Chereads / Manusia Dan Coretannya (TAMAT) / Chapter 28 - 13. Akhir tapi bukan berakhir

Chapter 28 - 13. Akhir tapi bukan berakhir

Sebuah proses perlahan-lahan menjadikan hasil majemuk pasti, identitas yang aku buat semakin menguat seiring waktu nya. Meski aku masih belum mendapatkan informasi mengenai konfirmasi bahwa aku adalah seorang yang menderita gangguan disosiatif, namun aku yakin bahwa mereka yang mendiang sudah lama berada di dalam tubuh ini. Sama seperti beberapa hari yang lalu.

Sekitar tanggal 28 Mei 2023 aku mengikuti sebuah event bazar buku yang terbesar saat ini aku kunjungi. Aku bertemu dengan beberapa anggota dari komunitas yang aku bentuk, jujur senang rasanya mereka menerima diri ini dengan apa adanya. Kami bermain catur bersama di tengah-tengah keramaian.

Saat keadaannya energi tubuh ini terasa terkuras ketika aku berdiri di tengah-tengah keramaian, jujur aku mengingat beberapa momen berharga itu dengan teman-teman komunitas yang aku bentuk. Namun, ada beberapa hal yang membuat aku yakin bahwa aku benar-benar memiliki gangguan disosiatif.

"Cen, lu kan tadi gw dah kasih Snack"

"Kapan?". Tanya dengan nada bingung ketika salah satu teman memberi tahu bahwa aku sudah memakan salah satu snack yang dia dapatkan.

"Itu tadi gw dah kasih juga ke elu, masa ga ingat?"

"..."

"Hmm, ga ingat bro.."

"Oh yaudah, gapapa gw ngerti.."

Kali ini aku tidak mengingat beberapa momen penting bersama teman-teman untungnya masih ada beberapa foto yang dimana kami bertiga mengambil sebuah potret untuk kenang-kenangan hari itu. Aku dapat mengingat beberapa hal, namun tidak semuanya aku ingat saat hari ini.

"Bisa-bisa nya lagi momen penting gini gw berganti kesadaran.. untung aja masih ada foto yang di ambil". Begitu keluh kesah aku dalam hati, entah seperti kesal namun aku sama sekali tidak tahu harus marah kepada siapa.

Mengingat aku benar-benar hari itu sangat lelah, setelah pulang dari event tersebut kami berpisah dengan salah satu anggota perempuan sebut saja Awang. Berhubung arah rumah aku dan kawan laki-laki yang bernama Roswell itu satu arah, aku berangkat dan pulang bersama dirinya saat itu.

Saat di perjalanan kami ngobrol mengenai kondisi kesehatan aku sekarang dan sebelum aku mendapatkan penanganan medis. Sempat juga kami bercanda di tengah-tengahnya keramaian jalan raya yang sibuk.

"Cen, lu kondisi lu sekarang gimana?"

"Gw? Ya lu tau sendiri gimana gw kan?"

"Iya sih, tadi aja saat kita ada di tengah-tengah event gw ga ingat semua apa yang terjadi. Tapi setidaknya gw mengingat beberapa momen kebersamaan walau tidak semua gw ingat"

"Repot juga ya kalau gitu, tapi syukur kalau lu bisa menerima diri lu sendiri sih.."

"Ya mau gimana lagi, lu tau gw saat masih sekolah juga gimana kan?"

"Iya sih, lu dulu aja pernah lost control terus mukulin Fyo tanpa lu sadar."

"Ya udah banyak hal ketika gw masih sekolah wel, lu sebagai adik kelas gw juga tau lah gimana.."

"Iya paham, saat lu nggak sadarkan diri aja tepatnya pas kita dulu ekskul basket. Pasti lu ga ingat kalau lu itu tiba-tiba jago banget masukin bola ke ring basket."

"Ya, bener banget. Gw aja ga inget klo gw bisa masukin bola lebih dari tiga kali berturut-turut."

"Haha, nostalgia ya?"

"Iya.."

...

..

.

