"Andai saja hidup itu bisa mudah."
Ucap seorang pemuda dengan nada putus asa.
Pemuda itu melihat kearah sekitarnya dan hasilnya tidak seorang pun yang terlihat, hanya dirinya sendirian.
Malam terasa sunyi dengan suara bising hewan-hewan kecil termasuk germelap lampu jalan.
Dirinya terus memandangi sebuah ruang tidak terhitung berisi sumber sinar yang tidak terbatas. Sebuah bintang, sebuah pemikiran.
Dirinya berpikir bahwa itu bisa diartikan mirip namun berbeda.
Dia menggelengkan kepala, menyatakan bahwa dirinya bukan filsuf atau pemikir hebat.
Dia hanya mengiplementasikan dari hasil pikirannya.
Itu sunyi bagi pemuda itu, apalagi dirinya berada di kota Tokyo, Jepang.
Salah satu kota besar yang banyak dikunjungi banyak orang untuk perjalanan wisata. Baginya para turis datang ke kota tempat tinggal hanya untuk jalan-jalan karena kota menyediakan sebuah layanan memanjakan hati mereka.
Masyarakat setempat sibuk dalam dunia mereka sendiri dan masalah mereka sendiri.
Itu bukan hal unik bagi kehidupan mereka, sepanjang waktu dimana hanya sebuah kegiatan terus-menerus dilakukan untuk memompa sebuah mesin berjalan.
Itu benar… kami adalah gigi roda dari sebuah mesin.
Seorang tidak peduli apakah mesin itu akan berjalan dengan baik atau tidak. Mereka akan mengganti dengan baru jika itu rusak.
Mereka terus menjaga kesehatan, menjaga mental mereka untuk tetap stabil. Masih banyak yang harus mereka penuhi sebelum mati hingga mereka hampir melupakan apa tujuan mereka untuk hidup.
Kehidupan adalah salah satu hal bias.
Terus berulang-ulang dan terus menghasilkan hal tidak mereka prediksi.
Itu membuat kita semua sedikit sadar bahwa rutinitas mereka perlahan akan membuatmu tenggelam.
Hal tidak rasional sering terjadi dalam lingkup masyarakat. Seorang terhormat akan memiliki tanggung jawab sangat besar dibandingkan dengan orang hina.
Bukankah itu hal rasional yang seharusnya terjadi.
Menurutnya, tidak.
Baginya itu bukan hal seserhana yang harus diperhitungkan dengan mudah.
Itu sangat mengganggu karena secara tidak langsung menyiratkan bahwa kehidupan pada awalnya tidak adil.
Semua orang berusaha untuk terbaik dalam diri mereka.
Karena kita tidak tahu bagaimana kita menjadi seperti apa.
Suara 'bip' terdengar beberapa kali.
Latar tempat terang, penuh beraneka-ragam barang-barang terpajang di setiap rak yang memiliki kategori mereka masing-masing.
Tidak lupa, suara musik khas yang terdengar untuk mengisi latar tempat tersebut.
Seorang pemuda sedang berdiri di depan kasir, menunggu penjaga kasir mengecek harga satu-persatu barang.
Itu tidak terlalu lama untuk sebagian banyak orang-orang yang tidak keberatan untuk menunggu. Bagi Subaru, itu terasa waktu sedikit berjalan lama.
Tidak sampai lima menit, petugas tersebut selesai melakukan tugasnya dan mengonfirmasi total keseluruhan.
"Total sebesar 346 yen."
"Uhm ya… tunggu sebentar."
Pemuda itu tersadar dari lamunan. Dia sempat memikirkan tentang bagaimana dan mengapa dalam setiap hidupnya.
Remaja laki-laki biasa-biasa saja melihat petugas tersebut sedang memasang ekspresi masam kepada dirinya.
'Mungkin dia kesal dengan pekerjaanya atau diriku..' pikir pemuda itu dengan ragu.
Itu kemungkinan tidak mendasar bahwa dia tidak disukai oleh orang yang tidak ia kenal. Itu sungguh konyol.
Tanpa banyak basa-basi, dia meronggoh saku untuk mengambil dompet. Kemudian menyerahkan uang tersebut kepadanya.
Petugas itu mengambil dengan tanpa antusias. Petugas kasir sedang memasukkan barang belanjaan ke kantong plastik belanja dan memberikan kepada kostumer.
"Terima kasih telah belanja disini."
Petugas itu membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai gaya formalitas khas orang Jepang menunjukkan sebuah penghormatan.
Meski petugas itu melakukkan dengan sesikit lesu karena pekerjaannya.
"Anu…"
"Ada apa pelanggan terhormat?"
