Chereads / Bintang Penyelamat / Chapter 26 - Masa Lalu Aiko

Chapter 26 - Masa Lalu Aiko

Hari-hari berlalu dengan tenang di Desa MoonTales setelah Aiko kembali. Kehidupan perlahan kembali seperti semula—anak-anak bermain di padang rumput, penduduk desa menjalani rutinitas mereka, dan Aiko kembali menghabiskan waktu bersama keluarganya. Namun, jauh di dalam hatinya, Aiko tahu bahwa keheningan ini hanya sementara.

Setiap malam, Aiko bermimpi tentang Zareya. Sosok berjubah hitam itu muncul dalam kegelapan, mengawasi dengan tatapan yang penuh dendam.

"Aiko," bisiknya dalam mimpi itu. "Aku akan kembali. Kau akan menjadi milikku selamanya."

Aiko selalu terbangun dengan keringat dingin. Dia tidak memberi tahu siapa pun tentang mimpinya, bahkan Rakuza. Dia ingin melindungi mereka dari kekhawatiran. Namun, dia tahu, sesuatu yang lebih besar akan datang.

---

Tanda Awal

Pagi itu, Gurfeda berlari ke arah Aiko dengan ekspresi panik.

"Ibu! Ada sesuatu di hutan!" katanya.

Aiko segera mengikuti putranya ke pinggiran desa, tempat beberapa penduduk sudah berkumpul. Di tengah kerumunan, mereka menemukan lingkaran hitam terbakar di tanah, dengan simbol aneh yang berkilauan dalam cahaya matahari.

"Itu... sihir gelap," bisik Aiko pada dirinya sendiri.

Penduduk desa mulai khawatir. Beberapa dari mereka memutuskan untuk mengungsi sementara, tetapi Aiko tahu bahwa melarikan diri tidak akan menyelesaikan masalah ini.

"Aku harus melindungi mereka," pikirnya.

---

Malam itu, angin bertiup kencang, membawa kabut gelap yang menyelimuti desa. Penduduk berkumpul di balai desa, takut pada apa yang akan datang.

Tiba-tiba, suara tawa lembut namun dingin terdengar dari kegelapan. Zareya muncul, berjubah hitam seperti sebelumnya, tetapi auranya lebih kuat dari sebelumnya.

"Aiko," katanya dengan suara yang menggema. "Aku sudah memberi peringatan. Kini, waktunya kau membayar."

Aiko melangkah maju, menghadapi Zareya tanpa ragu. "Kau tidak akan menyentuh desaku lagi!"

Zareya tersenyum tipis. "Desamu bukan tujuanku kali ini, Aiko. Kau adalah milikku. Aku hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku sejak awal."

Dengan satu gerakan tangannya, Zareya membuka portal gelap di bawah kaki Aiko. Aiko mencoba melawan, tetapi kekuatan Zareya terlalu besar.

"Ibu!" Gurfeda dan Lebiya berteriak, mencoba meraih tangan Aiko. Namun, sebelum mereka bisa mencapainya, Aiko terseret masuk ke dalam kegelapan.

---

Ketika Aiko membuka matanya, dia kembali berada di kastil megah yang pernah menjadi penjaranya. Tempat ini tidak berubah—kabut tebal, bisikan bayangan, dan lorong-lorong tak berujung. Namun, kali ini, Aiko merasakan bahwa Zareya telah mempersiapkan segalanya dengan lebih matang.

Zareya muncul di depannya, senyum dingin menghiasi wajahnya. "Selamat datang kembali, Aiko. Tempat ini sekarang adalah rumahmu. Kau tidak akan pernah kembali ke desamu."

Aiko mengepalkan tangannya, menatap Zareya dengan penuh tekad. "Kau salah. Aku akan kembali. Keluargaku membutuhkan aku."

Zareya tertawa kecil. "Keluargamu akan melupakanmu. Dan kau... akan menjadi bagian dari kekuatanku selamanya."

---

Hari-hari di dimensi itu terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Zareya terus mencoba mematahkan semangat Aiko dengan penglihatan palsu tentang desanya yang hancur. Namun, Aiko tidak menyerah.

Di tengah penderitaannya, Aiko menemukan sekutu yang tak terduga—seorang pria yang menjadi tahanan Zareya selama bertahun-tahun di dalam dimensi.

"Zareya mungkin kuat," kata lali-laki tersebut, "tetapi dia memiliki kelemahan. Kekuatannya bergantung pada dimensi ini. Jika kita bisa menghancurkan inti dimensi ini, Zareya akan kehilangan semua kekuatannya."