Kami berbicara terlalu banyak saat kami ada di tengah perjalanan. Hari itu adalah hari yang menyenangkan. setelah sekian lama aku mengurung diri, dan aku keluar dari kamar untuk melihat cahaya gemerlap saat malam itu.

Berkilauan terasa seperti menghipnotis aku untuk tetap menjadi cahaya dalam kegelapan, aku hari ini sama sekali tidak berkomunikasi dengan beberapa kesadaran lain. Angin sepoi-sepoi menenangkan diri ini, tenang meski harus mengingat apa yang telah aku lakukan sebelumnya.

"Hari ini, aku bersyukur ya Tuhan. Terimakasih masih memberikan aku nikmat seperti ini"

"Kakak, Gio senang kakak bisa bertemu dengan teman-teman kakak!"

"Gio, Alvaro, dan Naka juga ikut seneng kita dibawa jalan-jalan ke tempat yang meskipun kakak ga suka karena ramai banget."

...

..

.

"Cen! Cen!"

"Udah sampai ini di depan rumah lu!"

"Oi!"

"..."

"AH IYA, SORRY!"

Setelah aku turun dari motor, aku ingin membuka pintu rumah untuk masuk. Akan tetapi rumah terkunci lantaran keluarga sedang pergi serta membawa kunci rumah itu. Setelah itu juga aku meminjam handphone Roswell untuk menelpon kakak.

**TUTT... TUTT... TUTT...**

"Halo"

"Halo, kak kita udah sampe di rumah. Kunci di bawa ya?!"

"Siapa kak?"

"Dede.."

"Halo, iya ini mama.. de, kuncinya di bawa jadi kalau mau tunggu aja ya?"

"Yah, oke deh..."

"Yaudah deh kalau gitu, kirain naro kunci di sepatu atau di mana gitu buat bisa masuk"

"Nggak, tadi mama langsung bawa kuncinya"

"Yaudah ya, kalau gitu makasih... Assalamualaikum ma"

"Wa'alaikumussalam"

Begitu pula aku dengan Roswell yang menunggu dari teras, kami pun berkeliling sebentar mencari angin sambil menunggu mereka pulang.

"Oh ya Cen, ini rumah yang kosong itu kuncinya lu pegang?"

"Oh iya ada, kalau lu mau promosikan bisa kali dapat fee nya.."

"Oalah, boleh si tar kalau ada gw tawarin saudara atau kerabat gw ya."

"Bentar wel, gw punya ide buat masuk ke rumah"

"Ok gw mau cuci kaki dulu di teras"

Setelah itu aku mencari celah masuk bagaimana aku mencurangi rumahku sendiri untuk aku bisa masuk kedalam, dengan melihat-lihat celah mana yang bisa aku congkel. Ternyata kamarku memiliki celah kecil dan aku dapat berkesempatan untuk membuka jendela kamarku.

*Krekk.. krek.. klak!*

"Widi kebuka, untung gw tau kelemahan kamar gw gimana haha."

Sementara itu aku memanggil Roswell untuk membantu aku memasuki kamarku. "Well, sini! Nitip sendalnya lu taro dan tunggu teras, gw bakal buka pintu dari dalam!"

"Oke, dasar veteran maling haha"

"Dih, gw cuma iseng aja"

"Yaudah gih sana masuk dulu.."

Setelah itu aku berhasil menyelinap ke dalam kamarku, sehabis membuka pintu kamar kucing ku di rumah menyambut aku dengan hangat.

"Miaw.."

"Haloo Milly!!"

"Bentar ya, aku mau buka pintu dulu.."

"Grr... Miaw!". Kucingku mengikuti aku dan mengelilingi sekujur kaki sesampai aku membuka pintu teras.

*Klak*

"Asik bisa masuk, untung aja lu tau kelemahan kamar lu sendiri haha!"

"Gampang itu mah, gw sebenarnya bisa buka semua cuma butuh celah dan alat yg memumpuni"

"Emang tadi lu buka pake apaan?"

"Oh gw cuma buka jendela gw buat menyelinap pakai jari dan pulpen yang gw bawa sih.."