"Uhm… ini mungkin terasa sedikit canggung untuk mengatakanya. Apakah tuan sedang baik-baik saja atau mungkin… ya, kau tahu, jenuh bekerja disini?" tanya Pemuda itu dengan perasaan sangat canggung.
Rasa canggung dialami pemuda itu terasa oleh petugas Toserba.
"Mungkin kau tidak perlu menanyakan itu kepada siapapun karena itu mengganggu tapi… terima kasih atas perhatianmu. Jarang sekali seseorang sepertimu perhatian kepada orang lain, kebanyakan orang cuek dengan banyak hal," kata petugas itu dengan sedikit lelah namun sedikit mengapresiasi atas perhatian remaja tersebut.
"Sama-sama… Namaku Natsuki Subaru, salam kenal."
"Begitu ya, kalau begitu panggil saja aku Hashimoto."
Percakapan mereka terasa sangat canggung. Mereka sudah sering bertemu semenjak Subaru sering datang ke toserba ini di setiap malam.
Mereka hanya berpapasan dengan tidak peduli satu sama lain. Namun, untuk saat ini Natsuki Subaru ingin sekali melakukan sebuah kemajuan.
"Kalau begitu aku akan pulang, Hashimoto-san. Sepertinya sudah malam sekali, Semoga kita bertemu kembali di malam selanjutnya."
"Oh umh, semoga berjumpa kembali, Natsuki-san."
Subaru melambaikan tangan kepada kenalan barunya dengan perasaan canggung, begitupula dengan lawan bicara Subaru.
Subaru sedikit tersenyum terhadap perkembangan pada dirinya meski sedikit.
Pemuda itu adalah Natsuki Subaru.
Dia adalah seorang remaja laki biasa-biasa saja yang menginjak usia 17 tahun. Dia mengenakan pakaian sehari-hari yaitu pakaian olahraga serba panjang dengan perpaduan warna hitam, orange dan putih.
Dia memiliki ciri khas berupa rambut hitam agak panjang dengan poni disisir ke belakang. Mata tajam merupakan mata sanpaku berwarna hitam yang terkesan tajam dan jahat di mata orang lain.
Subaru memegang kantong belanja dengan tangan kanan dan berjalan menuju keluar.
Sepertinya perkiaraan Subaru itu benar. Langit menunjukkan bahwa waktu menunjukkan pukul sekian sehingga itu sudah malam.
"Haaa… aku pikir aku membuat ayah dan ibu khawatir," kata Subaru dengan lelah.
Dia menghela napas panjang sambil menunjukkan raut wajah frustasi kepada dirinya sendiri.
Dia harus segera pulang secepat mungkin. Jika tidak, kedua orang tuanya akan panik untuk mencari keberadaan putra kesayangan mereka.
Hanya beberapa langkah, Subaru melihat kedua remaja yang terlihat mereka memakai seragam sekolah. Mereka terlihat lebih muda dibandingkan dengan dirinya. Laki-laki dan perempuan sedang bercanda gurau dan mereka tersenyum bahagia tanpa peduli keberadaan Subaru.
Setelah beberapa saat mereka sudah pergi jauh, meninggalkan Subaru sendirian dengan perasaan sedikit campur aduk.
Subaru yakin bahwa mereka pulang dari kegiatan ekstra dari sekolah atau semacamnya. Namun, bukan itu yang menjadi masalah bagi dirinya.
Subaru tidak terlalu peduli tentang kehidupan mereka melainkan satu hal itu membuat dirinya terus mengingatkan sebiah kebodohan yang sangat Subaru sesali.
Itu merupakan awal dari keadaan terpuruknya membuat keadaannya menjadi seperti ini.
Terlihat raut wajah pemuda itu datar tanpa sedikit emosi terkandung dalam wajahnya. Tatapan matanya terlihat malas dan kosong.
Subaru memehamkan mata sebentar untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dalam diri Subaru. Tangannya mengepal cukup kuat dengan perasaan benci, kebencian bukan mengarah kepada mereka melainkan kepada diri sendiri.
Depresi dan iri hati.
Itu gambaran bagi Natsuki Subaru yang dialaminya.
Sebuah harapan yang diinginkan pemuda itu adalah sesuatu hal ajaib layaknya bintang jatuh dimana semua orang dapat mengabulkan keinginan terdalam mereka. Dia berharap jika dia memiliki kesempatan maka dia akan menggunakan hidupnya sebaik mungkin.
Baginya itu terasa angan-angan dari seorang Hikikomori. Tidak, maksudnya setengah Hikikomori.
