sama seperti kalian manusia."
Flare menggelengkan kepalanya, mencoba memahami apa yang baru saja didengarnya. "Itu menjelaskan banyak hal... tapi mengapa kau peduli padaku? Mengapa kau membantuku dalam pertempuran ini?"
Seraphine menatapnya, ekspresinya semakin serius. "Karena aku tahu kaulah kunci untuk mengubah masa depan dunia ini. Aku pernah melihatnya dalam penglihatan masa depan—Flare, kau memiliki kekuatan besar yang bahkan belum sepenuhnya kau sadari. Kau memiliki ketahanan yang luar biasa, kekuatan yang tidak dimiliki siapa pun di dunia ini, bahkan makhluk seperti naga atau avatar mereka. Dan itu membuatmu menjadi target kekuatan gelap yang ingin menghancurkan segalanya."
Flare menelan ludah, merasakan beban berat di pundaknya. "Aku tidak tahu apa pun tentang kekuatan atau masa depan yang kau bicarakan. Aku hanya seorang pria yang mencoba bertahan hidup."
Seraphine menggelengkan kepalanya. "Tidak, Flare. Kau lebih dari itu. Kekuatan yang kau miliki adalah sesuatu yang luar biasa. Kau mampu menahan serangan yang dapat memusnahkan pasukan, bahkan melawan naga yang paling kuat sekalipun. Dan itulah mengapa kekuatan gelap, seperti sosok bertopeng badut yang kita temui, ingin menghentikanmu sebelum kau menyadari potensi penuhmu."
Flare merasa dadanya sesak dengan semua informasi ini. "Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang? Jika mereka semua mengejarku, bagaimana aku bisa bertahan hidup?"
Seraphine tersenyum tipis lagi, meskipun kali ini ada secercah harapan di dalamnya. "Aku di sini untuk membantumu, Flare. Dan bukan hanya aku—ada kekuatan lain di luar sana yang mungkin berpihak pada kita. Tapi kau harus siap. Perjalanan ini baru saja dimulai, dan ancaman yang kita hadapi lebih besar dari apa pun yang pernah kau bayangkan."
Flare terdiam sejenak, menatap Seraphine yang penuh misteri dan kekuatan. Ia punya banyak pertanyaan, tetapi pertanyaan yang paling mendesak masih ada di benaknya.
"Bagaimana kau bisa begitu yakin tentang semua ini?" Flare akhirnya bertanya. "Apa yang membuatmu percaya bahwa akulah kunci untuk menyelamatkan dunia?"
Seraphine menatapnya dengan saksama, suaranya rendah tetapi penuh keyakinan. "Karena aku telah melihatnya dalam setiap penglihatan yang diberikan oleh kekuatan kuno yang masih ada di dunia ini. Setiap kemungkinan masa depan yang telah kupelajari selalu menunjukkan bahwa kau, Flare, akan menjadi orang yang memutuskan antara kehancuran dan penyelamatan dunia ini. Itulah takdirmu."
Kepala Flare berputar, tetapi di balik semua kekhawatiran dan kebingungannya, dia bisa merasakan bahwa Seraphine tidak berbohong. Sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang melibatkan lebih dari sekadar pertempuran melawan monster dan makhluk gelap.
Kini, berdiri di hadapannya adalah seorang gadis naga bernama Drana, yang memanggilnya "Papa," dan seorang dewa yang dikhianati bernama Seraphine, yang percaya bahwa dirinya adalah harapan terakhir bagi dunia.