"Gila, veteran maling emang wkwk"

"Astaghfirullah, nggak lah"

Setelah itu kami duduk dan beristirahat dari perjalanan yang begitu panjang, setelah itu juga aku menawarkan sebuah masakan yang tadi pagi aku buat.

"Wel ini masih ada sisa yang tadi pagi gw sama ibu gw masak, mau makan bareng gak?"

"Boleh.. emang tadi pagi lu masak apa?"

"Oh, ini liat gw masak kwetiau goreng"

"Enak nih, gw makan ya.."

"Makan aja wel"

Setelah kami selesai makan, kami bermain Uno di komunitas t*legram, dan selain komunitas catur online yang aku sebut sebelumnya.

...

..

.

"HAHA UNO! GW MENANG CEN!"

"Ah sialan, bisa-bisa nya gw kalah terus!"

"Dah ah capek..."

"Hahaha!"

"Yeu males banget gw, dah lah.."

Tidak lama itu selama beberapa jam kemudian keluarga sudah kembali dari luar rumah, sempat kaget reaksi mama dan papa tentang bagaimana aku masuk dengan keadaan semua di tutup dan terkunci.

*Klak..*

"Eh.. ga di kunci?"

"Assalamualaikum.. lah!"

"Wa'alaikumussalam!"

"Kamu gimana masuknya?"

"Hahaha, mau tau aja"

"Serius kan itu jendela dan semuanya udah ke tutup rapat-rapat. Gimana cara masaknya?"

"Kepo.."

"Dih, dasar."

"Oh ya itu kakak nanya, buku yang di minta udah dapat atau belum?"

"Oh, nggak Tante.. Roswell sama Cen tadi udah keliling-keliling tapi ga Nemu.."

"Nah iya ma, tadi juga kita dengar dari beberapa orang di sana ada yang punya tim buat jastip atau jasa titip.."

"Iya bener itu tant, tadi kita udah keliling dari sana-kemari nggak nemu buku yang kakak minta. Saat itu juga si Cen kan nyari buku thinking fast and slow, steal like an artist, filosofi teras, dan berani tidak disukai juga ga ada..."

"Nah bener tu kata Roswell, kami dengar banyak yang bulking buy atau borongan gitu... Bahkan belanja sampe ratusan juta"

"Gila, seriusan kalian?"

"Lah beneran..."

"Pasti di jual lagi itu dengan harga normal.."

"Pasti Tante..."

Tidak lama itu, kakak juga mendengar apa yang kita lakukan selama di event tersebut. Jujur saja kita mencari kesana-kemari sulit untuk menemukan buku yang aku cari dan buku kakak yang dia minta. Setelah itu kakak memberikan beberapa kebab setelah pulang dari luar bersama mama dan papa. "De, itu ada kebab buat Dede sama Roswell".

Setelah kami ngobrol, dan berbicara tentang apa yang telah terjadi di event bazar buku itu. Tidak lama kemudian Roswell berpamitan dengan kami sekeluarga untuk segera pulang lantaran orang tua Roswell sudah menelpon keberadaan Roswell telah sampai dimana.

"Halo iya? Oh ini lagi pengen pulang... Kebetulan lagi nunggu keluarganya Cen buat buka pintu... Soalnya ada barang-barang aku di dalam"

"Tante, kak, om aku pulang dulu ya!"

"Iya hati-hati wel.."

Setelah itu juga Roswell pergi, dan aku hanya mengingat beberapa hal setelah semua kejadian terjadi. Entah seperti sihir yang menggantikan kesadaran lantaran aku benar-benar kelelahan. Seingat aku saat malam itu, aku hanya memakan satu kebab dan susu cokelat yang kakak berikan kepadaku.

Namun, ketika paginya aku membuka salah satu media pesan karena kakak menghubungi aku pagi itu. Kakak menanyakan mengapa aku menghabiskan beberapa makanan dan susu yang dibeli semalam.

