Chereads / Melodi Waktu: Epik Kim Dan / Prolog: Kim Dan di Tahun 2024

Melodi Waktu: Epik Kim Dan

🇰🇷Daniemuta
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 316
    Views
Synopsis

Prolog: Kim Dan di Tahun 2024

Malam di Seoul selalu penuh dengan kehidupan. Lampu-lampu neon memantul di jendela gedung pencakar langit, menciptakan pola cahaya yang tak terhitung jumlahnya di seluruh kota. Di antara cahaya lampu mobil dan energi dari jalanan yang sibuk, ada sebuah hanok tua yang berdiri tenang di sudut, mempertahankan keheningannya. Hanok ini, yang terletak di antara bangunan-bangunan modern, tampak seperti peninggalan dari masa lalu, diam-diam menyimpan ketenangannya. Inilah tempat yang sering dikunjungi Kim Dan sejak kecil, sebuah warisan yang ditinggalkan oleh kakeknya.

Kim Dan sekarang berusia dua puluh satu tahun. Dia adalah seorang calon artis K-pop dan komposer, yang menghabiskan setiap hari menciptakan musik dan berlatih. Meskipun dia telah bekerja sama dengan beberapa artis terkenal, dia masih merasa ada sesuatu yang kurang, seolah-olah ada potongan yang sulit dipahami yang akan melengkapi karyanya. Meskipun musiknya menarik perhatian, Kim Dan selalu dihantui oleh perasaan tidak lengkap yang terus menerus. Ada melodi misterius yang bergema di benaknya, tetapi meskipun sudah berusaha keras, dia tidak pernah bisa menangkapnya sepenuhnya.

Malam itu, Kim Dan duduk di depan piano yang diwariskan oleh kakeknya. Piano itu, meskipun sudah tua, masih menghasilkan suara yang dalam dan hangat. Piano ini adalah satu-satunya teman selama masa kecilnya dan sekarang menjadi alat paling penting untuk inspirasinya. Meskipun Kim Dan bukan seorang pianis, dia selalu menggunakan piano ini ketika menggubah musik. Kakeknya sering mengatakan bahwa piano ini lebih dari sekadar instrumen.

Kim Dan menghela napas dalam-dalam, meletakkan tangannya di atas tuts. Sentuhan dingin tuts memberikan kenyamanan yang akrab baginya. Secara alami, dia mulai memainkan melodi. Itu adalah lagu yang semakin sering terngiang-ngiang dalam pikirannya akhir-akhir ini. Tetapi malam ini, melodi itu tampak memiliki kehendaknya sendiri, membimbing jari-jari Kim Dan di atas tuts. Saat nada-nada itu menyatu, resonansi lembut memenuhi ruangan. Kim Dan begitu tenggelam dalam piano sehingga tanpa disadari, dia membiarkan dirinya terhanyut oleh melodi itu.

Dia tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu. Secara perlahan, Kim Dan mulai merasa lelah. Dia bermain dengan satu tangan sambil menopang dahinya dengan tangan yang lain. Kelopak matanya mulai terasa berat, dan suara piano tampak semakin memudar. Akhirnya, dia tertidur di depan piano.

Pada saat itulah Kim Dan mulai bermimpi.

Dia mendapati dirinya berdiri di hutan yang asing. Suasananya tenang dan misterius, dengan pepohonan yang berbisik pelan seolah-olah mereka hidup. Cahaya bulan menembus dedaunan, memandikan dunia dalam kilauan perak. Hutan ini berbeda dari tempat mana pun yang pernah dilihat Kim Dan. Namun anehnya, itu tidak terasa asing baginya. Itu seperti dia telah mengenal tempat ini sejak lama.

Kim Dan berjalan perlahan melalui hutan. Tanah di bawah kakinya tampak bergetar sedikit dengan setiap langkah, seolah-olah bumi itu sendiri menyambutnya. Hutan itu tampaknya mengenali kehadirannya. Dengan setiap langkah yang diambilnya, sesuatu di kedalaman hutan tampaknya memanggilnya, membimbingnya lebih jauh ke dalam. Tanpa disadari, Kim Dan mengikuti suara itu lebih dalam ke hutan.