Aiko memandang laki laki ini dengan harapan baru. "Bagaimana kita menemukannya?, dulu aku pernah menghancurkan inti kegelapan ini"

"Inti itu tersembunyi di tempat yang disebut Ruang Keabadian. Tapi untuk mencapainya, kita harus melewati Penjaga Bayangan," jelas Arion.

---

Dengan bantuan laki laki itu, Aiko menyelinap ke dalam tempat - tempat gelap, Mereka menghadapi berbagai rintangan, termasuk makhluk bayangan yang mencoba menghentikan mereka. Namun, Aiko menggunakan sihir pelindungnya untuk melindungi mereka berdua.

Akhirnya, mereka tiba di Ruang Keabadian—sebuah ruangan besar.

"Ini dia," bisik Laki-Laki Itu.

Namun, sebelum mereka bisa mendekat, Zareya muncul.

"Kau fikir akan bisa menghancurkan kekuatanku ?, hei Aiko, kau sudah berusaha dua kali" serunya, marah.

Pertarungan terakhir pun dimulai. Zareya menyerang dengan kekuatan penuh, tetapi Aiko tidak gentar. Dengan bantuan laki laki itu, mereka berhasil mendekat ke inti itu.

"Ini untuk keluargaku!" teriak Aiko, menghancurkan inti itu dengan seluruh kekuatannya.

Inti itu meledak, menerangi seluruh dimensi dengan cahaya terang. Zareya menjerit, tubuhnya perlahan menghilang ke dalam kegelapan.

---

Ketika Aiko membuka matanya, dia berada di tepi hutan dekat desanya. Dia mendengar suara tawa anak-anak dan burung berkicau—suara yang dirindukannya.

"Aiko!" suara Rakuza memanggil.

Aiko melihat suami dan anak-anaknya berlari ke arahnya, mata mereka penuh kebahagiaan. Aiko memeluk mereka erat-erat, air mata mengalir di pipinya.

"Aku kembali, sayangku" bisik ku ke suami.

Ancaman Zareya Pun Berakhir, Namun, Seseorang Melihat Dari Kejauhan, Mengintai Aiko Dengan Sengaja, Seperti nya Akan Merencanakan Sesuatu yang lebih berbahaya.

Desa MoonTales kembali tenang setelah pertarungan terakhir. Aiko menikmati setiap momen bersama keluarganya, tetapi ada sesuatu di hatinya yang belum sepenuhnya tenang. Seolah-olah, meskipun Zareya telah lenyap, ancaman lain sedang menunggu.

Di tepi hutan, di tempat Aiko muncul setelah melarikan diri dari dimensi gelap, sosok misterius berdiri diam, menyembunyikan dirinya di balik bayangan pepohonan. Matanya berkilauan seperti berlian hitam, mengamati Aiko dari kejauhan.

"Dia lebih kuat dari yang kukira," gumam sosok itu dengan suara dalam yang nyaris seperti bisikan. "Tapi kekuatan itu belum sepenuhnya terbangun. Aku akan menunggu saat yang tepat."

Sosok itu, seorang pria bertudung bernama Kaelen, adalah salah satu penyihir kuno yang dulu bekerja bersama Zareya. Namun, berbeda dengan Zareya yang memerintah dengan amarah dan ambisi, Kaelen adalah perencana yang cerdas, penuh tipu daya. Dia percaya bahwa Aiko memegang kunci untuk membuka kekuatan yang bahkan Zareya tidak bisa kendalikan—kekuatan yang mampu mengubah dunia.

---

Hari-hari berlalu dengan damai. Aiko mulai melupakan mimpi buruk dari dimensi gelap itu, mencoba kembali ke kehidupannya sebagai ibu dan pelindung desa. Namun, tanpa sepengetahuannya, bayangan Kaelen terus mengintai, mempelajari setiap gerak-geriknya.

Suatu malam, Aiko duduk di depan rumahnya, menikmati angin sejuk sambil memandangi bintang-bintang. Gurfeda dan Lebiya sudah tertidur di kamar mereka, sementara Rakuza sedang menyelesaikan pekerjaan di bengkel kayu.

Tiba-tiba, Aiko merasakan sesuatu—seperti kehadiran yang tidak terlihat, mengawasinya. Dia bangkit berdiri, matanya menelusuri kegelapan.

"Siapa di sana?" tanyanya, suaranya tegas.

Tidak ada jawaban. Hanya angin malam yang berhembus pelan. Namun, Aiko tahu perasaannya tidak salah. Ada seseorang—atau sesuatu—yang memperhatikan.