Jujur saat itu juga aku merasa bingung untuk beberapa kalinya lagi dan lagi, aku harus berganti kesadaran tanpa aku sadari. Sama seperti kejadian aku ketika bertemu teman-teman di event bazar buku tersebut. Semua terasa begitu saja, seperti hal yang berkaitan namun aku tidak dapat mengingatnya lantaran memori pribadi utama dengan pribadi lain aku yakin bahwa ingatannya dapat di berikan namun tidak semua aku bisa mengingatnya.

Mengapa gangguan disosiatif ini selalu menghantui aku sampai detik ini? Aku tau, tapi setidaknya aku bisa mengingat jangan sampai aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi! Aku kesal, saat itu juga aku memarahi beberapa pribadi lain untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kemarin malam.

"WOI KALIAN!"

"EMANG INI MASALAH SEPELE TAPI YA BUKANNYA UDAH MAKAN DAN MINUM SECUKUPNYA?"

"SIAPA YANG AMBIL KESADARAN KEMARIN?"

"Huft, bisa-bisa nya aku menyalahkan kalian termasuk diriku sendiri."

"Maaf kak... Gio cuma pengen aja.."

"Trus yang makan kebabnya jg kenapa jadi nambah sampahnya di pelastik itu?"

"Kakak Naka bilang ke aku kalau aku boleh makan.. jadi malam itu aku makan deh"

"Tch!"

"Udah Napa Cen, gw ngasih tau ke Gio juga karena dia pengen. Gak perlu elu besar-besarin masalah sepele ini!"

"Ya, tapi setidak jangan serakah lah nak!"

...

..

.

"..."

"Oke, sorry gw marah-marah"

"Maaf ya kak, kakak Naka juga minta maaf!"

"Iya maaf juga.."

Akhirnya kami saling memaafkan, tanpa mempermasalahkan apa hal yang benar-benar terjadi kepada tubuh ini. Semua hal terasa cepat begitu berlalu. Entah sihir atau halusinasi apa yang menghantuinya diri ini, semua terlihat benar-benar nyata.

***

2023, keesokan harinya.

Ketika aku sedang berusaha mengetahui tentang apa itu cinta, dan kasih sayang ternyata aku sudah mulai mengerti. Dengan semua hal yang terjadi kepada diri ini. Untuk sekarang aku sadar akan apa hal yang membuat aku mencari sebuah kebenaran yang terjadi pada tubuh ini.

Sebuah prolog aku tulis hingga cerita dimana aku putus dari percintaan. Aku semakin sadar, dan ingin sekali untuk segera mendapatkan jawaban atas semua yang terjadi. Seperti gangguan disosiatif yang aku alami selama beberapa tahun belakangan ini atau belasan tahun yang aku rasakan seperti mimpi sebenarnya.

Melihat semua kejadian bahkan sampai aku harus mengakhiri diri sendiri. Namun, aku beruntung masih mendapatkan kesempatan untuk kembali hidup setelah kegagalan dari bunuh diri itu. Aku mulai menulisnya, serta meneliti tentang tubuh ini.

Segala pengetahuan tentang psikologi aku pelajari lantaran aku sangat memerlukan beberapa hal yang bisa membuat diri ini semakin baik. Iya, semakin baik dalam menerima diri serta mengetahui beberapa metode tentang kemanusiaan.

Tidak terasa semua aku berhasil lalui, aku kembali duduk di depan meja belajar. Setelah itu, aku mengingat awal-awal aku kembali menulis setelah pupus dari kenyataan yang membuatku sadar bahwa cinta bukan segala-galanya. Tapi aku harus mengetahui bahwa aku berhasil melewati sampai 3 bulan ini.

Dengan begitu banyak badai yang menghampiri pikiran ini, seperti apa hal yang aku rasakan itu layaknya sebuah gangguan yang menjengkelkan. Lantas mengapa aku harus terus berjalan maju? Aku juga tidak mengerti, meski aku harus mengorbankan perkuliahan untuk aku kembali stabil seperti sediakala.

Catatan segala penerimaan diri butuh waktu sangat panjang, setahun? Dua tahun? Tiga tahun? Tujuh belas tahun? Seperti nya sudah hampir dua puluh tahun lamanya aku mendiang hal ini, serta menerima tentang diri sendiri.