'Sudah berapa lama ya… Ah iya, itu sudah dua bulan. Aku melakukan omong kosongku setiap malam tanpa peduli perasaan kedua orang tuaku. Aku terlalu buruk bagi mereka, seharusnya mereka mengusirku sejak awal tapi mereka terus membiarkan dirinya untuk merenung sendirian sambil memberikan dukungan pasif. Bodohnya aku, aku malah terus bersikap kurang ajar,'pikir Subaru dengan perasaan sedih.
-Kilas Balik
Sebuah kamar dengan intensitas cahaya cukup gelap. Hanya sinar yang terpancar dari layar TV.
Suara bising terdengar keluar dari Speaker TV berupa suara ledakan kecil, suara tembakan dan suara lain-lainnya menghiasi di dalam kamar.
Suara tombol terus ditekan oleh kedua tangannya dengan kecepatan cukup cepat.
Pemuda itu terlihat duduk di depan layar TV sambil memegang stik konsol game tanpa mempedulikan sekitar.
Lingkungan kamarnya terlihat sedikit berantakan namun tidak terlalu kacau. Hanya beberapa sampah makanan dan minuman ringan yang tergeletak di lantai dingin, selebihnya untuk barang-barang lain tertata cukup rapih.
Natsuki Subaru sedang bermain game konsol dengan tangan tanpa henti fokus pada permainan sedangkan tatapan matanya menunjukkan sebuah kekosongan dan tidak semangat.
Itu benar, dia mengalami gejala depresi.
Meski dia bermain selama berjam-jam tapi dia mengungkapkan secara tidak langsung bahwa dia sebenarnya tidak terlalu menikmatinya.
Sebuah selimut kecil diatas kepalanya untuk menghangatkan tubuhnya dan mata sanpaku yang terlihat sedikit menakutkan, seolah dirinya dianggap penjahat karena matanya.
Subaru terlihat memasang ekspresi datar. Mata bisa menunjukkan refleksi jiwa seseorang sedang merasakan emosi tertentu.
Orang lain akan mengetahui bahwa Natsuki Subaru adalah seorang remaja dengan sikap hambar, rasa bosan dan kosong, jika mereka memerhatikan setiap detail pada diri Subaru.
Sayangnya banyak orang tidak terlalu memperhatikan.
Rasa frustasi terus mengusiknya di kurun waktu setiap hari. Tidak ada menarik di matanya dalam setiap kehidupan yang Subaru jalani.
Dia telah melakukan sesuatu yang tidak berguna selama dua bulan dan dua bulan telah berlalu membuat kedua orang tuanya mengalami kekecewaan kepada putra kesayangannya.
Subaru tidak mengerti mengapa dirinya tidak diusir dari rumah, seharusnya mereka merasa malu dan mengusirnya adalah salah satu keputusan sangat bernilai karena memiliki anak tidak berguna seperti dirinya.
Tapi dirinya tetap tidak di usir, justru mereka sempat memberikan perhatian atau dukungan yang Subaru abaikan dalam keadaan diam.
Dia sudah tidak tahu kapan ini akan berakhir, terus melakukan hal sama di setiap hari sama saja dirinya seorang robot rusak yang terus menabrak tiang terus-menerus.
Itu sangat menyedihkan.
Hal omong kosong terus menyerang harga dirinya yang sudah rendah. Dia seorang pecundang maka begitulah dirinya akan terus selalu begitu.
Depresi dan frustasi adalah hal yang dapat dirasakan setiap harinya. Ekstasi dalam drinya mulai memudar seiring berjalannya waktu hingga dirinya merasakan kekosongan dalam hatinya.
Sesuatu yang tidak ia mengerti. Dia terus menemukan seuatu yang mengganggunya. Tidak, dirinya tidak sedang menemukan sesuatu melainkan dirinya sedang lari dari sesuatu.
Subaru tidak tahu.
'Game Over' terlihat dalam tampilan layar. Hasilnya tetap sama yaitu sebuah kekalahan. Tidak peduli seberapa besar dia berusaha, pada akhirnya dirinya mengahadapi hasil yang sama.
Natsuki Subaru benar-benar putus asa.
Itu sudah terjadi secara terus menerus dan dirinya terjebak pada hasil yang sama.
Frustasi dalam hati terus menyerangnya membuat Subaru melempar stik konsol game ke samping. Dia berbaring diatas lantai dengan memasang ekspresi masam.
Segalanya tidak nyaman untuknya. Dia memejamkan mata sebentar untuk mengurangi rasa frustasinya. Pikiran terus dihadapkan hal sama dan terus menerus menyiksanya.
Kebencian.
Kebencian pada dirinya sendiri.
Dia tidak membenci kepada siapapun karena masalahnya bukan pada orang lain melainkan pada dirinya sendiri.