Akhirnya, dia tiba di hadapan pohon besar yang kuno. Pohon itu tampak seolah telah berdiri di tempat itu selama ratusan tahun, dengan akarnya yang menjalar jauh ke dalam tanah. Di sekitar pohon, ada batu-batu tua yang diukir dengan pola-pola kuno. Kim Dan menatap pohon itu dan merasakan gelombang emosi yang tidak bisa dijelaskan bangkit dari dalam dirinya. Emosi-emosi itu seperti panggilan, sesuatu yang terikat pada takdirnya.

Saat itulah dia melihat sesuatu bergerak di antara cabang-cabang pohon. Sesuatu membuka sayapnya dan terbang ke udara. Secara naluriah, Kim Dan mendongak. Seekor elang raksasa sedang terbang di atasnya. Dengan sekali kepakan sayap yang kuat, elang itu membelah udara, melayang berputar-putar di atas kepala Kim Dan. Tatapan elang itu tajam saat menatap langsung ke arah Kim Dan, seolah-olah bisa melihat ke dalam jiwanya. Pada saat itu, Kim Dan menyadari bahwa elang ini bukanlah burung biasa; ia terikat dengannya dengan cara yang istimewa.

Elang itu perlahan turun ke arah Kim Dan, kehadirannya yang megah membuatnya terkesima, tetapi anehnya, dia tidak merasa takut. Sebaliknya, kehadiran elang itu memberikan Kim Dan perasaan tenang dan percaya diri. Elang itu mendarat di depannya, menatap matanya dengan intens, seolah-olah mencoba menyampaikan sesuatu yang mendalam.

Kemudian, elang itu menggerakkan sayapnya yang besar sekali lagi. Seketika, kilauan cahaya mengelilingi Kim Dan, mengalir seperti melodi di udara. Cahaya itu sangat selaras dengan melodi misterius yang telah bergema dalam benak Kim Dan tetapi belum pernah diselesaikannya. Melodi bercahaya itu menari-nari di udara, semakin kuat di dalam hati Kim Dan.

Kim Dan secara naluriah tahu bahwa melodi itu bukan sekadar musik; itu memiliki makna yang lebih dalam. Itu adalah suara kuno yang terkait dengan takdirnya—"Suara Langit." Kim Dan tahu bahwa dia harus menyelesaikan melodi itu. Dia sudah menyadari bahwa ini adalah misinya.

Namun pada saat itu, Kim Dan tiba-tiba terbangun. Dia kembali berada di depan piano, dan hutan serta elang itu telah menghilang. Namun, ruangan itu masih dipenuhi dengan cahaya lembut. Kim Dan menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa apa yang baru saja dialaminya bukanlah mimpi biasa. Melodi itu masih bergema di dalam dirinya, tertanam dalam di dalam jiwanya.

Kim Dan melihat piano itu. Piano ini adalah warisan yang ditinggalkan oleh kakeknya, yang paling penting dalam membimbingnya dalam perjalanannya sebagai seorang seniman. Tapi sekarang dia mengerti bahwa piano ini bukan hanya alat musik. Ia menyimpan rahasia yang jauh lebih besar dari yang pernah dibayangkannya. Untuk pertama kalinya, Kim Dan memperhatikan pola-pola kuno yang diukir di permukaan piano. Pola-pola ini mengisyaratkan sesuatu yang pernah disebutkan oleh kakeknya semasa hidup—sebuah legenda.

Dengan tenang, Kim Dan menutup tutup piano dan melangkah keluar dari hanok. Bintang-bintang masih bersinar terang di langit malam di atas Seoul, dan terdengar samar suara kota dari kejauhan. Tetapi di dalam hati Kim Dan yang paling dalam, sudah mulai terdengar melodi baru. Itu adalah suara yang akan membimbingnya ke masa lalu, dan ke masa depan. Perjalanannya baru saja dimulai, dan apa yang menantinya di ujung jalan itu adalah takdir yang tidak bisa diprediksi oleh siapa pun.