---

Keesokan harinya, Gurfeda membawa sesuatu ke hadapan ibunya. "Ibu, aku menemukan ini di hutan," katanya, menunjukkan sebuah jimat berbentuk lingkaran kecil dengan simbol aneh di tengahnya.

Aiko memandang jimat itu dengan ekspresi serius. Simbol itu tampak asing, tetapi aura gelap yang memancar darinya mengingatkannya pada Zareya.

"Di mana kau menemukannya?" tanya Aiko.

"Di dekat pohon besar di tepi sungai," jawab Gurfeda. "Ada sesuatu yang aneh di sana, seperti lingkaran hangus di tanah."

Aiko merasakan hawa dingin menjalari tubuhnya. Dia mengambil jimat itu dan menyimpannya di tempat aman. "Jangan pergi ke sana lagi, Gurfeda. Itu bukan tempat yang aman."

---

Di tempat persembunyiannya, Kaelen tersenyum puas. Dia tahu Aiko akan menemukan jimat itu. "Dia sudah masuk dalam permainanku," gumamnya.

Kaelen tidak berniat menyerang Aiko secara langsung. Sebaliknya, dia ingin membuatnya lemah secara emosional dan fisik. Dia mulai menyebarkan simbol-simbol gelap di sekitar desa, menciptakan ketakutan perlahan-lahan di antara penduduk.

"Aiko akan datang padaku dengan sendirinya," pikir Kaelen. "Dan saat itu tiba, aku akan membawanya ke tempat di mana tidak ada jalan kembali."

---

Hari-hari berikutnya, desa mulai mengalami kejadian aneh. Tanaman layu tanpa alasan, hewan-hewan peliharaan menghilang, dan beberapa penduduk melaporkan mendengar bisikan-bisikan aneh di malam hari.

Rakuza, yang biasanya tenang, mulai khawatir. "Ada sesuatu yang salah, Aiko," katanya. "Kita harus mencari tahu apa yang terjadi."

Aiko mengangguk. "Aku tahu. Dan aku curiga ini ada hubungannya dengan jimat yang ditemukan Gurfeda."

Dia memutuskan untuk menyelidiki lebih dalam. Bersama Rakuza, dia kembali ke tempat di mana Gurfeda menemukan jimat itu. Di sana, mereka menemukan lebih banyak simbol gelap yang diukir di tanah, membentuk pola yang aneh dan rumit.

"Tidak mungkin ini kebetulan," kata Aiko, suaranya rendah. "Seseorang sedang bermain-main dengan kekuatan gelap."

---

Saat malam tiba, Aiko memutuskan untuk berjaga sendirian di hutan. Dia ingin menghadapi ancaman ini sebelum hal buruk terjadi pada keluarganya atau desanya.

Tiba-tiba, kabut gelap muncul dari arah pepohonan, dan suara langkah kaki terdengar mendekat. Dari balik kabut, Kaelen muncul, mengenakan jubah gelap dengan tudung yang menutupi sebagian wajahnya.

"Akhirnya, kita bertemu," kata Kaelen dengan suara tenang namun penuh ancaman.

"Siapa kau? Apa yang kau inginkan?" Aiko menatapnya dengan waspada, sihir pelindungnya siap dipanggil kapan saja.

Kaelen tersenyum tipis. "Aku bukan musuhmu, Aiko. Aku hanya ingin menawarkan pilihan. Kau memiliki kekuatan yang belum sepenuhnya terbangun. Dengan bimbinganku, kau bisa menjadi sesuatu yang jauh lebih besar."

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu," jawab Aiko tegas.

Kaelen mendekat beberapa langkah. " Aku ingin bekerja sama, kita bisa melampaui batas dunia ini."

Aiko menggeleng. "Aku tidak akan pernah bergabung denganmu."

Kaelen tertawa kecil. "Kita lihat saja. Ingatlah, Aiko, aku tidak akan menyerah semudah itu."

Dengan satu gerakan tangan, Kaelen menghilang ke dalam kabut, meninggalkan Aiko dengan banyak pertanyaan dan rasa cemas yang membekas di hatinya.

---

Aiko tahu ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Nampaknya Kaelen lebih cerdas dan berbahaya di bandingkan Zareya. Dia tidak hanya mengancam fisik, tetapi juga mencoba menggoyahkan hati dan pikirannya.

Namun, Aiko tidak akan mundur. Dengan kekuatan cintanya kepada keluarganya dan tekadnya untuk melindungi desanya, dia bersumpah untuk menghadapi Kaelen, tidak peduli seberapa besar ancaman yang akan datang.

"Kali ini, aku akan siap," bisik Aiko pada dirinya sendiri, menatap hutan yang mulai tertutup kabut gelap.