Subaru menghela nafas panjang dan kemudian bangkit dari posisi berbaring. Dia memutuskan untuk pergi keluar untuk malam ini sebagai tempat refreshing dari kamarnya yang memuakkan.
Dia mulai melangkah ke arah kamar mandi. Suara langkah kaki terdengar sangat jelas seperti suara detak jam terus berputar.
Ngomong-ngomong tentang jam, Subaru melirik ke arah dinding yang tertempel jam.
Jam tersebut menunjukkan pukul 19.30, itu sudah malam hari.
Subaru menggerutu pelan menunjukkan bahwa dirinya terlalu terhanyut dalam bermain game hingga lupa waktu berjalan.
"Oh kotoran, aku terlalu terhanyut. Sebaiknya aku segera pergi sebelum sangat malam," ujar Subaru dengan kesal.
Subaru menguap pelan sambil berjalan memasuki kamar mandi.
Penampilan kamar mandi cukup sederhana namun masih layak untuk dipakai. Subaru tidak terlalu peduli dengan itu sekarang, dia memiliki satu tujuan yaitu wastafel kamar mandi.
Dia merasa lelah membuat wajahnya terlihat buruk. Maka dari itu, Subaru perlu menyegarkan kembali sebelum pergi keluar.
Air keran dibuka, mengalir air dingin membuat Subaru merasa tergoda. Dengan sedikit usaha, Subaru membasuh wajah lelahnya dengan air dingin sekaligus menyisir rambut yang berantakan.
Setelah berkedip beberapa kali, Subaru memandangi cermin dalam memeriksa penampilannya. Wajah telah kembali sedikit segar, masih memasang ekspresi murung.
Mata sanpaku masih tetap sama, itu konyol bagi dirinya bahwa matanya akan berubah setelah banyak usaha. Rambut hitam tergerai mulai disisir kembali kearah belakang membuat model rambutnya khas seperti ayahnya.
Subaru memandangi kembali arah cermin dan tersenyum sedikit dalam sedikit mengapresiasi penampilannya.
Karena sudah menurutnya pas, dia kembali ke kamarmya. Hanya beberapa saat yang lalu, pintu kamar mandi sedikit macet membuat Subaru dengan sedikit usaha mendorong keras hingga terbuka.
Subaru berpikir mungkin dia akan memeriksa kembali nanti.
Saat berjalan, Subaru tidak menemukan sesuatu baru atau berbeda. Dia hanya melihat hal konstan setiap hari nya tanpa peduli itu akan membuat sebagian besar orang akan rasa frustasi.
Kembali ke kamarnya, Subaru memandangi interior kamarnya terkesan sederhana namun ada sebuah dekorasi yang memiliki ciri khas dirinya seorang Otaku ringan dan NEET.
Figure action karakter anime, rak buku berisi Light Novel, Manga, buku sastra, sejarah, sains dan banyak lagi.
Natsuki Subaru memiliki hobi mengoleksi barang-barang yang ia beli atau dapatkan secara gratis setelah menikmati barang tersebut.
Dia hanya menikmati dengan apa yang Subaru beli untuk menghabiskan waktu saat menjadi setengah Hikikomori di malam hari.
Untuk pagi hari, dia rutin melakukan banyak peregangan dan olahraga membuat tubuhnya sedikit bulgar. Dia hanya menjaga tubuhnya tetap sehat meski menjalani kehidupan tidak sehat seperti mengurung diri dalam kamar di malam hari.
Walaupun begitu, Subaru tetap merasa nyaman meski kondisi seperti itu.
Dia mengambil jaket olahragnya yang tergantung di rak baju dan mengenakan jaket tersebut. Pakaian olahraganya terasa hangat membuat dirinya siap diterpa angin dingin di malam hari.
Pintu kamar terbuka dan subaru berjalan keluar. Sebelum lanjut berjalan ke depan, Subaru menoleh kebelakang dan melihat pintu kamarnya belum dikunci.
Subaru memikirkan sejenak, apakah dirinya harus mengunci kamarnya atau tidak. Dia menggelengkan kepala, merasa itu tidak perlu karena setiap barangnya tidak memiliki nilai mahal, hanya barang rongsokkan bagi orang lain.
Subaru terus berjalan tanpa mempedulikan kamarnya terkunci atau tidak.
Subaru.
'Sudah berapa lama waktu berlalu?' tanya Subaru dalam benak sambil mengikat tali sepatu.
Dalam perjalanan dari lantai dua hingga lantai satu, Subaru terus menjumpai bingkai foto-foto berisi kenangan keluarganya.