Seperti hal terbaik aku lakukan setiap harinya, aku panjatkan doa dan puji syukur kepada Tuhan telah memberikan begitu banyak badai sampai aku harus jatuh dan bangun. Mengingat ujian yang aku tempu, aku berhasil melewati walau aku harus mengorbankan beberapa hal penting dalam hidup ini.

Aku juga sekarang telah menjadi pribadi lebih baik dari sebelumnya, aku mendapatkan beberapa keuntungan setelah aku mempelajari tentang diri sendiri. Begitu banyak hal yang telah di lalui, bahkan harus melupakan atau tidak mengingat sebenarnya apa yang benar-benar terjadi kepadaku.

Aku berniat untuk mengakhiri sebuah akhir dari penerimaan diri sendiri, namun saat ini aku sedang merasakan beberapa hal setelah ini apa lagi yang akan aku lakukan? Selain, aku harus mendapatkan perawatan medis secara khusus untuk masalah kejiwaan.

Juga, sebenarnya mengapa aku terasa seperti merasakan hal pedih ketika melihat dari sisi paling unik padahal itu semua adalah aku. Mereka adalah aku. Tapi mengapa aku masih beberapa hal ragu atas keberadaan kepribadian lain yang mendiang dalam diri ini?

"Huh, sepertinya aku terlalu banyak berpikir."

"Bagaimana tentang buku ini?"

"Apakah aku dapat benar-benar bisa menjadi penulis terkenal?"

"Walau aku tau ini mimpi belaka, tapi aku hanya berharap walau tidak begitu yakin akan harapan itu haha!"

"Mana mungkin seorang yang memiliki gangguan jiwa seperti aku bisa mendapatkan apresiasi atau prestasi melalui menulis?"

"Aku, terlalu halu untuk menggapai mimpi itu. Saingan sebagai penulis rasionya sangat kecil 1 dibandingkan dengan jutaan penulis di dunia, mana bisa aku menjadi 10 besar penulis di negara ini haha"

"Beberapa hal yang aku ketahui bahwa perjalanan seperti mimpi namun aku merasa hebat akan hal ini"

Semua adalah gumam dalam hati, ketika aku sedang terlalu banyak berpikir sampai berlebihan. Namun, ya aku tidak begitu yakin akan hal ini. Jika tulisan ini memang akan dibaca banyak orang.. harapan sebagai penulis cuma sedikit, ya aku harap masalah kejiwaan ini bukan sesuatu paling hina atau harus di tutup-tutupi.

Lagi pula, aku hanya penulis biasa... Bukan sebuah penulis yang hebat. Meneliti dan mengawasi perjalanan hidup seperti orang yang narsistik. Tapi ya aku tidak mengambil pusing tentang hal ini, meski aku harus mengatakan secara jujur aku bingung bagaimana cara mengakhiri cerita ini?

"Huh, seperti apa hal yang aku harus akhiri? Aku hanya bisa mengatakan bahwa aku benar-benar bangga dengan diri ini"

Sebenarnya aku masih ingin menceritakan beberapa hal manis dalam hidup selain pupusnya percintaan yang aku jelaskan minggu lalu. Terasa konyol ketika tau kenyataan bahwa putus cinta dengan fakta bahwa aku sudah tidak memiliki hubungan dengan dirinya lah. Begitu banyak hal yang aku bawakan, terutama perasaan yang sempat tertinggal.

Dengan itu, aku melanjutkan dengan penulisan dengan karya abadi untuk aku kenang. Melihat banyak kekurangan pada diri sendiri, bukan orang lain aku menjadi lebih sadar akan hal yang memang ternyata aku lewatkan. Melewati detail kecil yang manis lebih dari madu ternyata semuanya adalah diriku.

"Tubuh yang aneh.."

Begitu rasa tubuh yang bercampur dengan semua rasa, dan harus menerima atas derita yang aku rasakan. Perjalanan mencari kebenaran tentang diri sendiri ternyata hampir terkuak semua. Hari demi hari aku lalui dengan terus bersyukur serta mengadakan pada diri bahwa pecahan itu terbuat dari masalah dan pengalaman yang telah aku lalui.

