Bab 11: Kemajuan
Minggu demi minggu, Kalaman terus memenangkan pertandingan. Banyak orang mulai tertarik bergabung dengan Kartara dan ingin berlatih di bawah bimbingannya. Dalam kurun waktu enam bulan, Kalaman semakin dikenal di Desa Tanjala. Pada malam itu, diadakan pesta meriah untuk merayakan hari jadi desa. Suasana pesta sangat hidup, dengan lampu-lampu berkelap-kelip yang digantung di sepanjang jalan dan di atas panggung utama. Musik tradisional bergema dari alat musik yang dimainkan oleh para penghibur, sementara nyanyian dan tawa riuh penduduk desa memenuhi udara.
Tenda besar yang dipasang di tengah desa dipenuhi oleh warga yang berpakaian cerah dan berwarna-warni. Meja-meja panjang diatur dengan berbagai hidangan lezat, mulai dari daging panggang, hidangan sayur, hingga kue-kue tradisional. Minuman keras mengalir deras, dan banyak orang tampak mabuk berat, bersulang dan berbicara keras. Anak-anak berlari-lari sambil bermain, dan beberapa orang dewasa tampak berusaha keras untuk menari mengikuti irama musik yang cepat.
Kalaman dan Pak Rudi duduk di sudut yang agak sepi, terpisah dari hiruk-pikuk pesta. Sementara keramaian di sekitar mereka terus berlanjut, suasana di sudut itu terasa lebih tenang, dengan hanya bunyi musik yang samar-samar terdengar dari kejauhan. Kalaman dan Pak Rudi menikmati suasana malam yang lebih tenang sambil berbicara.
Pak Rudi: "Kalaman, sudah enam bulan sejak kau datang ke desa ini. Desa kita jarang sekali kedatangan orang baru sepertimu, apalagi yang langsung terkenal. Aku tak bisa tidak memperhatikan bagaimana kau telah merebut hati penduduk desa."
Kalaman: (tersenyum tipis, matanya menyapu kerumunan) "Terima kasih, Pak. Desa ini memang sangat menarik bagi saya, terutama suasana malam seperti ini."
Pak Rudi: "Aku juga memperhatikan bagaimana kelompok Kartara semakin berkembang pesat. Banyak yang ingin bergabung dan berlatih di bawah bimbinganmu. Kesibukanmu pasti semakin padat dengan semua latihan dan pengelolaan anggota."
Kalaman: "Memang benar, Pak. Semakin banyak anggota berarti semakin banyak waktu yang harus saya luangkan untuk melatih dan memantau mereka. Namun, saya merasa puas melihat kemajuan mereka."
Pak Rudi: (tersenyum sambil merenung) "Ngomong-ngomong aku jadi penasaran. Dari mana asalmu, Kalaman? Apakah kau memiliki keluarga di sini?"
Kalaman: (mengangkat alis) "Saya berasal dari tempat yang jauh. Keluarga saya... saya tidak banyak berbicara tentang mereka. Tapi kenapa Pak Rudi menanyakan itu?"
Pak Rudi: "Aku hanya penasaran."
Kalaman: "Kalau Pak Rudi sendiri apakah asli dari desa Tanjala?"
Pak Rudi: "Iya benar, aku berasal dari desa ini. Ayahku dulu juga kepala desa Tanjala, dan aku meneruskan posisinya. Keluarga ku sudah lama tiada. Aku awalnya hidup bersama istriku, tetapi kami tidak dikaruniai anak. Istriku meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, dan sejak itu, aku hidup sendirian sebagai kepala desa."
Kalaman: "Itu pasti sangat berat, Pak. Meneruskan tanggung jawab seperti itu sendirian. Bagaimana Pak Rudi bisa menghadapinya?"
Bab 12: Kenangan
Pak Rudi: "Kehidupan memang tidak selalu mudah, tetapi aku berusaha menjalankannya sebaik mungkin. Terkadang, berbicara dengan orang baru seperti dirimu bisa sedikit menghibur. Terlebih lagi, aku melihat banyak kesamaan antara dirimu dan seseorang yang kukenal dulu."
Kalaman: (penasaran) "Siapa yang dimaksud, Pak Rudi?"
Pak Rudi: (menghela napas) "Namanya Aji. Kau mengingatkanku padanya. Aji adalah seorang pemuda berbakat, seorang pengrajin yang sangat dihormati di desa ini. Dia punya tangan emas, seperti kau dalam bertarung. Tapi sayang, dia dituduh melakukan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan, dan akhirnya diusir dari desa ini."
Kalaman: (mencoba terdengar penasaran) "Apa yang terjadi padanya?"
Pak Rudi: "Desa ini menuduhnya menjual kayu Merbalu mentah ke desa lain, padahal itu tidak benar. Mereka yang iri padanya memanfaatkan situasi itu untuk menyingkirkan dia. Aku masih ingat, dia pergi dengan penuh rasa sakit di hatinya. Sejak itu, kami tak pernah mendengar kabarnya lagi."
Kalaman: (menyipitkan mata, berpikir sejenak) "Siapa yang pertama kali melaporkan Aji? Siapa yang memberikan bukti tersebut?"
Pak Rudi: "Danu, Sardam, dan Bedu. Mereka yang melaporkan Aji dan memberikan bukti-bukti kepada kami. Aku tidak tahu banyak detail tentang bukti tersebut. Hanya saja, mereka mengatakan bahwa Aji telah menjual kayu Merbalu secara ilegal, dan kami tidak memiliki alasan untuk meragukan laporan mereka saat itu. Akhirnya, para warga membakar rumah Aji beserta istri dan anaknya di dalam rumah itu."
Kalaman: (dengan nada tegas dan mendesak) "Pak Rudi, sebaiknya Pak Rudi segera meninggalkan desa ini."
Pak Rudi: (terkejut dan bingung) "Mengapa begitu? Apa yang terjadi, Kalaman? Kenapa tiba-tiba ada ancaman seperti ini?"
Kalaman: "Saya tidak bisa menjelaskannya."
Kalaman berdiri dan mulai pergi, meninggalkan Pak Rudi dengan ekspresi bingung dan cemas. Pak Rudi merasa ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini dan khawatir akan keselamatannya dan desa.
Pak Rudi: (memanggil Kalaman) "Tunggu, Kalaman! Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?"
Kalaman berjalan menjauh tanpa menoleh sedikit pun. Pak Rudi hanya bisa menatap kepergian Kalaman dengan perasaan campur aduk, merasa khawatir dan bingung tetapi juga merasakan dorongan untuk memikirkan nasihat tersebut.
Bersambung....
Nantikan lanjutan ceritanya yaa. Update setiap hari Jum'at.