Salah satu foto yang membuat Subaru teringat dimana momen tersebut sangat berarti bagi dirinya. Sebuah foto berisi dirinya, ayah dan ibu tersenyum bahagia dan mereka terlihat merayakan kemenangan putra mereka tercinta dalam perlombaan Maraton.
'Itu sudah lama berlalu, aku pikir aku akan melupakan tapi pada kenyataan tidak,' pikir Subaru dengan ekspresi murung seperti biasa.
Subaru sudah selesai menalikan tali sepatu Sneaker berwana hitam dan beranjak pergi keluar. Tuba-tiba sebuah panggilan terdengar feminim, memanggil Subaru dengan perasaan hangat dan tulus.
Suara itu sangat familiar bagi Subaru.
"Subaru."
Subaru langsung menoleh kebelakang dengan sedikit terkejut. Mata Subaru memandangi seorang wanita patuh baya dengan rupa berupa model rambut poni kuda dan mata berwarna cokelat, mata tajam seperti Subaru, tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan Subaru, dan senyuman khas keibuan.
Wanita itu adalah ibunya, Natsuki Naoko.
"Oh uhm… Hai bu," jawab Subaru dengan agak canggung.
"Hmm… Subaru, kemana kau akan pergi, ini sudah malam?" tanya Naoko dengan perhatin sekaligus khawatir.
"Ya… Bu, aku akan pergi ke toserba yang biasa aku kunjungi, cukup dekat kok bu," kata Subaru dengan lembut dan antusias meski sedikit gagap.
Naoko memegang pipinya dan melihat putranya dengan perasaan khawatir.
"Tapi Subaru… bukankah kau bisa besok kesana?"
"Hah? Ada apa bu?" tanya subaru dengan kebingungan.
"Entahlah, Subaru. Ibu merasakan firasat buruk tentangmu tapi ibu tidak tahu apa itu," kata Naoko merasakan ketakutan sekaligus kebingungan.
Subaru mengangkat alis menunjukkan dirinya semakin bingung terhadap perkataan ibunya. Subaru tidak terlalu percaya pada firasat namun Subaru mengerti bahwa ibunya hanya merasa khawatir padanya.
Itu hal wajar bagi seorang tua khawatir tentang anaknya.
Subaru menelan perasaan pahit dalam-dalam dan mengabaikan pikiran egoisnya demi meyakinkan ibunya bahwa dirinya akan baik-baik saja.
Subaru mendekati ibunya dan memegang tangan dengan penuh perasaan.
"Ibu… kau tidak perlu khawatir tentang diriku. Aku akan baik-baik saja dan aku akan segera cepat pulang."
"Tapi Subaru-" kata Naoko terpotong oleh putranya.
"Ibu hanya khawatir saja, itu hanya kekhawatiran semata. Yakin saja, putramu ini akan baik-baik saja. Aku berjanji," kata Subaru tersenyum lebar dan mengacungkan jempol dengan tangan kanan.
Subaru tersenyum lebar itu adalah respon alami karena dirinya merasakan sedikit kebahagian. Dia merasa tidak pada ibunya karena merepotkannya.
Reaksi tindakan Subaru membuat Naoko tertawa pelan dan hatinya sedikit tenang.
"Kau benar, Mungkin aku terlalu khawatir ya. Baik, ibu izinkan tapi kau harus hati-hati."
"Tentu saja, bu. Aku berjanji."
"Kalau begitu ibu akan menyiapkan makam malam untuk kita semua. Harap untuk cepat pulang, Subaru. Karena mungkin ayahmu akan kelaparan jika kau pulang terlalu lama," kata Naoko dengan tersenyum hangat sambil melontarkan sedikit humor.
Subaru tertawa pelan dan tersenyum pada ibunya.
"Baik bu, aku berjanji."
Saat Subaru memegang pintu, Subaru menoleh kembali kearah ibunya yang tersenyum dan melambaikan tangam.
Subaru membalas dengan tersenyum sedikit senang dan membuka pintu keluar.
-Saat ini
Angin sepoi-sepoi melewati pemuda itu dengan cepat.
Hal itu membuat Natsuki Subaru tersadar dari keadaan melamun. Suhu dingin terus memusuhi pemuda itu membuat dirinya terus merasakan perasaan dingin namun sedikit.
Untung dirinya memakai pakaian olahraga membuat dirinya cukup hangat dari udara dingin.
Seharusnya ia membeli banyak cup ramen untuk itu tapi… mungkin dia akan membeli nanti. Dia sudah sedikit terlambat untuk pulang ke rumah.
'Mungkin ayah sudah pulang, aku harus cepat-cepat,' pikir Subaru dengan mengepalkan tangan dan memasang ekspresi ragu.