Dukungan seperti nyanyian hangat dalam hati, membuat aku tenang seperti dipeluk oleh seorang ibu. "Lagi, dan lagi.. harus menyingkirkan semua permasalahan tentang diri" begitulah apa yang aku pikirkan selama 3 sampai 4 bulan belakangan ini. Mungkin bagi orang lain, aku hanya seorang pecundang sama seperti beberapa chapter yang lalu pernah aku tulis.

Tapi mengapa rasanya sekarang seperti jauh lebih tenang? Bukan karena aku yang tidak bisa, tapi beberapa bulan yang lalu aku juga harus berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Semua data dan jejak yang aku tulis seperti pemandu aku dalam kegelapan, layaknya seperti cahaya menerangi jalan yang harus aku tempu.

Beberapa hari atau minggu yang lalu, aku belum memberi kabar kepada kalian. Ternyata overthinking atau berlebihan dalam berpikir benar-benar seperti gelembung sabun yang pecah ketika seorang Ibu memeluk anaknya dengan kenyataan bahwa aku telah menjalankan hal medis untuk menjadi lebih baik.

Saat itu, tepatnya aku bercerita tentang kenapa aku tidak lagi mengikuti perkuliahan. Mama mengetahuinya, dan sadar semua atas tingkah laku yang telah aku lakukan. Seperti beberapa hal aneh yang terjadi, mama.. maksudku beliau memberikan sapaan hangat dan meminta aku untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh ini.

"De, kalau mama udah ga ada gimana?"

"..."

"Kalau kamu ga cerita, bagaimana mama bisa tau kamu kenapa? Jadi tolong cerita sama mama.."

Beberapa saat kemudian, semua seperti tangisan pedih dari seorang anak yang berdiri sendiri saat memikul semua beban sendirian. Terasa seperti tangisan dalam pelukan seorang Ibu yang menjaga anaknya dari marabahaya. Selalu begini, aku lemah dengan sesosok Ibu ketika dirinya mengatakan hal paling aku benci.

"Kenapa?"

"Jawab de..!"

"Mama tau kamu begini, dari kecil mama sadar atas apa yang kamu lakuin..."

"Mama juga merasa heran kenapa kamu nggak lagi pergi ke kampus untuk kuliah atau ada kegiatan dari kampus kamu.."

"Kamu, pasti bisa... Mama yakin walaupun kamu di jalanan seperti saat itu juga... Mama yakin, kamu bisa hidup!"

Begitu erat pelukan mama kepada aku, tangisan dari Ibu dan anak terasa seperti rintikan hujan yang mengguyur sekujur tubuh ini. Aku juga hampir saja melupakan dan berencana untuk terus-menerus berbohong atas apa yang aku lakukan.

Aku benci diri ini, namun aku harus mengatakan bahwa aku sedang melakukan persiapan untuk hasil dari pengobatan dari psikiater. Ketika aku menjerit sedu dalam tangis di pelukan Mama, aku membicarakan dengan berani walau harus terbatah-batah.

"Seben.. hiks... Sebenarnya.."

"Apa! Coba ngomong....! Mama pengen denger dari kamu!"

"Se.. sebenarnya, aku dah nggak lagi kuliah..."

"Kenapa? Memangnya kenapa? Ada apa emangnya sampai kamu nggak lagi kuliah de?"

"Mama, aku sebenarnya punya beberapa kelainan dalam tubuh ini.."

"Mama tau! Mama ngerti, tapi udah berapa lama kamu nggak kuliah?"

"Sekitar.. hiks.. sekitar 6 sampai 7 bulan lamanya ma..."

"Terus, sekarang kamu ngapain?"

"Nulis.. kembali nulis.."

"Oke, tapi tunjukkan dulu obat-obatan yang kamu konsumsi selama beberapa bulan terakhir ini!"

Setelah itu aku mengeluarkan semua obat-obatan yang aku sembunyikan, aku menyimpan secara aman terletak ada di tas pribadi. Aku selalu tidak mengizinkan seseorang yang bukan haknya menyentuh barang-barang bersifat pribadi. Aku membongkar isi tas, dan mengeluarkan semua obat-obatan yang aku konsumsi dari Dr. Azizah dan setelah itu aku menunjukan semua isi tas.

Aku menumpahkan semua isi tas, serta mengeluarkan semua obat-obatan yang aku konsumsi selama beberapa bulan terakhir. "Ini, ma.. aku udah lama begini.. bahkan, ketika beberapa masalah jujur.. kalau aku tidak mengingat apa yang telah aku lakukan.." begitu suaraku yang begitu tersedu-sedu karena itu aku benar-benar mengeluarkan seisi perasaanku tentang hal yang aku derita selama belasan tahun.

Aku mengerti, aku salah karena telah menggunakan uang dari orang tua tapi aku tidak berbicara tentang kegunaan yang aku lakukan. Aku, sadar akan hal yang aku lakukan. Mangkanya aku berusaha memperbaiki diri tanpa orang mengetahui tentang apa diri ini sedang lakukan. Aku membiarkan semua orang memberikan pandangan mereka apa pun yang mereka berikan kepadaku, aku hanya bisa menerima hal yang memang sudah aku rasakan.

Hari itu lah adalah hari yang paling menohok batin secara emosional aku menangis tersedu-sedu dari pelukan sang Ibu. Seorang pria berumur hampir 22 tahun, menangis dan memeluk erat tubuh sang Ibu. Begitu payahnya diri ini.

Aku harus bisa menerima tentang apa yang aku rasakan, aku juga menceritakan semua hal perjalanan sampai konflik antara aku dan Papa untuk aku terus kuliah tanpa mementingkan kesehatan pribadiku. Aku mengucapkan semua hal yang telah aku ceritakan kepada mama saat hari itu.

Tidak tau apa lagi yang aku harus lakukan selain harus jujur terus terang apa adanya, aku selalu lemah dihadapan seorang Ibu. Rasa sayangku terhadap Mama begitu besar, aku juga ketika berada di dekatnya aku tidak merasakan suara-suara yang dapat aku lihat. Begitu banyak warna dan peringatan ketika aku bersama Mama.

Kala waktu aku kecil, aku menangis menjerit-jerit ketika pertama kali masuk sekolah dasar. Jujur, pandangan aku untuk suara yang begitu berisik membuat kepala ini terasa ingin meledak. Begitu banyak warna dan informasi terkait dengan pribadi seseorang terasa seperti sihir yang mengutuk sang Cen kecil.

Ketika semua hal aku lalui, bahkan sampai sekarang aku masih bisa melihat suara dan warna tersebut. Begitu banyak hal yang aku harus biasakan diri, membiasakan dalam arti lebih kuat dari sebelumnya. Menjadi hal yang harus aku selesaikan tentang benci atas kemampuan aneh ini.

Aku merasa cemas ketika ada orang yang berwarna gelap suaranya, aku merasa dirinya adalah orang yang menyeramkan. Seperti alarm yang mengatakan bahwa aku sedang di hadapi oleh orang yang sangat berbahaya. Semua reflek dan alam bawah sadar terbentuk dari kejadian yang telah banyak aku ceritakan.

Oleh karena itu aku saat menyebut tentang Mama, dirinya seperti penyihir yang dapat membuat aku tenang dari hal-hal yang aku tidak ingin lihat dan dengar. Seperti gelembung sabun yang akan meletus dan tidak akan beregenerasi kembali menjadi sebuah gelembung yang besar.

Kala itu, aku juga menceritakan pada Mama selain masalah yang telah aku lakukan. Dirinya memang selalu begitu, menganggap aku ini normal seperti memanusiakan manusia yang memang dia adalah seorang manusia.

"Ma, aku minta Ridha atau izin kepada Mama untuk aku terus menulis."

"Boleh?"