Subaru tidak yakin bagaimana berhadapan dengan kedua orang tuanya, apalagi dirinya saat makan malam bersama.
Subaru berpikir apa yang harus dilakukan atau apa yang harus dikatakan kepada kedua orang tuanya.
Semakin ia memikirkan itu, semakin dirinya tersesat dalam benaknya. Dia tidak menemukan solusi atas masalah tersebut.
Namun, Subaru sudah berjanji maka dirinya tidak akan melarikan diri lagi dan dia tidak akan terus-terusan seperti ini.
Subaru menatap dengan tajam dan berjalan sambil meyakinkan diri sendiri dalam hatinya untuk tidak menunjukkan hal menyedihkan dalam dirinya.
Dia harus percaya bahwa semua akan baik-baik saja.
Subaru masih berada di halaman depan Toserba. Saat beberapa langkah, tiba-tiba dirinya mengalami sebuah implikasi secara mendadak.
Ini terasa tidak nyaman karena tiba-tiba indra penglihatan yang dimiliki Subaru secara perlahan memudar hingga Subaru merasa kegelapan melahapnya.
Mata subaru merasa perih dan dia tidak bisa melihat apa-apa, hanya sebuah kegelapan.
"Akh! Apa-apaan ini?"
Subaru berteriak frustasi sambil mengucek mata yang perih. Mungkin pikirnya bahwa matanya sakit akibat terlalu banyak bermain game.
Dia berharap bahwa penglihatan perlahan berubah membaik dan rasa sakit memudar. Namun, hal paling tidak masuk akal adalah dirinya merasa sesuatu yang membuat bulu kuduk merinding dan terasa menyentuh dalam jiwanya.
"Aku mencintaimu."
"Hah?"
Ini pertama kali dirinya sangat ketakutan karena perasaan ini mengatakan bahwa seseorang bukan manusia, tidak tahu mengapa insting mengatakan itu.
Subaru tidak tahu apa itu.
"Aku mencintaimu."
"S-Siapa itu?! Aku bilang siapa dirimu?!" tanya Subaru dengan ragu sekaligus panik.
"Aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu…"
Suara itu terdengar feminim namun mencekam.
Hati subaru berdegup sangat kencang. Dia tidak menyangka bahwa dirinya akan mengalami skenario serupa seperti di serial Anime, skenario dimana seorang tokoh utama yang akan diteror oleh seorang… Yandere.
Sosok misterius terus mengatakan hal sama membuat suasana semakin horor. Dia berusaha untuk tenang namun itu percuma.
Tubuh Subaru merasa berat seolah dirinya ditarik ke bawah, tenggelam ke dalam lautan dalam dan gelap. Ada sesuatu menariknya kesana, perasaan itu sangat tidak manusiawi.
Subaru merasa sangat tidak berdaya. Segala indra dimiliki seolah-olah hilang menyisakan sebuah kehampaan.
Terlihat Sosok misterius mencengkram tubuhnya serta jiwanya kedalam kegelapan seolah-olah dirinya seekor lalat yang terjebak oleh jaring laba-laba. Sosok misterius yang diliputi oleh kegelapan tersebut memegang sosok Subaru seperti dirinya sedang menandai Subaru sebagai miliknya.
Tiba-tiba tempat tersebut dikejutkan oleh sebuah cahaya menyinari sangat terang hingga menyaingi kegelapan itu sendiri.
Sebuah sosok misterius yang diliputi oleh cahaya itu sendiri berupaya merebut Natsuki Subaru dari cengkraman dari yang ia anggap sebagai perampas.
Akibat kedatangan sosok diliputi oleh cahaya membuat semua indra milik Subaru perlahan kembali.
Subaru melihat kedua sosok misterius tersebut memiliki rupa seperti seorang wanita. Dia melihat perbedaan kontras diantara mereka berdua membuat dirinya sangat kebingungan terhadap apa yang sedang terjadi.
Pertarungan pun dimulai dimana kedua soosok tersebut tidak mau kalah untuk merebut subaru dengan sangat intens. Mereka memperebutkan hak milik mereka, memperebutkan apa yang milik mereka sangat berharga dengan dominasi atas segalanya.
Subaru tidak mengerti tapi dirinya merasa memiliki koneksi terhadap kedua sosok tersebut.
"TIDAAKKK! Dia milikku, hanya milikku seorang yang pantas menjadi milikku! KAMU tidak akan merebutnya dari DIRIKU!!" Teriak tidak manusiawi dari sosok diliputi kegelapan terdengar feminim.