"Mama sudah gatau lagi mau ngomong apa sama kamu, tapi mama yakin kamu bisa... Tanggung jawab kamu atas penulisan non fiksi yang kamu tulis. Terserah kamu mau ngejelekin keluarga atau apa pun itu bentuknya. Kamu harus bisa bertanggung jawab atas kode etik yang telah Mama ajarkan."

"Satu lagi, kamu memang dari kecil sudah bertingkah laku seperti orang asing. Mama sudah tau semuanya, tapi Mama diam karena kamu sendiri yang akan mencari tau tentang diri kamu sendiri."

"Begitu aja dari Mama.."

"Jazakumullah Khair Ma.."

...

..

.

"Cahya, Gio, Arsel, Naka, Alvaro, Agnes, Cen, dan aku adalah satu kesatuan yang utuh. Aku adalah kamu, kami adalah kamu."

"Aku menerimanya, kalian telah mengisi hidupku."

"Gangguan? Persetan gangguan! Aku sayang kalian semua."

"Aku mengerti mengapa kalian telah melengkapi hidup ini, kalian bukan lagi sosok yang aku benci."

"Apa itu sifat dan cara kalian, aku akan memimpin kalian secara utuh."

Begitu akhir dari beberapa hal yang bisa aku ceritakan, sebuah perjalanan menuju menerima diri dan menyempurnakan-nya. Sebuah sajakata yang aku tulis menjadi sebuah cerita penuh emosi dan rasa pedih yang bercampur menjadi rata.

Aku memang seperti ini, seperti itu lah kamu mengenali aku dan aku mengenali kamu. Mungkin, ini adalah penerimaan aku sebagai aku yang utuh. Walau, perjalanan aku masih panjang. Aku sebagai penulis dengan atas izin Tuhan dan Mama, aku bisa untuk terus menghasilkan banyak karya.

Bukan yang terbaik, tapi yang baik jadi diri sendiri apa adanya. Semuanya terasa berlalu, jujur jika kamu merasa sulit mengenali diri kamu. Kenali diri sendiri jauh dari orang lain mengenal diri kamu.

Pesan dari seorang yang memiliki gangguan disosiatif hanya mengatakan tentang apa yang harus kamu terima, bukan kamu buang. Jangan pernah menghancurkan sarang lebah, tapi ambil madunya. Begitu cara ku untuk terus bertahan dari coretan malam yang membuat pikiran ini kusut.

Hal yang terlepas dari angan-angan telah tersampaikan secara kekeluargaan. Aku yakin, ketika besar nanti aku akan menjadi penulis yang hebat. Hebat dalam diri sendiri bukan orang lain. Meyakinkan sehingga aku tau tentang rasa penasaran yang menghantui kepala ini, putaran film dari pecahan memori masih aku ingat.

Menerima sebuah kenyataan memang sulit, di tambah lagi.. aku harus menerima segala kekurangan yang aku ketahui secara internal dan eksternal. Sulit dan terasa berat awalnya. Namun, aku berhasil melalui gempuran ombak yang menerjang sebuah cerita dibalik penulisan kisah ini.

Sebuah pertanyaan kenapa? Dan apa? Sekarang telah terjawab. Aku akan terus berjalan, dan mempelajari apa hal tentang kehidupan. Mati dan hidup aku lalui, pasti aku dapat melewati seberat apa perjalanan itu.

Semua telah terjawab, selesai sudah coretan ini menjadi sebuah tulisan yang akan abadi di kenang banyak orang termasuk diri sendiri. Aku akan abadi, abadi dalam cerita yang aku tulis. Menulis sejarah tentang diri sendiri akan selalu terkenang dalam hati dan jiwa.

Aku, dan kamu, serta semuanya. Terimakasih, berkat pupus akan cinta aku sadar dengan kenyataan. Lebih dari hal itu, aku harus mengorbankan semua perasaan sampai sekujur tubuh ini. Mengais asa yang aku bentuk, membuang semua rasa demi sebuah keyakinan. Sekarang, manusia telah mengurai coretan. Coretan yang telah terurai dengan kata demi kata. Akhir demi akhir, awal demi awal. Semua telah berakhir sampai disini.