"Hmp, jadi begitu kau inginkan, kau hanya serangga dibandingkan dengan banyaknya alam semesta. Kau tidak berharga sama sekali dihadapanku. Tapi… lancang sekali kau merebut cintaku dariku! Lepaskan tangan kotormu darinya, sampah!" teriak tidak manusiawi juga dari sosok diliputi cahaya yang terdengar sombong sekaligus penuh kebencian.
"KAU!! Kau mengklaim cintaku sebagai kekasihmu! Kau tidak akan pernah mendapatkan cintaku!!!" teriak penuh amarah dari sosok diliputi kegelapan.
'Apa-apaan ini?! Apa terjadi pada mereka berdua?? Aku tidak tahu harus berkata apa tapi… sial! Mengapa hal aneh selalu terjadi padaku,' pikir Subaru dengan perasaan bingung dan ketakutan.
Dua sosok sangat kontras mengeluarkan kekuatan yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Subaru tahu bahwa ini bukan hal baik atau menyenangkan, ini sangat mengerikan
Sebelum Subaru merespon tersebut, tiba-tiba Subaru merasakan rasa sakit luar biasa.
"Arghhhh!!! Sakit! Sakit! Sakit! Sakit…" teriak meronta-ronta dari pemuda itu merasakan rasa sakit begitu menyakitkan.
Ini pertama kali Natsuki Subaru merasakan kesakitan semacam ini. Subaru merasa bukan tubuhnya saja yang terpelintir melainkan jiwnya ikut terpelintir dengan pemahaman di luar akal sehat manusia.
Jiwa Subaru mulai mengalami metamorfosis saat dalam proses tarik-menarik oleh kedua wanita yang gila tersebut. Jiwanya merasa seperti dipelintir, dimutilasi dan bahkan… dipermainkan seperti tali tambang.
'Sakit, ini benar-benar sakit! Apa yang telah terjadi padaku?? Mengapa mereka melakukan ini padaku? Apa salahku?! Mengapa harus aku merasakan ini?!' Pikir Subaru dengan berlinang air mata menunjukkan penderitaan dan keputusasaan.
Sebuah rasa sakit yang tidak pernah ia rasakan sepanjang hidupnya. Subaru meringis kesakitan dan mengutuk ketidakberuntungannya terhadap nasibnya sendiri.
Alih-alih jiwa Natsuki Subaru tercerai berai atau hancur akibat kekuatan tidak manusiawi, Subaru mendapati sesuatu hal membuat dirinya semakin ngeri.
"Apa… Apa-apaan ini??!" teriak sangat terkejut dari Subaru melihat sosok sama persis ada dihadapannya.
Doppelgangger menurut Subaru, bereaksi sama terkejutnya dengan mata terbuka lebar-lebar.
Kemiripan tidak hanya meliputi rupa-rupa tubuhnya tapi pemuda itu terlihat memakai pakaian yang sama. Subaru merasa ini tidak terasa seperti tiruan murahan melainkan sesuatu yang berasal dari dirinya yang dipisahkan secara paksa.
Subaru sangat sulit mempercayai apa yang dihadapannya tapi begitulah kenyataanya.
Dirinya yang lain melayang menuju sosok wanita yang diliputi kegelapan sedangkan dirinya melayang menuju sosok wanita diliputi cahaya.
Subaru sangat ketakutan dan tidak mengerti lagi, dia hanya pemuda biasa-biasa saja yang terjerat hal tidak masuk akal.
Subaru terus-menerus menyangkal kenyataan yang terpampang dihadapannya dan menganggap ini hanya sebuah ilusi.
'Ini pasti mimpi, betul ini tidak mungkin nyata. Betul, kan?' pikir Subaru dengan penuh keraguan.
Ini hanya mimpi aneh dan acak yang sering dialami banyak orang. Dia hanya harus menunggu semuanya berakhir dan ketika bangun maka dirinya akan menjalani kehidupan biasanya tanpa keanehan.
Subaru dipeluk oleh sosok wanita misterius dan mengatakan sesuatu yang terdengar sangat berbeda dibandingkan tadi.
"Aku mencintaimu."
Nada hangat dan tulus yang terasa oleh Subaru.
"Siapa kau?"
Seketika Subaru kehilangan kesadaran tanpa jawaban dari wanita itu.
Suara bising membangunkan Natsuki Subaru.
Pemuda itu terbangun di tempat lembap dan dingin. Dia membuka mata secara perlahan dan pandangan matanya masih terasa kabur.
Subaru merasa sangat pusing dan sangat lemas.
Tiba-tiba pemuda itu muntah cairan pencernaanya akibat perasaan tidak enak yang ia tidak mengerti. Subaru terdiam sejenak dan suara bising daritadi mengganggunya.
Akhirnya selama beberapa saat, dia mendapati dirinya berada di gang sepi.
'Hah? Mengapa aku disini?? Bukanya aku berada di depan halaman toserba?' pikir Subaru dengan kebingungan sangat jelas di wajahnya.
Subaru berusaha untuk mengingat namun ada sesuatu hal yang menghalangi membuat dirinya tidak mengingat momen sebelumnya.
Matanya melihat keatas, sinar matahari menyinari mata Sanpaku hitam membuat ia berkedip beberapa kali karena tidak terbiasa dengan intensitas cahaya yang terpancaarkan.
Dia membutuhkan waktu untuk terbiasa.
Subaru mulai bangun dan berdiri dari tempat. Kepalanya masih terasa sedikit pusing namun itu tidak masalah bagi pemuda itu.
"Ugh, dimana aku?" tanya Subaru dengan lemah.
Subaru memeriksa dirinya sendiri dan menemukan bahwa tidak ada yang berbeda sama sekali. Kantong plastik yang ia genggam, mulai memeriksa bahwa barangnya masih utuh.
Dia memeriksa pakaian juga, dia menyatakan bahwa dirinya masih memakai pakaian olahraga favoritnya.
Pemuda itu melihat sekitar lebih detail lagi, ia menemukan bahwa struktur bangunan tersebut terlihat seperti struktur kota.
'Itu berarti diriku masih berada di kota, itu baik untukku.'
Pemuda itu merasa sedikit lega karena dirinya tidak terlalu tersesat.
Lingkungan sekitar terdapat banyak sampah berserakan dimana-mana. Subaru memutuskan untuk keluar dari tempat ini.
Dia masih kebingungan terhadap sekitarnya. Dia ingat bahwa itu malam hari di Toserba sebelum dirinya berada disini, itu aneh.
Misteri semakin bertambah seperti kepingan puzzle yang berserakan dimana-mana dan membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikannya.
Untuk saat ini dia perlu fokus apa yang ada tanpa memikirkan hal tidak perlu.
Dia berjalan sedikit tidak seimbang akibat dirinya masih terasa pusing. Mata sanpaku hitam memelusuri sekitarnya, berharap menemukan sesuatu.
Tapi tidak ada yang menarik karena di sekitar hanya plastik sampah berserakan dimana-mana.
Pertanyaan terus bertambah dalam benaknya, dia melihat sesuatu sekitar terasa asing. Itu tidak mungkin, dirinya pasti salah mengira.
Setiap langkah telah ia pijak, suara langkah kaki terdengar sangat jelas. Suara helaan nafas terdengar jelas.
Setiap langkah dia melangkah, entah mengapa kakinya terasa bertambah berat dan tubuhnya sedikit kaku dari biasanya.
Subaru mengabaikan perasaan tidak enak terus dan terus melangkah.
Semakin dekat dengan jalan keluar, semakin terlihat sinar cahaya matahari yang menerangi tempat tersebut.
Saat dirinya keluar, Subaru menghadapi paparan cahaya matahari yang sedikit menyengat matanya.
Subaru berpikir karena dirinya terlalu banyak bergadang membuat matanya tidak terbiasa dengan intensitas cahaya tersebut.
Dia membutuhkan sedikit waktu untuk membiasakan diri.
Setelah beberapa saat, Subaru berhasil membiasakan diri dengan intensitas cahaya tersebut.
Dia membuka mata secara perlahan dan terbuka secara lebar-lebar, pupil matanya mulai mengecil menunjukkan keterkejutan yang terlihat dari ekspresinya.
Ekspresi Pemuda itu terlihat tercengang dengan apa yang dilihatnya hingga menarik perhatian sebagian orang saat melewati pemuda itu, mereka mulai menatap pemuda itu dengan sedikit penasaran dan tanda tanya.
Subaru mengabaikan tatapan dari orang-orang karena pemandangan tersebut terkesan baru di mata Subaru.
Pemandangan yang Subaru lihat dalam satu kata untuk menggambarkan segala hal yaitu Futuristik. Pemuda itu hanya bisa menyilangkan lengannya, mengumpulkan sebuah pernyataan tentang dirinya sendiri.
"Jadi pada dasarnya seperti itu ya…"
Sebuah pemikiran muncul dalam benaknya. Pemuda itu menjentikkan jarinya kemudian mengepalakan tangan kiri dengan kuat seolah semangat yang awalnya padam, sekarang mulai kembali bergejolak.
"Sepertinya aku telah dipanggil ke dunia lain!!"
Inilah awal perjalanan Natsuki Subaru berada dunia lain telah dimulai.
Awal perjalanan dan awal misteri.
Bersambung…